Mohon tunggu...
BANYU BIRU
BANYU BIRU Mohon Tunggu... Guru - Guru | Pecandu Fiksi

Orang yang benar-benar bisa merendahkanmu adalah dirimu sendiri. Fokus pada apa yang kamu mulai. Jangan berhenti, selesaikan pertandinganmu.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerita Sepasang Mata di Kebun Karet

4 September 2022   14:31 Diperbarui: 4 September 2022   14:39 920
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Hah?" aku terkejut dengan pernyataan itu. Seketika aku merasa ada luapan emosi yang ingin segera meledak. "bagaimana bisa? Jelas-jelas anjing itu tahu apa yang terjadi di dalam istana dan anjing itu tidak melakukan apapun yang menunjukkan membantu Raja? Bukankah ada perempuan siluman dan para pekerja yang menjadi saksinya?" aku mencecar mereka dengan pertanyaan.

"Kami juga tidak mengerti, mereka tidak mau mendengarkan suara kami," kata perempuan itu.

Aku diam sejenak, berusaha mencerna pernyataan mereka barusan. "Apa maksudnya, mereka tidak mau mendengar suara kami?" tanyaku kemudian.

Kedua perempuan itu bertukar pandangan. Perempuan yang akhirnya kutahu bernama Lastri akhirnya angkat bicara setelah Mira membujuknya.

"Hera," Lastri menyebut namaku. Ia menatapku. Tatapannya semakin menusuk saat kulihat ada cermin di matanya. Matanya mulai berair begitu juga dengan mataku, aku mulai bisa merasakan bitnik-bintik air mulai berat di dalam mataku. "Anjing itu adalah ayahmu dan perempuan siluman itu adalah kami," katanya kemudian. Air mata itu akhirnya berjatuhan, begitu juga dengan Mira.

"Maksudmu, ayahku sudah mati?"

Mereka mengangguk. "suara kami tenggelam di tengah kesenangan mereka dan bahkan mengabaikan kami, padahal masih banyak korban yang belum berani angkat suara karena masih trauma," tandasnya.

Ibu masuk ke dalam kamarku dengan wajah sembab. Matanya memerah. Lalu wanita itu menghambur ke arahku dan memelukku sangat erat. Kamarku sekarang di penuhi dengan air mata karena cerita yang berakhir bahagia pada tokoh di dalamnya tetapi justru berkahir tragis bagi penciptanya sendiri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun