Mohon tunggu...
YUSRIANA SIREGAR PAHU
YUSRIANA SIREGAR PAHU Mohon Tunggu... Guru - GURU BAHASA INDONESIA DI MTSN KOTA PADANG PANJANG

Nama : Yusriana, S.Pd, Lahir: Sontang Lama, Pasaman. pada Minggu, 25 Mei 1975, beragama Islam. S1-FKIP UMSB. Hobi: Menulis, membaca, menyanyi, baca puisi, dan memasak.Kategori tulisan paling disukai artikel edukasi, cerpen, puisi, dan Topik Pilihan Kompasiana.

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih Pilihan

Presidential Threshold Dihapus, Siapa Tertarik Nyapres 2029? Sebuah Kajian Konstitusional

4 Januari 2025   17:46 Diperbarui: 4 Januari 2025   19:11 55
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
MK Akhirnya Memutuskan Penghapusan Presidential Threshold: Foto mediaindonesia.com

Pertama, Dampak Sosial dan Budaya

Bagaimana penghapusan presidential threshold dapat memengaruhi keterlibatan masyarakat secara lebih luas, seperti munculnya figur yang lebih representatif dari daerah atau komunitas tertentu.

Efeknya pada persepsi masyarakat terhadap sistem demokrasi, apakah lebih percaya diri atau mereka justru skeptis.

Penghapusan presidential threshold berpotensi meningkatkan keterlibatan masyarakat karena membuka peluang lebih luas bagi figur yang mewakili daerah atau komunitas tertentu untuk mencalonkan diri. 

Tokoh-tokoh lokal dengan rekam jejak yang kuat, seperti kepala daerah berprestasi, pemimpin adat, atau aktivis komunitas, dapat lebih mudah maju tanpa harus bergabung dalam koalisi partai besar.

Hal ini memungkinkan masyarakat di berbagai wilayah merasa lebih terwakili secara langsung dalam pemilihan presiden, memperkuat rasa kepemilikan terhadap proses demokrasi.

Namun, persepsi masyarakat terhadap demokrasi bisa beragam. Sebagian mungkin lebih percaya diri dengan sistem yang memberi lebih banyak pilihan, karena dianggap inklusif dan memberikan kesempatan bagi calon yang lebih dekat dengan rakyat.

Di sisi lain, skeptisisme juga bisa muncul jika pemilu menghasilkan polarisasi ekstrem atau jika masyarakat merasa terlalu banyak kandidat hanya menawarkan janji tanpa kapabilitas nyata. Untuk memastikan efek positif, diperlukan edukasi politik yang baik agar masyarakat memahami pentingnya memilih berdasarkan rekam jejak dan visi kandidat.

Kedua, Contoh Internasional yang Relevan

Bandingkan dengan negara-negara lain yang tidak memiliki ambang batas pencalonan presiden, seperti Prancis atau Filipina, untuk menunjukkan bagaimana dampaknya terhadap stabilitas politik dan keterwakilan.

Negara-negara seperti Prancis dan Filipina, yang tidak memiliki ambang batas pencalonan presiden, menunjukkan dinamika politik yang berbeda. Di Prancis, sistem dua putaran memastikan stabilitas politik meskipun banyak kandidat maju pada putaran pertama, karena putaran kedua mempertemukan dua calon dengan suara terbanyak, memberikan legitimasi kuat bagi pemenang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun