Mohon tunggu...
Regina Putri Shaleha
Regina Putri Shaleha Mohon Tunggu... Lainnya - Let's read hard!!

IAIN Jember

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Hukum Taklifi dan Wadh'i

1 November 2020   12:38 Diperbarui: 2 Juni 2021   02:16 13170
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Memahami hukum Islam yakni hukum taklifi dan hukum wadh'i (unsplash/sigmund)

Pada umumnya, ulama membagi makruh pada dua bagian yaitu:

- Makruh tanzih, yaitu segala perbuatan yang meninggalkan lebih baik daripada mengerjakan, seperti contoh-contoh tersebut diatas.

- Makruh tahrim, yaitu segala perbuatan yang dilarang, tetapi dalil yang melarangnya itu zhanny, bukan qath'i. Misalnya, bermain catur, memakan kala dan memakan daging ular (menurut mazhab hanafiyah dan malikiyah).

e. Mubah

Mubah adalah segala perbuatan yang diberi pahala karena perbuatannya, dan tidak berdosa karena meninggalkannya. Secara umum, mubah ini dinamakan juga halal atau jaiz. Mubah dibagi menjadi tiga bagian, yaitu:

- Perbuatan yang ditetapkan secara tegas kebolehannya oleh syara', dan manusia diberi kebebasan untuk melakukan atau tidak melakukannya. Misalnya, meminang wanita dengan sindiran-sindiran yang baik. Hal ini dijelaskan dalam firman Allah pada QS. Al-Baqarah 2: Ayat 235 yang artinya:

"Dan tidak ada dosa bagimu meminang perempuan-perempuan itu dengan sindiran atau kamu sembunyikan (keinginanmu) dalam hati. Allah mengetahui bahwa kamu akan menyebut-nyebut kepada mereka. 

Tetapi janganlah kamu membuat perjanjian (untuk menikah) dengan mereka secara rahasia kecuali sekadar mengucapkan kata-kata yang baik. Dan janganlah kamu menetapkan akad nikah sebelum habis masa idahnya. 

Ketahuilah bahwa Allah mengetahui apa yang ada dalam hatimu, maka takutlah kepada-Nya. Dan ketahuilah bahwa Allah Maha Pengampun, Maha Penyantun.."

Baca juga : "Ahlussunah wal-Mubah"

Perbuatan yang tidak ada dalil syara' menyatakan kebolehan memilih, tetapi ada perintah untuk melakukannya. Hanya saja, perintah itu hanya dimaksudkan berdasarkan qainah-menunjukkan mubah atau kebolehan saja, bukan untuk wajib. Misalnya, perintah berburu ketika telah selesai melaksanakan ibadah haji. Telah dikatakan dalam firman Allah pada QS. Al-Ma'idah 5: Ayat 2, yang artinya:

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun