Mama berjalan di depan kami. Seolah menjadi pemimpin barisan. Sementara aku, papa, Novena dan Junior mengikuti langkah mama dari belakang dengan jiwa yang kosong.
Kami masih sangat terkejut dengan hasil swab kami. Duduk terbodoh seperti kehilangan akal sehat, sementara mama menyiapkan keperluan kami untuk isomann di rumah.
"Re, kamu selama isoman tidur sama Ve dulu, ya. Papa sama Junior juga satu kamar. Biar kalian ada temen sekamar, jadi nggak bosen juga. Selain itu, bisa saling pantau juga kan." Mama meberikan instruksi.
Hari ke-5 isoman. Aku dan Ve kehilangan penciuman kami. Dan kondisi papa menurun. Napas papa semakin sesak. Junior secara mental justru semakin tidak baik karena harus melihat papa yang kesulitan bernapas. Mama akhirnya memindahkan Junior ke kamar Ve.
"Mama pergi sebentar ya. Ada temen yang bisa bantu pinjamin tabung oksigen buat papa. Mama janji nggak akan lama. Telepon Mama kalau ada apa-apa."
Melihat mama dari belakang aku sadar satu hal. Aku tak  lebih dari seorang anak kecil yang terperangkap di tubuh orang dewasa. Aku bahkan tak bisa melakukan apa pun tanpa  mama. Selama ini aku pikir aku tumbuh sangat mandiri. Ternyata aku salah!
Re, mama uda dapat tabung oksigen buat papa. Sebentar lagi mama pulang ya. Di sini hujan deras.Â
Mamaku nyaris tak pernah gagal dalam segala hal. Aku baru ingat satu hal. Ketika mama berjuang melawan covid setahun yang lalu, tepat di awal pandemik masuk ke Negara ini, papa justru selingkuh di belakang mama. Entah kekuatan apa yang membuat mama sanggup melupakan sakit hatinya, tak membalas perlakuan papa. Mama justru berdiri paling depan untuk memperjuangkan papa. Mama yang sejak dulu menggantikan papa menjadi tulang punggung di keluarga kami. Mama sebenarnya punya banyak alasan untuk meninggalkan papa. Papaku hanya seorang photographer freelancer. Â Mama bahkan tak pernah menuntut papa untuk memberikan nafkah untuk kami. Sepanjang mama bekerja diluar kota, mamalah yang selalu mentrasnfer biaya hidup kami mulai dari keperluan bulanan, uang listrik, air, uang sekolah dan biaya lainnya.
Aku memang selalu gagal memahami mama. Aku tak pernah tau darimana asal ketegaran hati mama. Bahkan ketika mama tau kenyataan bahwa papa selingkuh ketika mama berjuang untuk tetap hidup melawan covid-19 lalu. Papa tak hanya berselingkuh. Hubungan papa dengan selingkuhannya bahkan sudah terlalu jauh. Waktu itu mama juga menemukan bukti percakapan papa dengan teman-temannya yang memberikan papa pinjaman sejumlah uang untuk check in di hotel dengan selingkuhannya.
Setiap kali aku bertanya, jawaban mama hanya satu. Nanti kalau kalian yang meminta mama meninggalkan papa kalian, mama baru akan melakukannya. Kalau kalian nggak minta, ya ngapain mama ninggalin papa.Â
"Permisi...." Aku melihat ada seseorang bermantel hujan berdiri di depan gerbang dengan tabung oksigen disampingnya.