Mendengar suara anaknya bergetar, Ayah kemudian berlutut di hadapan Naleeka seraya memegangi kedua pundaknya yang lemas.
"Maafkan Ayah harus pergi dengan durasi yang sangat lama, memprioritaskan hal lain dan mengesampingkan dirimu. Aku sungguh menyesal. Ayah dan Ibu tidak merawatmu dengan baik, memaksamu dewasa sebelum waktunya, dan membuatmu harus mengambil keputusan yang besar tanpa arahan dari kami. Maafkan kami, sayang."
Deru haru menghantam dadanya lagi. Naleeka menangis pada rengkuhan Ayahnya.
"Ayah sangat bangga denganmu dan pencapaianmu. Naleeka, kamu menemukan makna yang lebih besar dari keluarga dan rumah, yakni betapa berartinya dirimu dan kamu harus sadar bahwa kamu lebih tangguh daripada yang kamu kira, sayang."
Kata-kata Ayah membuat tangis Naleeka semakin pecah.
Mungkin Naleeka sudah merasa mandiri, tetapi ia masih anak gadis yang sama di mata Ayahnya.
***
Mereka kembali berdiri di depan mercusuar, kini senyum lebar terpancar dari wajah Naleeka yang sedang mengemut permen peri terbuat dari jamur dan madu. Rasa manisnya membuat lidahnya menari bahagia.
Begitupun dengan kebersamaannya dengan Ayah. Ia mengatakan bahwa bangunan mercusuar itu adalah tempat bersejarah di pulau ini. Siapapun yang mendapat giliran menjaga, ia akan diterima oleh rakyat pulau sebagai raja baru mereka.
Naleeka sungguh kagum dengan pencapaian Ayahnya. Ia juga ingin menjadi ratu di pulau ini, bermain dengan para peri dan terbang mengarungi angkasa bersama Junior yang setia menemani.
Arunika mulai menyingsing langit gelap keunguan itu. Bulan dan bintang mulai tenggelam digantikan oleh mentari yang segera menaruh mantel hangatnya di khatulistiwa.