Mohon tunggu...
Rani Febrina Putri
Rani Febrina Putri Mohon Tunggu... Lainnya - Bachelor of Food Technology | Fiction Enthusiast |

Penyuka fiksi dalam puisi, cerpen, dan novel. Hobi belajar dari buku-buku yang dibaca, orang-orang yang ditemui, lagu-lagu yang didengar, dan tempat-tempat yang dikunjungi.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Secarik Kertas Favoritku

21 Oktober 2023   21:21 Diperbarui: 21 Oktober 2023   21:28 227
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

     Malam esoknya, aku datang lagi. Kali ini double date. Aku punya pacar? Tentu saja, pacar setiaku kini adalah laptop berukuran 14 inch dengan banyak stiker es krim dan cupcake di belakang layarnya. Lalu pasangan satunya lagi? Dia adalah sahabatku, bersama pacarnya juga, laptop gaming ukuran 18 inch, dengan keyboard menyala berwarna hijau.

     Asap rokok menerpa wajahku. Devan buru-buru menepis asap yang keluar dari mulutnya itu ke arah lain yang tidak menerpaku. Aku hanya mengerling ringan, sudah biasa. Aku beralih mengikat rambutku, tetapi tak kutemukan ikat rambut hitam di pergelangan tangan, di meja, di tas, di kursi, di lantai, dan di mana-mana. Devan yang melihatku memegangi rambut sambil mencari-cari sesuatu justru menaruh puntung rokok di asbak, bergerak mendekatiku. Ia memutari sisi meja karena kami duduk berhadapan.

     "Ada gunanya juga aku membawa ikat rambut ini," desis Devan sambil mengikat rambutku asal-asalan. Aku tercengang, sedikit salah tingkah, lalu tertawa.

     Pesanan kami datang, diantar oleh waiter kemarin dengan dada bidangnya, tubuhnya yang tinggi dan proporsional, dan ada setetes madu di senyumnya. Itu membuatnya lebih cocok menjadi model baliho kampus dibanding bekerja di sini. Baru kusadari setelah pertemuan kedua ini bahwa barista sekaligus waiter itu cukup tampan.

     "Loh kok ada french fries lagi, Kak?" tanyaku heran saat ada menu itu lagi di meja kami. Aku sengaja tidak memesannya karena sudah memesan makanan berat, takut kekenyangan.

     "Dari pengagum rahasia lagi Kak," jawab waiter itu santai. Kulirik nametag bertuliskan "Riko" di dadanya.

Kudengar Devan tertawa, mengejekku karena punya pengagum rahasia.

     "Siapa sih Kak? Apa orangnya ada di kafe ini?" tanyaku penasaran.

Riko menyapu pandangan ke sekeliling, lalu berhenti agak lama di wajah Devan yang masih dengan sisa tawanya.

     "Ada kak, tetapi rahasia. Dia bilang Kakak harus cari tahu sendiri."

     "Namanya juga pengagum rahasia, ya rahasia dong," celutuk Devan sambil membukakan tutup botol air mineral dan meletakkannya di hadapanku. Aku melipat bibirku sambil menatap Riko, bergantian ke Devan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun