Luna melompat-lompat berusaha menggapai biola nya yang tergantung di salah satu cabang sebuah pohon besar di halaman sekolahnya. Tapi biolanya tergantung terlalu tinggi. Dia tidak mampu menggapainya. Dan itu membuat Luna merasa kesal.
“Hei- lagi ngapain?” tiba-tiba terdengar teguran seseorang.
Luna menoleh. Beberapa meter dari tempatnya berdiri, dia melihat Ryu dan kawan-kawannya. Dengan sikap angkuh mereka. kini mereka terlihat sangat terhibur melihat Luna yang berusaha mati-matian mengambil biolanya.
Luna berusaha untuk tidak memperdulikan mereka. Dan berusaha melompat lebih tinggi lagi.
“kamu nggak pengen tau siapa yang udah gantungin biola jelek itu di sana?” Tanya Ryu.
Luna melompat lagi. Gagal!
“Hei- aku ngomong sama kamu!” Ryu mulai kesal.
“Ryu!” Luna melotot.
Ryu memicingkan matanya menatap Luna. “Denger, aku ini kakak kelas kamu. Kenapa selalu manggil namaku seenaknya?”
“Karena kamu lebih kekanakkan dari anak kelas satu!” ketus Luna.
“Apa?”
“Kenapa sih kamu selalu ngelakuin hal-hal norak dan nggak penting kaya gini?” Luna mengalihkan pandangannya kearah Ryu dan menatap cowok itu kesal.
“Itu terserah aku!” jawab Ryu enteng.
Luna merasa benar-benar marah sekarang. Apalagi saat ini mulai banyak anak-anak yang
memperhatikan mereka. Bel pulang memang sudah berbunyi setengah jam yang lalu. Sebentar lagi kelas musik akan segera di mulai. Dan sialnya sekarang biola Luna masih tergantung di cabang pohon. Tanpa seorang pun yang berani membantunya menurunkan biola itu dari sana. Itu karena mereka tau Ryu yang melakukannya.
Padahal hari ini Bu Donita, guru les musik mereka, akan memilih seorang murid untuk ikut lomba. Dan luna sangat ingin terpilih untuk mengikuti lomba itu.
“Kamu nggak ikut les biola hari ini?” Tanya Ryu dengan suara melunak.
Luna masih menatapnya geram.
“Gimana kalo aku pinjemin biola ku buat kamu?” Ryu menawarkan.
Mata Luna membesar, menatap wajah Ryu tak percaya..
Ryu tersenyum. “Nih- “ bahkan dia menyodorkan biola nya pada Luna.
Luna menatap Ryu dengan ragu. “Bukannya…. kamu ikut les biola juga?” tanyanya merasa sedikit tak percaya dengan kebaikan Ryu.
Ryu mengangkat bahunya. “Aku lagi nggak pengen ikut les.” Jawabnya enteng. “Kamu mau pinjem nggak? atau aku berubah pikiran lagi.”
“Iya.” Luna meraih biola dari tangan Ryu. Dia memperhatikan biola itu dengan kagum. Ini adalah Biola yang bagus dan mahal. Bahkan Luna baru kali ini bisa memegang biola seindah ini! “Nanti aku balikin kalo udah selesai.” Janji Luna. Kemudian dia berlari-lari kecil menuju kelas musik.
Ryu tersenyum sambil menatap teman-temannya. “ternyata memang ada cewek sepolos dia ya?”
Teman-temannya tertawa.
* * *
Luna maju dan berdiri di depan kelas. Lalu bersiap untuk menggesek biola di bahunya. Saat tiba-tiba saja pintu kelas terbuka. Ternyata Ryu. Dia segera masuk ke dalam kelas, melewati Luna, dan menghampiri meja Bu Donita.
“Ryu? Kenapa datang terlambat?” Tanya Bu Donita.
Ryu menatap Luna sekilas, lalu kembali menatap Bu Donita. Entah kenapa Luna langsung merasakan firasat buruk sejak ia melihat kedatangan Ryu.
“Aku…. Kehilangan biola ku.” Jawab Ryu tegas.
Luna menatap Ryu tak percaya. Wajahnya memucat. Sementara seisi kelas mulai berbisik-bisik riuh sambil menatap Luna. Karena mereka tau biola di tangan Luna itu milik siapa. Di kelas ini cuma Ryu yang punya biola semahal itu. Di tambah lagi dengan ucapan Ryu…
“…… dan aku tau siapa pencurinya.” Ucap Ryu dingin sambil menoleh pada Luna. Di ikuti Bu Donita.
Luna terdiam. Lututnya terasa gemetar.
Dan kalian tau apa yang terjadi pada Luna setelah itu? Ya, Luna di hukum Bu Donita dan juga kepala sekolahnya. Dia harus menulis surat penyataan dan di tempel di Mading sekolah. Agar semua siswa bisa membacanya. Sementara Bu Donita tidak mengizinkan Luna untuk ikut les biolanya selama 3 kali pertemuan. Walaupun Bu Donita tau Luna sangat menyukai kelas biola nya!
Luna tau semua ini salah Ryu. Dia sengaja menjebak nya. Tapi tak ada gunanya juga bicara kebenaran di sini. Karena walaupun banyak yang tau Luna nggak salah, tapi nggak akan ada yang berani membela Luna. Dan nggak aka nada yang peduli. Karena Ryu itu adalah anak seorang pengusaha kaya yang menjadi donatur terbesar di SMA 21 ini. Sementara Luna cuma anak seorang pemilik catering kecil, ayah Luna sudah meninggal sejak Luna masih kecil. Dan dia bisa bersekolah di sini karena mendapat beasiswa, karena itulah ia harus selalu mengalah. Atau mungkin memang harus selalu kalah.
Sebenarnya bukan kali ini saja Ryu berbuat se enaknya pada Luna. Sejak Luna masuk ke SMA ini, hampir setahun lalu. Saat itu Luna nggak sengaja jatuh dan menabrak Ryu saat cowok itu lewat di depan kelasnya. Setelah itu Ryu seperti tak pernah puas mengganggunya. Tadinya Luna pikir itu karena Ryu kakak kelasnya dan memang melakukan nya pada semua adik kelas sepertinya. Tapi ternyata enggak. Pada adik kelas yang lain Ryu nggak peduli.
Tadinya Luna memang merasa takut pada Ryu dan kawan-kawannya. Tapi sekarang dia mulai kesal. Karena itu dia ingin membuat perhitungan pada cowok itu!
· * * *
Pagi ini, Luna berjalan cepat menuju kelas Ryu, dengan sebuah biola di tangannya.
Di sepanjang koridor kelas yang di lalui Luna, dia mendengar anak-anak berbisik membicarakan nya. Ternyata semua orang di sini sudah tau kejadian kemarin. Pasti karena mereka sudah membaca surat pernyataan Luna yang di tempel ke Mading.
Brak!!
Luna membuka pintu kelas Ryu dengan kasar. Di dalam kelas masih sepi. Cuma ada beberapa siswa yang sedang asyik mengobrol di sudut kelas. Sementara Ryu berdiri di dekat jendela sambil memainkan biolanya.
Mereka menoleh kaget melihat kedatangan Luna yang tiba-tiba.
Luna berjalan kearah Ryu. Lalu berdiri tepat di depan cowok itu.
Ryu berhenti meminkan biolanya, “Ada apa?” tanyanya tenang.
Luna tersenyum kearah Ryu. Membuat dahi Ryu sedikit berkerut karena biasanya Luna nggak akan bersikap semanis itu.
“aku…. cuma mau minta maaf.” Ucap Luna.
Ryu menatap Luna tak percaya.
“maaf, kemarin aku udah nyuri biola kamu.”
Sekarang Ryu mengerti. Luna bermaksud menyindirnya! “Nggak apa- apa, udah ketemu kok.” Jawab Ryu santai. Mencoba memainkan perasaan Luna.
“maaf,” ucap Luna lagi.
Dahi Ryu berkerut. Biasanya Luna tak pernah bersikap sesopan ini.
Tiba-tiba saja Luna menyambar biola di tangan Ryu. Dia melemparkan biola itu ke dinding dengan sekuat tenaga. Brakk !! lalu biola itu terhempas ke lantai kelas. Rusak parah!
“Maaf ..…karena sekarang aku udah ngerusakin biola kamu.” Luna menyambung ucapannya.
Wajah Ryu memerah.
“kamu boleh ambil biola ku buat gantiin biola kamu.” Luna menaruh biola nya di meja. Lalu dia berjalan keluar dari kelas Ryu. Melewati kawan-kawan Ryu dan para siswa lain yang mengintip kejadian itu dari balik pintu kelas.
Luna tersenyum. Puas!
* * *
Karena kejadian itu, Luna di skors selama seminggu oleh kepala sekolahnya. Hari ini baru hari kedua Luna nggak masuk karena sedang menjalani skorsnya. Tapi Ryu sudah merasa aneh. Ya, aneh, karena biasanya setiap hari dia harus mengganggu Luna. Tapi sekarang tak ada Luna. Dan Ryu mulai merasa bosan. Sangat bosan.
Karena itu pulang sekolah dia tidak langsung pulang kerumah. Juga tidak pergi bersama teman-temannya. Dia mengendarai mobilnya ke daerah di mana Luna tinggal. Dia tidak tau di mana rumah Luna, tapi dia pikir itu suatu hal yang memalukan untuk bertanya pada seseorang di mana alamatnya.
Setelah lebih dari satu jam Ryu berputar-putar dari satu komplek ke komplek lain, dari gang satu ke gang yang lain, dan hamper putus asa, akhirnya Ryu menemukannya.
Ryu melihat Luna sedang berlari-lari kecil dengan plastik hitam di tangannya. Tanpa sadar Ryu tersenyum. Lalu dia segera menghentikan mobilnya tepat di depan Luna.
Luna terlihat sangat kaget karena tiba-tiba saja ada sebuah mobil yang menghalangi langkahnya, apalagi karena dia tau mobil siapa itu. Tapi Luna mencoba tak peduli dan kembali meneruskan langkahnya.
Ryu keluar dari mobilnya dan melangkah kearah Luna. Lalu dengan cepat dia menyambar bungkusan plastik di tangan Luna.
“Ryu!” Luna melotot kaget dan marah. “Balikin!”
Ryu tersenyum. “Aku balikin, tapi nanti!” jawabnya enteng sambil masuk ke dalam mobilnya.
Luna mengetuk kaca jendela mobil dengan keras. “Ryu! Aku nggak mau main-main! Ayo balikin!” teriak Luna.
Ryu membuka kaca jendela mobilnya dan menatap Luna. “Ayo masuk. Aku bakal balikin ini, tapi aku mau kamu ngelakuin satu hal buat aku.” Jawab Ryu santai.
“aku nggak mau!” tolak Luna tegas.
“terserah!” Ryu menghidupkan mesin mobilnya.
“Ryu!” Luna menghadang di depan mobil Ryu.
“Aku nggak main-main! Kalo kamu nggak mau ngikutin perintahku, aku bakal buang ini!” Ancam Ryu sambil menunjukkan plastik itu pada Luna.
Luna menatap Ryu dengan kesal. “Kamu memang orang paling jahat!”
“Aku tau.” Jawab Ryu enteng. “Karena itu kamu harus ngikutin perintahku!”
Akhirnya Luna menyerah. Dia masuk ke dalam mobil dan membiarkan Ryu membawanya pergi. Mungkin isi plastik itu sangat penting sampai-sampai membuat Luna terpaksa mengikuti kemauan Ryu. Bahkan di mobil Luna masih berusaha meminta Ryu mengembalikan plastik itu padanya.
“Ryu, tolong balikin, itu obat buat mama aku…” Luna mulai memohon.
Ryu tertawa. Dia tau Luna berbohong. Tapi dia nggak akan tertipu.
“Ryu… aku….”
“Udahlah. Kalo kamu ngomong lagi, aku nggak bakal balikin plastik ini sampai kapanpun!” Ancam Ryu. Berhasil. Luna nggak bicara lagi.
Ryu membawa Luna ke taman kota. Dia duduk di bangku kayu yang terletak di salah satu pohon besar taman. Sementara dia menyuruh Luna berdiri di hadapannya sambil memainkan lagu serenade dengan biola.
Taman kota ramai oleh anak-anak, remaja dan yang lainnya. Tapi entah kenapa Ryu merasa cuma ada mereka berdua di sana. Mungkin karena lagu Serenada yang di mainkan Luna, atau karena Luna terlihat sangat menghayati lagu yang di mainkannya. Atau karena Ryu cuma melihat kearah Luna saja.
Dan akhirnya Ryu sadar. Luna memainkan biola nya sambil menangis.
Ryu merasa kesal. Sebenci itukah Luna padanya sampai-sampai dia menangis hanya karena Ryu ingin dia menemaninya? Padahal selama hampir setahun Ryu selalu mengganggunya dan sekalipun dia belum pernah melihat Luna sampai menangis. Ryu merasa kesal, karena akhirnya airmata Luna membuatnya merasa menjadi orang paling jahat sedunia.
Ryu melemparkan plastik hitam itu pada Luna.
“pergi sana! Kamu ngebosenin!” usir Ryu jengkel.
Tanpa berkata apapun Luna segera mengambil plastik itu dan berlari pergi. Bahkan dia nggak peduli pada biola jeleknya lagi. Padahal tadinya Ryu sempat berpikir untuk mengembalikan biola jelek itu pada Luna. Dan memberi gadis itu Biola yang baru dibelinya pulang sekolah tadi. Khusus untuk Luna.
* * *
Ryu menghentikan permainan biolanya saat mendengar suara ketukan di pintu kamarnya.
“Masuk!” Sahut Ryu.
Seorang wanita berseragam khas pelayan membuka pintu kamar Ryu. “Mas Ryu, ada yang ingin bertemu di luar. “ Pelayan itu memberi tahu.
“Siapa?”
“Maaf, saya tidak tau. Baru kali ini saya melihatnya.”
Dahi Ryu berkerut. “Kamu nggak nanya siapa namanya?”
“Waktu saya tanya siapa namanya, dia tidak menjawab. Dia cuma bilang mau bertemu dengan Mas Ryu” Jawab pelayan itu.
Dahi Ryu semakin berkerut. “Orang nya kaya apa?”
“Anak perempuan. Mungkin seumuran Mas Ryu, rambutnya panjang, manis, dan ada tahi lalat kecil didekat matanya. Mungkin teman sekolah Tuan muda.” Pelayan itu menjelaskan.
Luna? Ryu langsung menebak, sedikit kaget dan tak percaya. “Suruh masuk.” Perintah Ryu.
“Tapi….. dia basah.”
“Basah?”
“Di luar hujan deras. Keliatannya anak itu kehujanan. Mungkin dia lari ke sini.”
“Kenapa nggak di suruh masuk?! Kamu mau dia kedinginan di luar?! Cepet suruh masuk!” Ryu berseru marah.
“Baik, Tuan muda.” Si pelayan segera menghilang di balik pintu.
Ryu menaruh biolanya di atas ranjang. Lalu melihat dirinya di cermin besar di dinding kamarnya. Dalam hatinya dia berusaha menebak-nebak alasan Luna datang ke rumahnya. Apa Luna cuma mau ngambil biola jelek yang kemarin lupa dia bawa lari? Atau…karena dia merasa menyesal kemarin sudah meninggalkan Ryu di taman begitu saja? Seperti Ryu yang akhirnya menyadari kalau bukan rasa kesal yang di rasakannya saat melihat airmata Luna, tapi rasa bersalah…..
Sialnya, entah kenapa sekarang Ryu merasa dada nya berdebar. Lalu setelah sedikit merapikan rambutnya dan menatap wajahnya sekali lagi dicermin, akhirnya dia melangkah keluar kamarnya. Menuruni anak-anak tangga, kemudian tiba di ruang tamu rumahnya. Kosong. cuma ada si pelayan yang berdiri bingung di samping pintu.
“Mana Luna?” Tanya Ryu.
“dia…. Tidak mau masuk, mas Ryu.” Jawab pelayan itu.
Ryu segera keluar ke teras rumahnya. Benar. Di luar hujan deras. Dan di tepi teras rumahnya, dia melihat Luna yang seluruh tubuhnya basah oleh air hujan. Luna yang kini menatapnya dengan tatapan yang menyakiti hati Ryu. Tatapan yang begitu penuh kebencian dan kemarahan.
Ada apa? Pikir Ryu bingung. Tapi bibirnya seperti terkunci rapat. Tidak bisa mengucapkan satu patah kata pun karena tatapan Luna.
“Aku nggak akan pernah maafin kamu! Sampai kapan pun aku nggak akan pernah maafin kamu!” teriak Luna keras. Lalu dia berbalik dan pergi. Menghilang di tengah derasnya hujan.
Ryu terdiam.
Kata-kata Luna tadi….. terdengar begitu menyakitkan. Membuat Ryu tak mampu berkata apapun. Bahkan selama beberapa saat dia cuma berdiri mematung. Hingga si pelayan menyadarkannya.
“Mas Ryu, ada apa?” Tanya si pelayan dengan hati-hati.
Ryu segera tersadar. Dia menatap pelayannya dengan kesal. “Kenapa kamu tadi manggil aku buat anak itu ?! Kenapa kamu nggak nyuruh dia pergi aja?!” ketusnya sambil berlalu masuk ke dalam rumahnya, saat itulah airmata nya menetes.
Si pelayan mengangkat bahunya. Bingung.
* * *
Sudah seminggu Luna menjalani skorsnya. Hari ini seharusnya Luna sudah kembali masuk ke sekolah. Hari yang tanpa sadar begitu di tunggu Ryu. Dia ingin segera bertemu Luna. Untuk memarahi si keras kepala itu. Karena Luna sudah lancang berteriak di depan Ryu beberapa hari yang lalu. Setelah itu Ryu akan mengganggunya lagi. Seperti yang selalu di lakukannya selama hampir setahun ini.
Ya, Ryu memang merasa selalu ingin mengganggunya. Ryu juga nggak tau kenapa. Yang dia tau dia merasa sangat bosan dan nggak nyaman saat Luna nggak ada.
Tapi ternyata hari ini Luna nggak masuk.
Seminggu kemudian, Luna masih nggak masuk. Bahkan sampai sebulan kemudian Luna tetap nggak ada.
Akhirnya Ryu mulai bertanya. Pada siapapun yang tau tentang Luna. Tapi teman-teman sekelas Luna pun nggak ada yang tau apa yang terjadi. Luna juga nggak bilang mau keluar dari sekolah. Bahkan sama Bu donita pun Luna nggak minta izin apa-apa. Padahal kan Luna paling suka kelas musik? Harusnya dia nggak bolos terlalu lama.
Jadi kemana Luna?
Akhirnya Ryu dapet informasi dimana alamat Luna. Dia segera pergi ke sana. Kalo Luna bolos sekolah cuma gara-gara dia, Ryu bisa janji nggak akan mengganggunya lagi.
Rumah Luna yang kecil dan bercat hijau itu kosong. Tetangganya bilang mereka sudah pindah. Setelah kematian Ibunya, Luna dibawa dan tinggal dirumah saudara Luna yang lain. Kurang lebih sebulan yang lalu. Dan nggak ada satu pun tetangganya yang tau kemana mereka pergi.
Ryu merasa seperti orang tolol saat itu. Ya, karena dia terus berdiri di depan rumah Luna sampai entah berapa lama. Hatinya merasa sangat kesal. Sangat kesal pada Luna. Luna yang keras kepala. Luna yang menangis saat Ryu ingin dia menemaninya. Luna yang bilang nggak akan pernah mau memaafkan nya. Luna yang menurut Ryu benar-benar egois dan menjengkelkan!
Apa Luna nggak tau perpisahan seperti ini akan membawa rasa seperti apa di hati Ryu?
Rumah Luna yang kecil dan bercat hijau itu kosong. Tetangganya bilang mereka sudah pindah. Setelah kematian Ibunya, Luna dibawa dan tinggal dirumah saudara Luna yang lain. Kurang lebih sebulan yang lalu. Dan nggak ada satu pun tetangganya yang tau kemana mereka pergi. Ryu hampir menangis mendengarnya. Sekarang dia mengerti kenapa saat itu Luna begitu marah padanya.
Dan setelah itu, hampir setiap hari setiap Ryu pulang sekolah dia melewati rumah Luna dengan mobilnya. Padahal rumah Luna sama sekali nggak searah dengan rumahnya. Dia cuma ingin memastikan kalau suatu hari nanti dia bisa melihat pintu rumah itu terbuka. Dan berharap suatu hari nanti dia melihat Luna keluar dari rumah itu dan melotot kesal padanya karena dia terus berdiri di depan rumah Luna seperti orang idiot.
Tapi akhirnya Ryu menyadari itu nggak mungkin. Karena semakin hari Ryu melihat rumput di halaman rumah itu semakin tinggi. Rumahnya semakin tak terurus. Dan pintu nya tak pernah terbuka lagi…..
Sebagian cinta terasa sangat menyakitimu saat mendengar jawabannya. Dan sebagian lagi menyakitimu karena tak sempat terucapkan…….
end
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H