Capres AS : Jangan terpancing, tidak produktif. Tolong tinjau, ada benefit kalau kita bantah? Atau justru lebih untung kalau saya akui?
Pola Orde Baru lebih bersifat primitif karena emosi menjadi penggerak tindakan. Pola Demokrasi Barat lebih progresif karena akal sehat dan perhitungan matang yang mendasari tindakan. Sikap para pemimpin Barat yang ini, lalu menjadi contoh bagi masyarakat agar berpikir sebelum bertindak.
Maka itu saya sangsi kalau Jokowi sebagai pencetus Revolusi Mental malah sibuk urus citranya yang pernah dihina 2 tahun lalu oleh Obor Rakyat. Atau justru saya yang salah paham? Jangan-jangan Revolusi Mental yang dicetuskan Jokowi adalah kembali ke Mental Orde Baru?
Berbagai sudut pandang di atas, tidak membawa satu pun benefit dengan memperkarakan kembali Obor Rakyat, kecuali bagi pribadi Jokowi. Jadi, kesimpulan saya, perkara kembalinya kasus Obor Rakyat terjadi karena 2 kemungkinan :
- Jokowi masih marah?
- Ada pihak lain yang memanfaatkan kasus ini?
Maka itu, saya telaah keluar dari Box untuk melihat siapa yang diuntungkan dengan kembalinya kasus Obor Rakyat.
Baca artikel saya sebelum ini :
Ketika Tangan Besi Tiongkok Genggam Obor Rakyat
Tulisan di atas dugaan motif Tiongkok memainkan Obor Rakyat untuk mengancam kemunculan gerakan Anti-Tiongkok baru-baru ini.
Namun rupanya, ada potensi kasus Obor Rakyat juga dimanfaatkan guna bargaining position perebutan Kapolri. (Akhirnya masuk bahasan kalimat pembuka artikel ini).
Bagi yang belum dengar, nama Obor Rakyat adalah hasil pemberian pejabat DPR yang di kantornya ada kasur. Petunjuk lain, percetakan Obor Rakyat sahamnya juga dimiliki oleh Partainya Surya Paloh lho. Dulu ramai di Polonia soal si orang partai ini begging sampai nangis-nangis jangan sampai namanya (sebagai pemilik percetakan Obor Rakyat) keluar. Bisa dipecat dari partai katanya. Terburuk, bisa memicu pecah koalisi KIH. Meski ia berdalih ini motif pribadi, bisa saja toh memang ada perintah dari Surya Paloh. Siapa yang tahu sebelum diselidik dan disidik? #ThinkIlmiah