"Aku hanya tahu banyak tentang hewan-hewan, namun payah akan hal lain." Ia menunduk dengan wajah bersemu merah.
"Tidak apa-apa, seru kok."
"Jadi.. perlu dilatih dulu ya, untuk menjadi kuat?" Aku membuka kembali percakapan karena suaranya tidak kunjung terdengar.
"Iya." Jawabnya singkat.
Aku langsung kembali mengingat Raven, yang dilatih untuk menjadi gagah berani menerjang arus setelah kepergian ibunya. Ia tetaplah cinta pertamaku, dan seorang yang kubayangkan berada di penghujung jalan.
Lalu aku bertemu Kai, yang mengenali arusnya, hewan-hewan, alam sekitarnya, dan arti dari setiap hal kecil dalam hidup. Di dekatnya aku merasa lebih ringan, seolah sedang bermain dengan arus.
Semua orang mempunyai filosofi mereka sendiri akan cinta. Namun bagiku, cinta memberikan pelajaran agar menjadikan kita seorang yang lebih kuat. Seperti ndara yang berjalan di atas pasir, berjalan mensyukuri sukacita maupun dukacita. Hingga tiba saatnya kelak, aku menemukan alasan di balik keberadaanku.
Hujan akhirnya mereda di Tanah Marapu.
 "Kamu mau coba?" Kai menawariku untuk menunggangi kudanya.
Aku mengangguk, dan ia membantuku menaiki punggung ndara. Setelah berhasil menjaga keseimbangan, aku bertepuk tangan dan tertawa senang seperti anak kecil. Ia membalasku dengan senyuman hangat. Hidup memang penuh terkaan.Â
Kurasa sepanjang kisahku dipenuhi dengan filosofi orang yang sedang patah hati. Namun, kini senja terlihat begitu indah.
TAMAT