"Ve, Ve sayang mama?" tanyaku pada adikku yang sangat mencintai hujan itu. Dia selalu duduk di tepi jendela ketika hujan turun. Katanya hujan selalu turun bersama peri-peri baik. Sulit memang memahami pribadi introver seperti dia.
"Dengan semua jiwa raga Ve, Mbak." Jawabnya singkat.
"Nah, sekarang mbak mau Ve ambil Rosario. Kita ke kamar Junior, yah."
Ve tak melawan. Dia memang bukan anak pemberontak sejak kecil. Tapi tak sepenuhnya penurut.
"Ju, Ju sayang mama?" tanyaku pada satu-satunya saudara lelakiku itu.
"Apa sih, Mbak. Garing tau" Sahut Junior ketus.
"Ditanya sama yang lebih tua itu jawabnya yang sopan." Ve menyambar secepat kilat.
"Kita doa Rosario yok. Buat Mama." Air mataku rasanya tak mampu lagi kubendung.
"Mama lagi di ICU. Kecelakaan tunggal waktu pulang dari tempat Om Dinan tadi." Aku beranikan diri menyampaikan kabar itu pada mereka dengan suara yang gemetar.
Ju tak lagi membantahku dengan ketus. Dia langsung memimpin doa Rosario kami di tengah hujan deras yang tak kunjung reda. Kami masih belum menemukan cara untuk menyampaikan hal ini pada papa.
Salam Putri Allah Bapa,Â