Saat buka bersama di warung itu, aku mencoba untuk jaga marwah. Mencoba untuk tidak banyak cakap dengan Ifan atau Asman. Sebab, aku tak pernah bisa banyak bicara dengan laki-laki manapun. Â Selain Ifan, yang kalau ketemu bawaannya selalu melucu. Â Teman-teman cewek yang lain juga setuju. Mereka, juga merasakan jika Ifan disamping mereka. Mereka akan selalu tertawa.Â
Kali ini aku berusaha untuk tidak banyak cerita dengan Ifan. Biarkalah cerita kami waktu cerita-cerita mengahadapi beragam badai bersama di masa lalu. Walau gak punya hubungan apa-apa. Â Dan gak punya perasaan apa pun. Tetap sama saja Aku dan Ifan teman seperjuangan.Â
Tapi bagiku waktu itu aku sedang berkhalwat, juga ikhtilat . Aku masih mau berteman akrab dengan laki-laki yang bukan mahromku. Walau pun, itu cuma Ifan. Tapi, dia tetap bukan mahromku kan?
Tuan, sejak setahun lalu. Aku telah banyak Ngaji. Aku sudah jatuh cinta dengan keindahan islam. Kali ini, aku tak akan membiarkan terlalu banyak khalwat dan ikhtilat yang gak penting  dalam hidupku.Â
Aku tengah menahan tawa disini.Â
"Kamu kenapa Ra, malu-malu gitu mau ketawa " kata Ifan.Â
"Apaan sih, gak lucu" kataku.
"Ketawa, mah ketawa aja. Gak usah ditahan-tahan " kata Diah, tertawa melihatku.Â
"Iya nih Zahra, Â sok malu-malu. Biasanya blak-blakan" kata Sinar.Â
Aku menunduk malu. Sebetulnya ingin sekali aku tertawa. Tapi, aku harus tahan.Â
"Ra, kamu gak perlu malu-malu gitu dong! Kan disini cuma kita-kita. Aku, Ifan, Diah, Sinar, Karin, dan Tika" kata Asman.Â