Mohon tunggu...
Ratu Adil
Ratu Adil Mohon Tunggu... -

Political and Corporate Spy with 15 Years Experience.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Kasus Obor Rakyat Penentu Nasib Kapolri

8 Juni 2016   14:38 Diperbarui: 8 Juni 2016   14:47 3027
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Transkrip Papa Minta Saham Hlm 17

Kok bisa?

Sebelum menulis ini, sudah saya lempar wacana ini ke beberapa orang. Sekedar ingin tahu saja, apa kira-kira pandangan mereka. Rupanya, kesimpulan hipotesis yang saya utarakan tergolong hal baru bagi banyak orang. Hampir tidak ada yang memperhitungkan hasil sidang Obor Rakyat sebagai faktor vital penentu nasib Kapolri.

Saya tidak bilang ada unsur kesengajaan. Namun memang rerata muncul pertanyaan lanjutan, disengaja atau tidak disengaja. Ringkasnya, ada 2 pertanyaan lanjutan :

  • Calon Kapolri sengaja membuka kembali kasus Obor Rakyat sebagai posisi tawar kursi yang diincarnya.
  • Kebetulan ada kasus Obor Rakyat, Calon Kapolri cerdik memanfaatkannya untuk posisi tawar kursi yang diincarnya.

Ngalor-ngidul bahas ini, muncul lagi 2 pertanyaan lanjutan :

  • Jika Calon Kapolri gagal dapat kursi, hasil akhir sidang Obor Rakyat = Bersalah?
  • Jika Calon Kapolri berhasil dapat kursi, hasil akhir sidang Obor Rakyat = Tidak Bersalah?

Mari kita simak kelanjutan kisahnya.

***

Sekarang baru deh kita bahas kenapa saya luncurkan kesimpulan hipotesis seperti judul artikel ini. Sengaja pertanyaan-pertanyaan yang biasanya saya taruh di akhir tulisan, kini saya taruh di pembuka.

***

Salah satu perbedaan signifikan Indonesia jaman Orde Baru dengan Orde Terbaru (Reformasi) adalah kebebasan. Kebebasan sebagaimana pandangan Demokrasi yang dianut negara-negara yang dikategorikan Barat.

Dalam falsafah Demokrasi yang diimplementasikan Barat, anda bebas berpikir, berucap, bertindak atas alasan anda sendiri. Pembatas legalnya lebih didahulukan rasionalitas tindakan ‘kebebasan’ anda. Dalam praktiknya, situasi dan konteks tertentu, secara normatif menjadikan batasan legal lebih luwes.

Baru-baru ini, kompetisi kampanye Pilpres AS diwarnai beredarnya foto bugil Melania, istri Donald Trump. Tak ada pihak yang menuntut. Kesadaran kolektif masyarakat penganut sistem demokrasi, semacam memaklumi adanya kampanye semacam itu.

Umumnya, sang kandidat yang jadi sasaran serangan menilai aksi tuntutan mencerminkan sikap emosional. Artinya, menuntut soalan kampanye miring tidak mencerminkan sikap kedewasaan dan kepemimpinan. Bagi masyarakat Barat, calon pemimpin yang emosional terhadap isu Pilpres, sama saja tidak percaya calon rakyatnya mampu menyaring informasi miring.

Masyarakat negara demokrasi umumnya menempatkan pola pikir seperti itu dalam menilai Kepemimpinan. Pemimpin yang sibuk membela diri, dianggap bukan pemimpin yang bekerja. Pemimpin yang tidak percaya rakyatnya mampu menyaring info-info miring, dianggap bukan pemimpin untuk dipercaya.

Sederhananya, masyarakat demokratis melihat fungsi Pemimpin untuk mengelola urusan besar, bukan urusan pribadi. Hinaan, celaan, gosip, fitnah selama Pilpres dinilai masyarakat demokratis sebagai urusan keseharian dan pribadi. Masyarakat demokratis sadar betul bahwa citra baik dan buruk terhadap seseorang tidak terhindarkan. Bagi masyarakat demokratis, menangani urusan hinaan, celaan, pujian dan sebagainya merupakan bagian dari aktivitas keseharian seorang manusia. Oleh karenanya, masyarakat demokratis cenderung menolak pemimpin yang tidak menunjukkan kemampuan urusan keseharian. Jika calon pemimpin masih emosional dan repot menangani urusan keseharian, disimpulkan tak mampu mengelola hal yang lebih kompleks.

Itulah kenapa banyak isu-isu miring yang liar beredar selama Pilpres, jarang sekali masuk proses hukum. Beberapa kasus yang masuk meja hijau pun, dinilai pengamat politik Barat sebagai pilihan terakhir rebut panggung di saat prospek suara menurun. Jadi, hampir tidak ada yang betul-betul repot bawa masalah isu miring ke meja hijau karena persoalan ‘Dihina’, ‘Dicela’ dan sebagainya.

Sekarang anda bandingkan saja, pakai kacamata moral pun boleh. Mana yang lebih kasar, ulasan miring cetak (Obor Rakyat) tentang Jokowi atau beredarnya Foto Bugil Istri Donald Trump?

Agar lebih menghayati, saya balik, mana lebih kasar antara ulasan miring cetak (anggap ada Obor Rakyat di AS) tentang Donald Trump atau beredarnya foto bugil istri Jokowi?

Contoh lain. Kandidat Republik James Blaine menuduh pesaingnya Grover Cleveland memiliki anak dari istri tak sah. Dituangkan pula jadi slogan cetak : “Mom, Where’s my Dad? Gone to the White House, Ha Ha Ha.” Ketika akhirnya Cleveland menang Pilpres, ia hanya membalas : “He did go to the White House. Ha ha ha”

Masyarakat pun semuanya tertawa dan memaklumi. Bagi mereka, kalau pun Cleveland punya anak dari istri tak sah, lantas apa masalahnya? Tidak melulu orang yang gagal kelola rumah tangga berarti tidak mampu bekerja untuk masyarakat. Jadi, masyarakat AS lalu tidak memusingkan kebenaran isu miring itu. Dianggap ‘Bumbu Pilpres’ saja.

Kalau kita tulis ulang ke iklim Pilpres 2014. Misalkan Prabowo tuduh Jokowi punya anak dari selingkuhan. Lalu Prabowo luncurkan slogan : “Bu, dimana Ayahku? Ayah menghilang di Istana. Ha Ha Ha.” Lalu Jokowi menang dan membalas hinaan lawannya dengan kalimat : “Ayah beneran di Istana Negara sekarang. Ha Ha Ha.”

Lebih enak toh ketimbang repot-repot tuntut ke pengadilan?

Ada puluhan contoh kampanye miring di negara-negara penganut Demokrasi yang jauh lebih parah dibanding sekedar isu Obor Rakyat. Inti Obor Rakyat hanyalah mempertajam hipotesis ketika itu, bahwa ada jaringan Taipan Tionghoa, jaringan Katolik dan garis darah PKI.

Bagi yang sudah membaca isi Obor Rakyat, tentu bisa menilai sendiri mana yang dirasa benar, mana yang dirasa miring. Validitas informasi di Obor Rakyat sangat beragam dan masih bersifat dugaan. Untuk tahu validitas kokohnya, perlu investigasi satu per satu tiap artikel. Lalu hasil investigasi resmi diumumkan secara terbuka berapa persen yang seluruhnya benar, berapa yang abu-abu, berapa yang murni bohong. Jangan pakai pola-pola, cukup buktikan 1-2 artikel Obor Rakyat murni miring, lalu generalisir 3 edisi Obor Rakyat berisi kurang lebih 70-an artikel sebagai Publikasi Fitnah.

Sidang Obor Rakyat yang sedang berlangsung, mendasarkan investigasi pada kesimpulan ahli bahasa. Jelas tidak masuk akal. Apakah gaya tutur seseorang dalam tulisan bisa jadi dasar tentukan validitas informasinya?

Sederhananya, apakah menelaah gaya bahasa penulis yang menyebut ‘Bumi itu Elips’ bisa membuktikan kebenaran info yang ia sampaikan? Kacamata ilmiah jelas mengatakan tidak. Itu kalau kita mau persoalkan validitas konten.

Kalau kita tinjau dari sisi motif, pertama kali isu Obor Rakyat heboh sekitar Juni 2014. Tim advokasi Jokowi – JK melaporkan Obor Rakyat ke pihak berwajib. Tentu saja, langkah melapor yang dipublikasi masif pada periode Pilpres bermotif menjatuhkan pencitraan lawan. Meski kacamata demokrasi barat menilai itu langkah emosional dan tidak strategis, tapi masih bisa dimaklumi langkah hukum yang diambil.

Sekarang mendadak ramai lagi. Ada apa? Siapa yang lanjutkan goyang isu ini setelah 2 tahun terpendam?

Apa betul Jokowi – JK masih berniat mempermasalahkan kasus Obor Rakyat? Atau ada pihak yang menunggangi. Tiongkok sebagai pihak yang berkepentingan besar merebut Indonesia dari Barat, sangat mungkin membuka lagi kasus Obor Rakyat sebagai ancaman bagi anti-Tiongkok. Tapi bukan tidak mungkin ada pihak lain yang menunggangi isu Obor Rakyat.

Sebagai pencetus Revolusi Mental, saya sangsi Jokowi masih mempersoalkan Obor Rakyat. Penafsiran saya terhadap Revolusi Mental adalah membebaskan masyarakat dari Mental Orde Baru. Pemerintahan Orde Baru, awalnya dibangun baik dan tegak. Namun muncul penyakit-penyakit yang akhirnya menggerogoti dari dalam seperti kanker. Kejatuhan Orde Baru diakibatkan kegagalan semua pihak menyembuhkan kanker sistem. Semua terlibat. Adalah orang-orang cari selamat yang mengatakan semua salah Cendana. Betul bahwa Cendana sebagai leader seharusnya mengenali lebih dulu penyakit itu, lalu berupaya sembuhkan. Namun pada realitasnya, kanker itu menggerogoti mental.

Salah satu penyakit paling parah adalah Mental PNS. Penyakit mental PNS adalah dalam pekerjaan tidak terdorong hasilkan yang terbaik. Mental PNS adalah mengetahui ada yang kurang, tapi tidak terdorong inisiatif jika tidak disuruh bos. Mental PNS adalah kalau ada bos semua tertib, kalau bos pergi mendadak kantor kosong. Intinya, jaminan keamanan pemasukan dan karir membuai masyarakat ogah kompetitif.

Dalam dunia informasi, Orde Baru menjadikan standar sosial sebagai pengukur validitas. Misalkan, seseorang terbitkan Obor Rakyat pada masa Orde Baru, maka Obor Rakyat mutlak salah. Tolak ukurnya, ada pihak yang ‘tersakiti’.

Masyarakat demokrasi menerapkan secara berbeda. Tolak ukur yang dipakai utamanya adalah rasionalitas si penulis. Kuncinya, penulis bisa mempertanggungjawabkan sumber informasi, model analisa yang dipakai, gaya bahasa yang santun. Jadi, meski ada pihak yang tersakiti, selama prosesnya ilmiah, maka itu adalah hak berbicara (Free Speech).

Seorang muslim yang menulis pandangannya terhadap Teologi Trinitas Kristiani, lemah posisi hukumnya jika memakai pola Orde Baru. Namun kritikan sekeras apa pun terhadap Teologi Trinitas Kristiani di Barat, selama sesuai dengan koridor iman yang dianutnya, maka ia dilindungi hukum.

Itulah kenapa Barat begitu membanggakan sistem Kebebasan yang dianutnya sebagai kunci Kemajuan. Kemajuan justru terjadi ketika benturan seekstrim apapun diadu guna menghasilkan sintesa. Dalam adu pendapat terekstrim, penyajian data yang amat sangat melintir pun dibebaskan selama bertutur santun. Misalkan dalam debat Islam dan Kristen yang saling menyerang dengan landasan kitab masing-masing. Selama setiap argumen bisa dirujuk pada teks maupun tafsiran bebas terhadap teks kitabnya, maka dilindungi hukum.

Justru Barat sebagai pencetus Demokrasi melihat tempur tesis dan antitesis adalah syarat untuk memperoleh sintesis. Sintesis hasil adu ekstrim itulah yang menjadi pondasi menemukan solusi zaman. Tahapan solusi yang dieksekusi lalu menghasilkan tangga peningkatan di atas kertas. Kita sebut tangga itu : Kemajuan.

Jadi, jika Jokowi benar mengedepankan Revolusi Mental untuk mendorong kemajuan, seharusnya bicara penyakit Mental Orde Baru tadi. Bahwa perlu Revolusi Mental untuk mendorong kemajuan dan daya saing. Penyakit Orde Baru telah memandulkan dorongan kreasi bangsa Indonesia. Variasi kreasi itu yang nantinya memunculkan daya saing. Persaingan (kompetisi) itu lalu menghasilkan sintesa yang tidak lain akar dari Kemajuan.

Maka itu, saya melihat akan bertentangan jika Jokowi masih persoalkan Obor Rakyat setelah 2 tahun kasus ini dikubur. Orde Baru mengedepankan slogan ‘Kebebasan Bertanggung Jawab’. Implementasinya, ‘Kebebasan’ boleh-boleh saja, asalkan seizin penguasa negara dan sosial. Dari terminologi Bertanggung Jawab saja sudah memperlihatkan bahwa pembatasnya adalah Norma. Alhasil, pertarungan Tesis dan Antitesis tidak menghasilkan Sintesa (hal baru), karena Tesis memiliki kuasa penuh atas Antitesis.

Kacamata demokrasi Barat menilai, Sintesa bisa muncul apabila Tesis dan Antitesis bertarung bebas, bukan dikekang oleh Tesis. Barat melihat, ketika anda dihadapkan pada masalah yang tidak dalam kendali anda, maka anda punya peluang temukan solusi baru.

Demokrasi Barat bukan menerapkan ‘Kebebasan Bertanggung Jawab’ tapi ‘Kebebasan Rasional’. Berbeda signifikan dalam praktik.

Pola Orde Baru

Obor Rakyat : Capres Jokowi turunan PKI

Capres RI (Jokowi) : Masya Allah, saya difitnah. Saya marah. Saya harus ambil langkah hukum.

Pola Demokrasi Barat

Semacam Obor Rakyat : Capres AS pro Komunis

Capres AS : Jangan terpancing, tidak produktif. Tolong tinjau, ada benefit kalau kita bantah? Atau justru lebih untung kalau saya akui?

Pola Orde Baru lebih bersifat primitif karena emosi menjadi penggerak tindakan. Pola Demokrasi Barat lebih progresif karena akal sehat dan perhitungan matang yang mendasari tindakan. Sikap para pemimpin Barat yang ini, lalu menjadi contoh bagi masyarakat agar berpikir sebelum bertindak.

Maka itu saya sangsi kalau Jokowi sebagai pencetus Revolusi Mental malah sibuk urus citranya yang pernah dihina 2 tahun lalu oleh Obor Rakyat. Atau justru saya yang salah paham? Jangan-jangan Revolusi Mental yang dicetuskan Jokowi adalah kembali ke Mental Orde Baru?

Berbagai sudut pandang di atas, tidak membawa satu pun benefit dengan memperkarakan kembali Obor Rakyat, kecuali bagi pribadi Jokowi. Jadi, kesimpulan saya, perkara kembalinya kasus Obor Rakyat terjadi karena 2 kemungkinan :

  • Jokowi masih marah?
  • Ada pihak lain yang memanfaatkan kasus ini?

Maka itu, saya telaah keluar dari Box untuk melihat siapa yang diuntungkan dengan kembalinya kasus Obor Rakyat.

Baca artikel saya sebelum ini :

Ketika Tangan Besi Tiongkok Genggam Obor Rakyat

http://www.kompasiana.com/ratu.adil/ketika-tangan-besi-tiongkok-genggam-obor-rakyat_5739a309b17e612b09357a15

Tulisan di atas dugaan motif Tiongkok memainkan Obor Rakyat untuk mengancam kemunculan gerakan Anti-Tiongkok baru-baru ini.

Namun rupanya, ada potensi kasus Obor Rakyat juga dimanfaatkan guna bargaining position perebutan Kapolri. (Akhirnya masuk bahasan kalimat pembuka artikel ini).

Bagi yang belum dengar, nama Obor Rakyat adalah hasil pemberian pejabat DPR yang di kantornya ada kasur. Petunjuk lain, percetakan Obor Rakyat sahamnya juga dimiliki oleh Partainya Surya Paloh lho. Dulu ramai di Polonia soal si orang partai ini begging sampai nangis-nangis jangan sampai namanya (sebagai pemilik percetakan Obor Rakyat) keluar. Bisa dipecat dari partai katanya. Terburuk, bisa memicu pecah koalisi KIH. Meski ia berdalih ini motif pribadi, bisa saja toh memang ada perintah dari Surya Paloh. Siapa yang tahu sebelum diselidik dan disidik? #ThinkIlmiah

Coba itu penyidik telusuri sampai kesana.

Kalau melihat isu-isu di Obor Rakyat, boleh dibilang saripati yang ditajamkan dari data dan info yang diperoleh tim Polonia tentang Jokowi ketika masa Pilpres.

Entah terorganisir atau tindakan oknum, kumpulan data dan info ini, baik yang berstatus valid maupun gosip, lalu diolah. Jadilah Obor Rakyat. Kalau sudah baca, boleh menilai. Belum baca? Kok ikutan bilang fitnah? Wah, itu namanya menuding Fitnah dengan landasan Kata Orang-Orang (Kabar Angin / Gosip). Baca dulu, telaah dengan kepala dingin, baru menilai. Setidaknya ada proses berpikir, sehingga dekat dengan ilmiah.

Meski belum terkonfirmasi valid, boleh dibilang Obor Rakyat ini melibatkan Polonia, secara organisasi besar, parsial atau oknum fanatik. Kita tidak tahu seberapa besar keterlibatan para petinggi. Namun info 2 orang tadi saja sudah berimplikasi politik yang besar. Apalagi kalau lebih banyak.

Jadi, membuka kembali kasus Obor Rakyat setelah 2 tahun, sangat berpotensi memicu penyatuan kembali beberapa pilar Polonia. Boleh jadi, penyatuan ini berbuah aksi balas. Jika benar Obor Rakyat cukup vital di operasi Polonia, maka ada potensi aksi balas juga pada titik vital tim Jokowi JK.

Masih ingat transkrip Papa Minta Saham?

Ada pernyataan Muhammad Riza Chalid membahas operasi kecurangan Pilpres oleh Budi Gunawan dan Sjafroeddin.

Baca tulisan saya sebelumnya :

Budi Gunawan Kerahkan IPW dan Polisi Patung Lengserkan Jaksa Agung?

http://www.kompasiana.com/ratu.adil/bg-kerahkan-ipw-dan-polisi-patung-lengserkan-jaksa-agung_568f89ac27b0bd1f11e24a66

Analisa saya waktu itu, ada potensi duet IPW dan Polisi Patung bergerak kembali untuk lengserkan Jaksa Agung atas perintah Budi Gunawan. Jaksa Agung M Prasetyo waktu itu sedang gencar mengejar Riza Chalid yang gosipnya kabur ke luar negeri. Who knows? Jangan-jangan lagi di Raja Ampat. Budi Gunawan sangat berkepentingan menghentikan kasus Papa Minta Saham. Tidak terkait langsung, namun Riza Chalid yang rupanya cukup bawel kalau ngobrol, bicara soal operasi kecurangan Pilpres oleh Budi Gunawan dan Sjafroeddin. Budi Gunawan adalah mantan ajudan Presiden Megawati 2001 – 2004. Sjafroeddin adalah mantan ajudan Wakil Presiden Jusuf Kalla 2004 – 2009.

Menurut penuturan Riza Chalid di rekaman Papa Minta Saham, kedua mantan ajudan ini, Budi Gunawan dan Sjafroeddin menjadi penggerak utama kecurangan pilpres. Makanya jadi cukup logis kalau ada kepentingan Budi Gunawan menghentikan kasus Papa Minta Saham. Dan benar saja, selang beberapa jam wacana Polri lengserkan Jaksa Agung mencuat, Polri gelar konferensi pers resmi hentikan Papa Minta Saham. Secara tersirat, terlihat ada potensi persoalan kecurangan pilpres yang bisa melibatkan Wakapolri Budi Gunawan.

Tentu saja, isu kecurangan pilpres ini merupakan amunisi vital Obor Reunion (Neo Polonia) untuk menyerang Jokowi – JK. Apabila pengusutan Obor Rakyat benar menyeret sejumlah petinggi Polonia, bukan tidak mungkin terbentuk Obor Reunion. Fokus operasi Obor Reunion adalah mengungkap Kecurangan Pilpres.

Tentu bagi petinggi yang tergabung di Obor Reunion, bukan soal sulit memulangkan Riza Chalid dari perantauannya. Apalagi, kasus Papa Minta Saham sudah tutup buku. Jadi, Riza Chalid kembali ke Indonesia sebagai orang bebas. Malah berpotensi menjadi tokoh kunci Kecurangan Pilpres.

Jangan lupa, salah satu pemilik percetakan Obor Rakyat adalah orang Nasdem. Jaksa Agung M Prasetyo juga orang Nasdem. Potensi konsolidasi Nasdem dengan Obor Reunion bisa saja terjadi. Apalagi, JK yang diusung Nasdem kembali mengeluh “Saya tak dapat peran di pemerintahan ini,”

Momentum pergantian Kapolri juga berpotensi bermain. Jangan lupa, gosipnya Budi Gunawan tadinya dijanjikan kursi Kapolri. Lalu dihadang rencana itu oleh aksi balas dendam Samad dengan membuka kasus Rekening Gendut. Merah bereaksi. Operasi Hasto Kristiyanto, IPW dan Polisi Patung jatuhkan Samad yang ternyata bercela. Kehilangan momentum, Budi Gunawan gagal dapat Kapolri, tapi dapat Wakapolri. Selangkah lebih dekat dari takdir yang dinubuatkan untuknya. Kini, kembali masuk momentum pergantian Kapolri dan Budi Gunawan kembali masuk bursa. Kali ini, Budi Gunawan sebagai orang bebas tak berkasus pasca Samad lengser.

Persaingan Kapolri sengit. Pagi ini, Menko Polhukam Luhut Binsar Panjaitan akui temui Kapolri Badrodin Haiti. Apapun yang mereka bahas, betapa pun dibantahnya, pertemuan 2 tokoh saat momentum penting adalah Sesuatu.

Jangan lupa, Menko Polhukam Luhut Binsar Panjaitan sekarang menjadi orang terkuat di belakang layar negara ini. Adek-adekan beliau Setya Novanto sukses jadi Ketum Golkar setelah sempat dilengserkan kubu JK dari Ketua DPR. Apalagi, Setya Novanto dan Fadli Zon sukses melobi Donald Trump untuk bentuk poros Jakarta – New York kalau Trump menang di Pilpres AS. Adek yang satu lagi, Riza Chalid yang menjadi pemodal terbesar Polonia, bebas dari jeratan kasus Papa Minta Saham.

Jadi, Luhut kini menjadi Don Gantang yang menguasai Golkar (organ vital penentu arah DPR), Raja Minyak Riza Chalid dan Saudagar Pirang Donald Trump.

Kalau saya jadi pesaing Badrodin Haiti di pergantian Kapolri, sudah pasti saya menduga ada sesuatu pada pertemuan Don Gantang Luhut BP dan Badrodin Haiti.

Jika saya jadi orang yang telah dinubuatkan takdirnya jadi Kapolri sejak jauh hari, tapi Don Gantang lebih suka Badrodin, maka wajar ada Operasi Sesuatu.

Operasi Sesuatu itu boleh jadi : Membuka kembali Obor Rakyat atau Menunggangi Operasi Tiongkok di kasus Obor Rakyat.

Pemain utama Babak ini, disinyalir meliputi

  • Grup Don Gantang
  • Don Gantang Luhut BP
  • Perdana Menteri Setya Novanto
  • Raja Minyak Riza Chalid
  • Saudagar Pirang Donald Trump
  • Grup Don Nusantara Timur
  • Wakil Presiden Jusuf Kalla
  • Menteri BUMN Rini Soemarno
  • Jaksa Agung M Prasetyo
  • Partai Nasdem
  • Gerakan Tiongkok Tjahaja Asia (Taipan Tionghoa Bersatu)
  • Grup Polri
  • Kapolri Badrodin Haiti
  • Wakapolri Budi Gunawan
  • Partai Merah Pemberi Nubuat Si Anak Takdir
  • Grup Obor
  • Tim Media Obor Rakyat
  • Percetakan Obor Rakyat
  • Organisasi Obor Reunion aka Neo Polonia

Kira-kira ada 4 skenario mengenai operasi kembalinya Zombie Obor Rakyat setelah 2 tahun dikubur.

Skenario 1 : Kebetulan, Obor Rakyat..

Ini skenario paling polos, cocok bagi penganut Platonian. Bahwa semua terjadi secara alamiah :

  • Kebetulan 8 benteng Tiongkok (baca artikel Tiongkok Obor Rakyat) sedang dibantai.
  • Kebetulan penyidikan Obor Rakyat baru sekarang bisa disidangkan.
  • Kebetulan sedang ada wacana pergantian Kapolri.
  • Kebetulan si Gantang Luhut BP jadi Don.
  • Kebetulan, hasil akhirnya semua senang.

Serba kebetulan. Ideal dan ada kalanya menarik didukung, tapi sepertinya realita tidak semulus kata Plato. Alami itu faktanya menerapkan hukum rimba secara total. Keseimbangan alam tidak terjadi secara damai, melainkan hasil perang tanpa henti rantai makanan di Rimba Bebas. Plato agaknya, salah kaprah.

Skenario 2 : Menunggang Ancaman Dari Tiongkok

Ini skenario seperti di tulisan saya sebelumnya soal peran Tiongkok meredam Anti-Tiongkok dengan membuka kasus Obor Rakyat. Namun pihak lain memanfaatkan kasus Obor Rakyat untuk kepentingan tertentu :

  • Gerakan anti-Tiongkok dan Pembantaian 8 Benteng Tiongkok di RI
  • Tiongkok ancam Gerakan Anti Tiongkok dengan membuka kasus Obor Rakyat.
  • Si Gantang Luhut BP jadi Don.
  • Kapolri Badrodin favorit Don Gantang.
  • Wakapolri Budi Gunawan jadikan kasus Obor Rakyat posisi tawar ke PDIP dan Nasdem : Jika Tunda Takdir, maka Obor Padam, lalu Menyala Obor Reunion dan Kecurangan Pilpres.
  • Nasdem dan PDIP dukung si Anak Takdir
  • Anak Takdir jadi Kapolri
  • Obor Rakyat bebas dan tidak bersalah
  • Polri gabung grup Don Gantang
  • Saudagar Pirang Donald Trump jadi Presiden AS
  • Deklarasi Poros Jakarta – New York oleh Don Gantang
  • Don Gantang tawari Nasdem gabung
  • Nasdem gabung Don Gantang
  • Poros Jakarta – Peking lumer, Tiongkok (bukan) Tjahaja Asia
  • Pecah Perang Laut China Selatan.

Skenario 3 : Membuka Kotak Pandora Pilpres

Skenario ini mengasumsikan upaya menunggangi kasus Obor Rakyat hasil operasi Tiongkok, gagal dan berujung pada dibukanya kasus kecurangan Pilpres

  • Gerakan anti-Tiongkok dan Pembantaian 8 Benteng Tiongkok di RI
  • Tiongkok ancam Gerakan Anti Tiongkok dengan membuka kasus Obor Rakyat.
  • Si Gantang Luhut BP jadi Don.
  • Kapolri Badrodin favorit Don Gantang.
  • Wakapolri Budi Gunawan jadikan kasus Obor Rakyat posisi tawar ke PDIP dan Nasdem : Jika Tunda Takdir, maka Obor Padam, lalu Menyala Obor Reunion dan Kecurangan Pilpres.
  • Anak Takdir gagal jadi Kapolri
  • Obor Rakyat bersalah
  • Nasdem kerahkan Kejagung obok-obok petinggi di belakang Obor Rakyat
  • Organisasi Obor Reunion aka Neo Polonia dibentuk
  • Riza Chalid pulang ke RI dan menghadap Kejagung
  • Riza Chalid buka fakta kecurangan Pilpres
  • Saudagar Pirang Donald Trump jadi Presiden AS
  • Deklarasi Poros Jakarta – New York oleh Don Gantang
  • Presiden AS Donald Trump dukung RI usut Kecurangan Pilpres
  • Don Gantang tawari Nasdem dan Si Anak Takdir gabung
  • Nasdem dan Si Anak Takdir gabung Don Gantang
  • Ditinggal Nasdem, Poros Jakarta – Peking lemah
  • Poros Jakarta – Peking lumer, Tiongkok (bukan) Tjahaja Asia
  • Pecah Perang Laut China Selatan.

Skenario 4 : Melawan Tiongkok Tjahaja Asia

Skenario ini mengasumsikan semua pihak, baik grup Don Gantang, kandidat Kapolri dan kasus Obor Rakyat sebagai operasi membendung Poros Jakarta – Peking.

  • Si Gantang Luhut BP jadi Don.
  • Grup Don Gantang kerahkan operasi anti-Tiongkok dan Pembantaian 8 Benteng Tiongkok di RI
  • Don Gantang ingin Kapolri baru adalah anggota geng, baik Badrodin maupun Budi Gunawan
  • Drama Kapolri : Badrodin berperan jadi pilihan Don Gantang
  • Drama Kapolri : Budi Gunawan diutus mendesak PDIP tunaikan takdir Kapolri
  • Orang Nasdem pemilik percetakan Obor Rakyat desak Jaksa Agung lanjutkan kasus Obor Rakyat
  • Kasus Obor Rakyat dibuka kembali, sesuai rencana.
  • Wakapolri Budi Gunawan desak PDIP tunaikan takdir Kapolri dan bahaya dibukanya Kecurangan Pilpres jika Obor Rakyat tidak diselamatkan.
  • Kapolri Badrodin, Budi Gunawan Wakapolri lagi
  • Obor Rakyat bersalah
  • Nasdem kerahkan Kejagung obok-obok petinggi di belakang Obor Rakyat
  • Organisasi Obor Reunion aka Neo Polonia dibentuk
  • Riza Chalid pulang ke RI dan menghadap Kejagung
  • Riza Chalid buka fakta kecurangan Pilpres
  • Saudagar Pirang Donald Trump jadi Presiden AS
  • Deklarasi Poros Jakarta – New York oleh Don Gantang
  • Presiden AS Donald Trump dukung RI usut Kecurangan Pilpres
  • Don Gantang tawari Nasdem
  • Nasdem gabung Don Gantang
  • Ditinggal Nasdem, Poros Jakarta – Peking lemah
  • Poros Jakarta – Peking lumer, Tiongkok (bukan) Tjahaja Asia
  • Pecah Perang Laut China Selatan.

Demikian kiranya hipotesa skenario yang bisa terjadi, bisa juga tidak, tergantung pada situasi terbaru nantinya.

Kalau mengacu pada 4 skenario itu, disimpulkan, nasib Kapolri bergantung pada isu Obor Rakyat. Kemudian, siapa Kapolri selanjutnya menentukan potensi dibukanya Kecurangan Pilpres. Jika Donald Trump jadi Presiden AS dan realisasikan Poros Jakarta – New York, boleh jadi AS dukung isu Kecurangan Pilpres. Jika AS menang, maka Poros Jakarta – Peking runtuh, berpotensi dimulainya Perang Laut China Selatan. Sebab kita tahu, selama Indonesia masih dipegang Tiongkok, maka Sekutu AS di Laut China Selatan terancam diserang dari punggung (Indonesia).

Mari kita simak kelanjutan kisahnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun