"Ma, Harika mau Tanya sesuatu. Bolehkah?"
Nurli mendadak tegang. Sudah begitu lama anak gadisnya itu menjaga jarak dengannya. Sekarang kenapa hanya untuk bertanya saja dia harus meminta ijin.
"Ma, boleh Harika tahu alasannya kenapa Mama minta Harika untuk memaafkan Om Tyo? Orang yang sudah bikin kita kehilangan Papa."
Nurli lega akhirnya Harika menanyakan hal itu. Walau butuh waktu bertahun-tahun dan proses yang cukup lama.
"Lalu apa kamu punya saran bagaimana kita sebaiknya?" Pertanyaan Nurli membuat Harika beku. Harika tak punya jawaban apa pun atas pertanyaan Ibunya.
"Setidaknya bukan memaafkan, Ma." Nada bicara Harika meninggi.
"Lalu apa mungkin untuk melupakan?"
Harika benci untuk benar-benar mengakui kalau pertanyaan Ibunya kali ini benar. Ingatan itu akan tetap menempel di kepala. Seumur hidup mereka.
"Nak, tahukah kamu kenapa kami menamimu Harika?"
"Yang aku tau hanya Harika berarti keajaiban."
"Benar. Karena semua tentangmu adalah keajaiban bagi kami orang tuamu. Juga tentang hatimu. Hati yang penuh keajaiban. Membalas perbuatan Om Tyo tidak akan menyelesaikan masalah, justru akan menambah masalah. Ikhlaskan, Nak. Belajar dan berproseslah. Papa tak pernah mengajarimu untuk dendam, bukan? Kami menamaimu Harika, supaya hatimu dipenuhi keajaiban. Tak menyisakan ruang untuk kebencian. Romo Bono bilang, kamu tak ingin mengecewakan Tuhanmu. Tak ada sehelai rambut pun yang jatuh tanpa ijin Tuhan. Termasuk apa yang kita alami sekarang. Apa yang kita alami sekarang bahkan sudah digariskan Tuhan sejak kita masih di dalam kandungan. Termasuk apa yang dialami Papa. Mama lebih tak ingin semakin menderita karena melihat anak Mama hatinya dipenuhi kebencian."