"Riko."
Aku terdiam, kaget, dan berpikir keras. Semua tebakanku yang terpecah-pecah kucoba gabungkan menjadi satu agar menemukan titik temu.
   "Ada rahasia lain kan? Tentang kertas-kertas yang kamu sembunyikan semalam. Itu apa?"
   "Ya, itu rahasia yang aku akan kubicarakan sekarang," Devan memberiku secarik kertas, separuh halaman kertas ukuran A4.
Aku membeku. Itu dua bait puisi, tulisan tangan Devan. Puisi yang menyiratkan ungkapan perasaan.
   "Aku merahasiakan perasaanku, bukan kekagumanku," ujar Devan.
Baru selesai kubaca puisi itu, seorang waiter menghampiriku memberikan secarik kertas. "Maaf Kak, tadi kertas ini tertinggal. Pesan dari pengagum rahasia Kakak."
   Aku membacanya, "Ini sudah berakhir, Cerah. Aku harap kamu bahagia bersama Devan. Aku tidak akan mengagumimu lagi, apalagi memberimu hal-hal yang tak berguna seperti hari-hari sebelumnya. Have fun!"
   Kini kupegang dua carik kertas dengan isi yang berbeda, tulisan dan tujuannya pun berbeda. Aku tidak tahu mana carikan kertas yang akan menjadi favoritku setelah semua kejadian ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H