1) KUHP lama : Pasal 304 sampai dengan 308 Bab XV tentang meninggalkan orang yang perlu ditolong.
Pertanggungjawaban pidana terhadap orang tua dalam kasus penelantaran anak diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Indonesia, khususnya pada Pasal 304 hingga 308 yang berada di Bab Xi tentang “Meninggalkan Orang yang Perlu Ditolong”. Pasal-pasal ini menegaskan bahwa orang tua atau pengasuh memiliki kewajiban untuk memberikan perawatan dan perlindungan kepada anak-anak mereka. Dalam konteks hukum, penelantaran anak dianggap sebagai tindakan melanggar hukum yang dapat dikenakan sanksi pidana, sehingga memberikan dasar bagi penegakan hukum terhadap orang tua yang gagal memenuhi tanggung jawab ini. Pasal 304 KUHP menyatakan bahwa barang siapa dengan sengaja menempatkan atau membiarkan seseorang dalam keadaan sengsara, padahal menurut hukum ia wajib memberikan perawatan, dapat dikenakan pidana. Hal ini mencakup tindakan penelantaran anak, di mana orang tua yang tidak memenuhi kebutuhan dasar anaknya, seperti makanan, pendidikan, dan kesehatan dapat dianggap melanggar pasal ini. Sanksi yang diatur dalam pasal ini menunjukkan bahwa ada konsekuensi hukum bagi orang tua yang dengan sengaja mengabaikan tanggung jawab mereka.
Selanjutnya, Pasal 305 KUHP secara khusus mengatur tentang meninggalkan anak yang belum berusia tujuh tahun. Jika seorang orang tua meninggalkan anak tersebut dengan maksud untuk melepaskan diri dari tanggung jawabnya, mereka dapat dikenakan hukuman penjara. Hal ini menunjukkan bahwa hukum memberikan perlindungan ekstra bagi anak-anak yang masih sangat muda dan rentan. Dalam hal ini, tindakan penelantaran tidak hanya dianggap sebagai kelalaian tetapi juga sebagai pelanggaran serius yang dapat berujung pada sanksi pidana. Pasal 306 hingga 308 KUHP menetapkan sanksi lebih berat jika tindakan penelantaran mengakibatkan luka-luka berat atau kematian pada anak. Ini menunjukkan bahwa sistem hukum Indonesia menganggap serius masalah penelantaran anak dan memberikan sanksi tegas untuk mencegah tindakan tersebut. Dengan demikian, orang tua yang tidak memenuhi kewajiban mereka dapat dihadapkan pada konsekuensi hukum yang serius, mencerminkan komitmen negara untuk melindungi hak-hak anak dan memastikan kesejahteraan mereka.
2) KUHP Baru : Pasal 432 sampai dengan 435 Bab XIV tentang tindak pidana penelantaran orang.
Pertanggungjawaban pidana terhadap orang tua dalam kasus penelantaran anak diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) baru, khususnya pada Pasal 432 hingga 435 yang terdapat dalam Bab XIi tentang tindak pidana penelantaran orang. Pasal-pasal ini menegaskan bahwa setiap orang, termasuk orang tua, memiliki kewajiban untuk merawat dan memelihara anak-anak mereka. Dalam hal ini, penelantaran anak dapat dianggap sebagai pelanggaran hukum yang dapat dikenakan sanksi pidana, mencerminkan komitmen negara untuk melindungi hak-hak anak. Pasal 432 KUHP baru menyatakan bahwa setiap orang yang menempatkan atau membiarkan orang dalam keadaan terlantar, padahal menurut hukum ia wajib memberi nafkah, merawat, atau memelihara orang tersebut, dapat dijatuhi pidana penjara paling lama dua tahun. Ini menunjukkan bahwa ada tanggung jawab hukum yang jelas bagi orang tua untuk memenuhi kebutuhan dasar anak mereka. Jika mereka gagal melaksanakan kewajiban ini, mereka dapat dihadapkan pada konsekuensi hukum yang serius. Pasal 433 menegaskan bahwa jika tindakan penelantaran mengakibatkan luka-luka berat atau kematian pada anak, sanksi pidana akan lebih berat. Ini mencerminkan keseriusan hukum dalam menangani kasus penelantaran anak dan memberikan perlindungan ekstra bagi anak-anak yang rentan.
Dengan demikian, tindakan penelantaran tidak hanya dianggap sebagai kelalaian tetapi juga sebagai pelanggaran serius yang dapat berujung pada sanksi pidana yang lebih berat. Pasal 434 dan 435 menambahkan bahwa jika pelaku adalah orang tua dari anak yang ditelantarkan, maka hukuman yang dijatuhkan dapat ditingkatkan. Hal ini menunjukkan bahwa undang-undang memberikan perhatian lebih kepada pelanggaran yang dilakukan oleh orang tua terhadap anak-anak mereka sendiri. Dengan demikian, sistem hukum Indonesia berupaya untuk memastikan bahwa orang tua bertanggung jawab atas tindakan mereka dan menjamin perlindungan hak-hak anak melalui sanksi pidana yang tegas.
3) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak : Pasal 76 huruf b jo Pasal 77 huruf b
Pertanggungjawaban pidana terhadap orang tua dalam kasus penelantaran anak diatur dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, khususnya pada Pasal 76 huruf b dan Pasal 77 huruf b. Pasal 76 huruf b menegaskan bahwa setiap orang dilarang menempatkan, membiarkan, melibatkan, atau menyuruh melibatkan anak dalam situasi yang mengakibatkan perlakuan salah dan penelantaran. Ini menunjukkan bahwa orangtua memiliki tanggung jawab hukum untuk memastikan bahwa anak-anak mereka tidak mengalami penelantaran dalam bentuk apapun. Selanjutnya, Pasal 77 huruf b mengatur sanksi bagi pelanggar ketentuan tersebut. Setiap orang yang melanggar ketentuan dalam Pasal 76B dapat dikenakan pidana penjara paling lama lima tahun dan/atau denda paling banyak Rp100.000.000,00. Sanksi ini mencerminkan keseriusan hukum dalam menangani kasus penelantaran anak dan memberikan efek jera bagi pelaku. Dengan demikian, orang tua yang gagal memenuhi kewajiban mereka terhadap anak dapat dihadapkan pada konsekuensi hukum yang berat.
Penting untuk dicatat bahwa penelantaran anak dapat terjadi dalam berbagai bentuk ,termasuk pengabaian fisik, emosional, pendidikan, dan kesehatan. Undang-Undang ini memberikan perlindungan yang komprehensif bagi anak-anak dengan menetapkan bahwa setiap tindakan yang merugikan anak dapat dikenakan sanksi pidana. Hal ini menunjukkan komitmen negara untuk melindungi hak-hak anak dan memastikan kesejahteraan mereka.
Secara keseluruhan, landasan hukum ini tidak hanya berfungsi untuk menghukum pelaku penelantaran anak tetapi juga sebagai upaya preventif untuk mencegah terjadinya tindakan serupa di masa depan. Dengan adanya ketentuan hukum yang jelas, diharapkan orang tua lebih memahami tanggung jawab mereka dan berkomitmen untuk memberikan perawatan dan perlindungan yang layak bagi anak-anak mereka. Dengan demikian, dapat ditarik kesimpulan bahwa pertanggungjawaban pidana terhadap orang tua dalam kasus penelantaran anak diatur oleh beberapa undang-undang dan pasal-pasal hukum pidana. Yang menegaskan bahwa tanggung jawab hukum orang tua untuk memenuhi kebutuhan dasar anak-anak mereka dan memberikan sanksi tegas bagi pelanggaran tersebut.
Pertanggungjawaban Perdata Terhadap Orang Tua dalam kasus Penelantaran Anak