Mohon tunggu...
Rahmi Yanti
Rahmi Yanti Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Pengalaman adalah cerita-cerita di masa depan.

Selanjutnya

Tutup

Cerbung

Ifan 2

12 April 2024   15:18 Diperbarui: 12 April 2024   15:46 199
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Id. Pinterest Indonesia 

Kulanjutkan tuan, ceritaku tentang Ifan.  Setelah, beberapa kali kami dipertemukan Allah dalam suatu urusan. Kami tak pernah bergaul secara berlebihan. Ya, walau aku sadar diri.  Terkadang,  aku jadi "Tumpul" karena banyak tertawa disampingnya. 

Waktu dia digosipi punya pacar, seorang alumni pondok.  Aku tak langsung percaya. Karena, aku mengenal Ifan. Ya, walau tampangnya seperti buaya. Tapi,  dia adalah orang yang paham agama. 

"Kata orang-orang kamu punya pacar yah, Fan?" Tanyaku. Saat acara puncak lomba puisi waktu itu.  

"Yeahh... Aku ternyata terkenal juga yah dikalangan Cewek-Cewek " ucapnya nyengar-nyengir.  

Aku tertawa. 

"Aku serius" kataku. 

"Aku juga serius" ucapnya.  

"Terus jawabannya apa?" Kataku. 

"Emang kenapa? Kamu cemburu?" Katanya. 

Aku tertawa, merasa geli. Masa iya, dia kira aku cemburu kepadanya.  Emagnya dia siapa? 

"Pede banget sih" kataku. 

"Aku tahu aku ganteng. Cewek-Cewek juga pada banyak yang ngantri. Tapi sori ye! Aku gak ma pacaran" katanya. 

Aku tertawa, geleng-geleng kepala. 

"Tapi temen dekat wanita banyak. Mungkin mereka kali yah, yang ngaku-ngaku pacarku" ucapnya. 

Aku langsung tertawa. 

"Makanya, jangan kasih peluang  setan buat ngaku" kataku sambil tertawa.  Lalu aku pergi. 

Aku tidak tahu, kenapa aku seberani itu mengurusi hidupnya. Dan ini untuk pertama kalinya, aku tak segan-segannya bertanya tentang status pribadi seorang laki-laki. Barangkali, ini terjadi kara aku merasa Ifan sudah menjadi teman dekatku. 

Ifan juga adalah orang yang selalu membelaku walau pun, satu dunia telah menyalahkanku. Atas kejadian yang amat mengerikan dihidupku. Yang membuat aku, tidak bisa lulus dengan cepat di kampus. 

Saat aku berurusan dengan seorang dosen yang korup itu. Semua teman-temanku yang mengaku dekat denganku. Hilang, ada yang masih disampingku. Tapi, mereka menyalahkanku. Namun Ifan, tidak. Ia lah yang ada saat masa-masa sulitku waktu itu. *

"Zahra, katanya kamu berantam sama dosen yah" katanya, di telpon waktu itu. 

"Ooohh... iya Fan" kataku. 

"Kok bisa?" 

" Biasa, aku ngelawan." kataku becanda. 

"Iihhh... masak seorang muslimah kayak Zahra Zakiatunnisa ngelawan ama dosen senior lagi. Aku gak percaya, ya walau pun kamu bener ngelawan. Aku yakin kamu ngelawan karena kebenaran" katanya. 

"Bisa aja lu!" Kataku.

"Kamu, udah makan?" Tanyanya. 

"Udah tadi.  Makan hati!" Kataku. 

Waktu itu, aku memang dalam kondisi yang megerikan, menurutku. Aku dilanda depresi ringan. Karena teman-teman di kampus banyak yang memojokkanku. Belum lagi, memikirkan aku harus mengulang mata kuliah tahun depan.*

Sore itu, aku memutuskan untuk ikut rapat di organisasiku. Untuk mengalihkan perhatian dan kesedihanku. Sayangnya, kesedihanku tak terlaihkan. Aku malah tidak konsen saat rapat. Pikiranku masih pada kejadian tadi, saat aku mengungkapkan sebuah kebenaran dan tidak ada satu pun yang mendukungku. Padahal,  aku melakukan itu juga karena resah melihat semua mahasiswa yang diperlakukan tidak adil. 

"Mungkin dari wakil bendahara. ada masukan?" Tanya pimpipinan rapat.

Aku wakil bendahara di organisasi ini. Aku juga termasuk pengurusan inti. Sial, tapi pikiranku tak sedang ada di organisasi ini. 

Aku hanya geleng-geleng. Pertanda fidak. Ada masukan dariku. Ifan, yang merupakan salah satu anggota di organisasi ini juga. Melihatku yang tidak konsen. Wajahnya pun sayu saat melihatku. Sial, aku merasa aku sedang kasihani. 

Setelah rapat berakhir. Aku pulang, seperti biasa, aku menaiki angkot warna kuning. Tak ada penumpang satu pun di angkot itu, kecuali Aku. Musik yang dipasang oleh sopir angkot, sangat relate dengan apa yang kurasakan saat ini. 

Ifan, mengirim sebuah pesan whatsapp kepadaku. 

"Zahra, kamu mau gak nyelesain  masalah ini?" Tanyanya. 

"Maksudnya?" Kataku.

"Kita selesaikan masala ini secara baik-baik.  Supaya kamu gak ngulang tahun depan" ucapnya. 

"Caranya?" 

"Besok kamu ikut aku, kita ketemu di kampus" ujarnya.  

"Mau ngapain?" Kataku. 

"Kamu minta maaf sama dosen itu. " 

Blukkk... rasa-rasanya Ifan, sekarang juga sama seperti yang lain. Sama-sama meganggapku bersalah. Aku kira dia mendukungku. Aku kira dia percaya, kalau apa yang kubilang itu adalah benar. Tapi ternyata. Dia sama saia seperti yang lain. Aku mengirim emoji menangis. Lalu kubilang:

"Berarti kamu nganggap aku bersalah kan Fan" kataku. 

Saat itu, aku tengah diangkot, musik sedih amat keras terdengar telingaku. Beberapa geromobolan laki-laki menaiki angkot ini. Secepatnya kulap air mataku yang menetes. 

Ia mengirim pesan kalrifikasi panjang lebar padaku. Tak kuhaturkan sedikit pun. Sesampai di rumah aku berbaring.  Lalu tertidur. Saat, pagi aku buka pesan whatsapp Ifan. 

"Zahra, aku tahu ini berat. Tapi, ini berhubungan dengan perkuliahanmu. Dosen laknat itu, telah mengancam kamu mengulang tahun depan. Gimana persaan orangtuamu jika tahu ini.  Gak ada salahnya kita mengalah. Mengalah belum tentu kalah, Zahra. " 

Wah, ternyata hal-hal yang disamapikannya selalu berbobot dan tak menyinggung  sama sekali.

Aku baca pesan itu. Lalu kujawab

"Iya, makasih ya Fan" jawabku. 

Setelah melihatku,  menjawab pesannya. Ia menelponku. 

"Gimana Zahra? Kamu mau kan minta maaf sama dosen itu? Biar kamu aman Ra. Nanti aku temenin" katanya. 

"Nggak usah, nggak papa. Nanti aku pikir-pikir dulu. Doain aja hatiku terbuka" kataku. 

" Aku percaya sama kamu Zahra! Aku salut sama keberanian kamu! Kamu keren" katanya. 

"Iihhh...malah gombal" kataku tertawa. 

"Ini nih. Masalah kamu Ra, aku lagi mode serius nih." Ucapnya.  

"Masa'?" Kataku. 

"Serius Ra, ini aku mode serius.  Kamu itu hebat, kamu berani mengungkapkan kebenaran sebesar itu. Padahal kamu seorang perempuan.  Kamu betul-betul pejuang dakwah yang mulia" katanya. 

Suaranya memang kedengaran serius, tapi aku yakin dia bercanda.  Dia hanya ingin menghiburku saja.

Maha baiknya Allah, dia maha membolak-balikkan hati manusia. Akhirnya setelah tiga hari percakapanku dan Ifan.  Aku datang ke kantor dosen yang paling merasa disakiti itu. Dengan pertimbangan, sebentar lagi idul adha.  Aku ke kantornya dan minta maaf. 

Mengejutkan! Dia langsung memberi maaf. Rupanya karena,  ruangannya sedang ramai dikunjungi dosen dosen lain. *

"Rontok gigimu ketawa terus, Ra" kata Ifan. 

"Habisnya, dari tadi kamu ngelawak mulu" ucapku. 

Aku dan yang lain sedang ada dalam sebuah warung. Karena setelah kami bagikan mie-mie itu kepada anak-anak di masjid Muhajirin. Kami pun kesini untuk buka bersama. Hanya bertujuh. Itu, karena kami segan kepada bapak-bapak yang sedang i'tikaf di masjid itu. 

"Sholat kita gimana?" Kataku. 

"Aman Ra, disana ada tempat sholat kok" ucap Asman. 

Saat buka bersama di warung itu, aku mencoba untuk jaga marwah. Mencoba untuk tidak banyak cakap dengan Ifan atau Asman. Sebab, aku tak pernah bisa banyak bicara dengan laki-laki manapun.  Selain Ifan, yang kalau ketemu bawaannya selalu melucu.  Teman-teman cewek yang lain juga setuju. Mereka, juga merasakan jika Ifan disamping mereka. Mereka akan selalu tertawa. 

Kali ini aku berusaha untuk tidak banyak cerita dengan Ifan. Biarkalah cerita kami waktu cerita-cerita mengahadapi beragam badai bersama di masa lalu. Walau gak punya hubungan apa-apa.  Dan gak punya perasaan apa pun. Tetap sama saja Aku dan Ifan teman seperjuangan. 

Tapi bagiku waktu itu aku sedang berkhalwat, juga ikhtilat . Aku masih mau berteman akrab dengan laki-laki yang bukan mahromku. Walau pun, itu cuma Ifan. Tapi, dia tetap bukan mahromku kan?

Tuan, sejak setahun lalu. Aku telah banyak Ngaji. Aku sudah jatuh cinta dengan keindahan islam. Kali ini, aku tak akan membiarkan terlalu banyak khalwat dan ikhtilat yang gak penting  dalam hidupku. 

Aku tengah menahan tawa disini. 

"Kamu kenapa Ra, malu-malu gitu mau ketawa " kata Ifan. 

"Apaan sih, gak lucu" kataku.

"Ketawa, mah ketawa aja. Gak usah ditahan-tahan " kata Diah, tertawa melihatku. 

"Iya nih Zahra,  sok malu-malu. Biasanya blak-blakan" kata Sinar. 

Aku menunduk malu. Sebetulnya ingin sekali aku tertawa. Tapi, aku harus tahan. 

"Ra, kamu gak perlu malu-malu gitu dong! Kan disini cuma kita-kita. Aku, Ifan, Diah, Sinar, Karin, dan Tika" kata Asman. 

Aku hanya menganggukkan kepala sambil tersenyum. 

"Sebetulnya, Zahra gak mau ketawa karena takut giginya copot" ucap Ifan. 

Semuanya tertawa. Akhirnya aku pun ikut tertawa. Pecah, malam itu akhirnya marwah yang kujaga-juga.  Jatuh juga. Aku ikut tertawa dan setiap kali Ifan mengajak becanda seperti biasa,  aku balas dengan candaan. Aku dan Ifan memang punya kecocokan dalam hal humor.  Semoga Allah memafkanku. Atas ikhtilat yang gak penting ini Ya Allah.

Makanan telah habis kami lahap, adzan isya berkumandang.  Kami bersiap-siap segera pulang. Karena kami harus solat  isya dan tarawih. 

Dari 5 oang kami perempuan, hanya Aku yang arahnya berbeda dari mereka. Angkot mereka duluan tiba. Diah, Sinar, Karin,  dan Tika  pulang duluan.  

Sementara aku, aku masih menunggu angkot. Tak ada satu pun yang lewat. Ifan tak mau pulang, ia menjagaku selayaknya seorang kakak.

"Atau, kamu aku antar aja. Pakai sepeda motor?" Katanya. 

"Nggak!  Kalau mau duluan duluan aja" kataku.  

Asman yang ada disebrang jalan, pun menyebrang. 

"Kalau gak, kamu diantar Asman,  mau?" Kata Ifan lagi. 

"Nggak Fan! Bentar lagi angkotnya pasti datang. 

Ifan menganggukkan kepala. Kami terus melihat ke arah depan jalan, melihat apa angkot sudah lewat. Namun tak kunjung datang juga. 

"Fan, Man, kalian pulang duluan aja. Nanti kalian telat isya dan tarawih." Ucapku.

"Nggak..nggak!" 

Tolong tuan, aku merasa bersalah. Karena aku harus ada diposisi ini lagi. Dan saat aku sudah Ngaji. Apalagi saat ini di malam ramadan yang mulia. Aku malah dikawal oleh dua orang yang bukan mahromku. Lagi-lagi kejadian ni terjadi. 

Dan seperti biasa, saat aku sedang terlihat bermaksiat. Aku langsung mengingatmu tuan. Bagaimana jika kamu tahu ini tuan? Oh iya tuan. Maafkan Aku, apa pedulimu? Aku kan bukan siapa-siapa mu. Masudku, jika Allah tahu ini, bagaimana? Semoga Alalh mengampuniku tuan. 

 

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun