Mohon tunggu...
Piccolo
Piccolo Mohon Tunggu... Hoteliers - Orang biasa

Cuma seorang ibu biasa

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Tabung Oksigen untuk Papa, Bukti Cinta Mama yang Terakhir

16 Juli 2021   15:58 Diperbarui: 16 Juli 2021   17:23 353
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Papaku memang lebih susah dibujuk ketimbang mama. Aku bahkan bisa melihat beberapa hal diantara mereka justru tertukar. Mamaku lebih berani dan mandiri ketimbang papa. Mama juga cenderung lebih tenang menyikapi sesuatu, tidak seperti papa yang emosional. Itu kenapa mama lebih bisa mencari jalan keluar dari setiap masalah ketimbang papa. Sejak kecil, aku begitu mengidolakan mamaku.

"Ma, temenin aku swab, yah."

Kalimat papa bikin aku kaget bukan main. Sudah lebih setahun bumi ini bergumul dengan pandemik, tapi bagiku hal itu tak juga membuatku terbiasa setiap kali mendengar ada orang  yang terpapar. Apalagi keluargaku. Aku panik, cemas, ketakutan. Berbeda dengan mama. Wajahnya tetap saja tenang. Tak ada kepanikan terpancar dari sana.

"Ayok, pa..." Ajak mama setelah selesai berganti pakaian.

"Ma, kabarin Re secepatnya ya." Aku memberangkatkan mereka.

Aku mengambil Rosarioku untuk berdoa sembari menghilangkan cemasku. Ingatanku kembali ke masa dimana mama berjuang melawan virus jahat ini. Tapi secemas apa pun kami waktu itu, mama selalu menguatkan kami. Aku sering malu pada mama. Di kondisi buruknya sekalipun, mama tetap menguatkan kami, jadi sandaran ternyaman untuk kami. Pelukan mama selalu yang terhangat, ternyaman dan paling menenangkan.

"Re, papa positif nih. Kita tracing ya. Kamu, Novena sama Junior. Nggak usa panik. Semua bakal baik-baik aja." Suara mama yang kudengar dari telepon seluler itu sangat tenang.

Aku membawa dua adikku ke laboratorium yang sama dengan papa. Langkahku sudah sangat gemetar. Lututku lemas, perutku mules, kaki dan tanganku dingin karena rasa takut.

"Ok... jadi hasilnya udah keluar. Dan mama uda telepon beberapa rumah sakit. Kalau kalian semua harus isomann di rumah sakit, keuangan kita nggak bakal cukup. Selain itu, beberapa temen dokter mama juga bilang semua rumah sakit penuh.  Jadi, mama rasa kalian isomann di rumah aja ya. Cuma mama yang hasilnya negatif."

Aku seperti tersambar petir. Jantungku rasanya seperti berhenti berdetak. Aku dan adik-adikku bahkan terlihat sangat sehat. Hanya papa yang memang tak enak badan beberapa hari lalu.

"Yok pulang. Kita siapin semua di rumah." Kata-kata mama masih begitu penuh dengan semangat. Selalu penuh energi posotif.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun