Mohon tunggu...
PHANJI MAULANA ZAELULMUTAQIN
PHANJI MAULANA ZAELULMUTAQIN Mohon Tunggu... Akuntan - Mahasiswa

Mahasiswa Magister Akutansi - NIM 55523110039 - Fakultas Ekonomi dan Bisnis - Universitas Mercu Buana - Pajak Internasional - Dosen : Prof. Dr, Apollo, M.si,Ak

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Kuis 15 - Pajak Internarional - CPMK 14 Penyelesaian Sengketa Transfer Princing

23 Desember 2024   10:08 Diperbarui: 23 Desember 2024   10:08 32
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Diskursus Proff Apollo Daito

Siapa pak itu Hanah Arendt ?

Hannah Arendt, dalam karyanya "The Human Condition," mengeksplorasi konsep kondisi manusia dan pluralitas sebagai inti dari kehidupan politik. Ia membedakan antara tiga jenis aktivitas manusia: kerja, karya, dan aksi.

Konsep Dasar Arendt

Kerja: Aktivitas yang berhubungan dengan kebutuhan dasar individu dan berlangsung di ranah privat.

Karya: Proses penciptaan artefak yang memberikan makna dan daya tahan terhadap waktu, tetapi juga tetap berada dalam ranah privat.

Aksi: Satu-satunya aktivitas yang terhubung langsung antar manusia tanpa perantara, yang terjadi di ranah publik. Aksi ini mencerminkan pluralitas dan kebebasan individu, serta menjadi syarat mutlak untuk mewujudkan kondisi politik yang manusiawi.

Pluralitas dalam Kehidupan Politik

Arendt menekankan bahwa pluralitas---keberadaan berbagai individu dengan identitas unik---adalah kondisi esensial bagi kehidupan politik. Tanpa pluralitas, tindakan manusia akan kehilangan makna, karena interaksi sosial yang beragam adalah kunci untuk membangun komunitas dan dialog publik24. Dalam pandangannya, negara harus menciptakan ruang bagi kebebasan dan hak-hak dasar warga negara untuk mencegah totalitarianisme, yang dapat menghilangkan identitas individu.

Pajak Internasional dan Kondisi Manusia

Dalam konteks pajak internasional, pemikiran Arendt dapat diterapkan untuk memahami bagaimana sistem perpajakan berfungsi dalam kerangka pluralitas dan kebebasan individu. Pajak bukan hanya alat pengumpulan dana bagi negara, tetapi juga mencerminkan hubungan antara individu dan negara dalam konteks solidaritas sosial dan tanggung jawab kolektif67. Dengan demikian, pajak dapat dilihat sebagai manifestasi dari kondisi manusia yang kompleks, di mana individu berkontribusi pada kesejahteraan bersama sambil mempertahankan identitas dan kebebasan mereka.

Dengan demikian, pemikiran Arendt memberikan wawasan mendalam tentang bagaimana kondisi manusia dan pluralitas harus dipertimbangkan dalam diskursus perpajakan internasional, serta pentingnya menjaga keseimbangan antara kekuasaan negara dan kebebasan individu

Hannah Arendt menggambarkan hubungan antara birokrasi kekuasaan dan massa dalam konteks pajak internasional dengan menyoroti bagaimana struktur birokrasi dapat menciptakan jarak antara individu dan kekuasaan. Dalam pandangannya, birokrasi sering kali berfungsi sebagai alat yang mengalienasi individu dari proses pengambilan keputusan politik, termasuk dalam hal perpajakan.

Birokrasi Kekuasaan

Alienasi Individu: Arendt berpendapat bahwa birokrasi dapat menghilangkan identitas individu dan mengubah mereka menjadi bagian dari massa yang tidak memiliki suara dalam kebijakan yang mempengaruhi hidup mereka. Dalam konteks pajak internasional, ini berarti bahwa individu mungkin merasa terputus dari proses di mana keputusan perpajakan dibuat, sehingga mengurangi partisipasi mereka dalam kehidupan politik.

Kekuasaan Totaliter: Dalam analisisnya tentang totalitarianisme, Arendt menunjukkan bagaimana rezim yang kuat dapat menggunakan birokrasi untuk mengontrol massa. Pajak menjadi salah satu instrumen di mana negara dapat memperkuat kekuasaannya atas individu, memanfaatkan sistem perpajakan untuk mendukung agenda politik tertentu yang mungkin tidak sejalan dengan kepentingan publik.

Massa dan Peranannya

Massa sebagai Subjek Pasif: Dalam konteks pajak internasional, massa sering kali dipandang sebagai subjek pasif yang menerima keputusan tanpa keterlibatan aktif. Arendt berargumen bahwa ketika individu kehilangan kemampuan untuk bertindak secara kolektif dan terlibat dalam dialog publik, mereka menjadi lebih rentan terhadap manipulasi oleh kekuasaan birokratis.

Kebutuhan untuk Partisipasi: Arendt menekankan pentingnya partisipasi aktif dalam kehidupan politik. Untuk mencegah alienasi dan dominasi oleh birokrasi, individu harus diberdayakan untuk terlibat dalam proses pengambilan keputusan, termasuk dalam hal perpajakan. Ini menciptakan ruang bagi pluralitas dan dialog yang sehat dalam masyarakat.

Dengan demikian, Arendt mengajak kita untuk mempertimbangkan kembali bagaimana struktur birokrasi berinteraksi dengan massa dalam konteks pajak internasional, serta pentingnya menjaga keterlibatan individu dalam proses politik untuk mencegah dominasi dan alienasi.

Hannah Arendt melihat dampak birokrasi kekuasaan terhadap kebebasan individu dengan cara yang mendalam, terutama dalam konteks totalitarianisme. Ia berpendapat bahwa birokrasi, ketika dikelola oleh kekuasaan otoriter, dapat menghilangkan kebebasan individu dan memengaruhi kemampuan mereka untuk berpikir secara kritis.

Dampak Birokrasi terhadap Kebebasan Individu

Dehumanisasi dan Alienasi: Arendt mencatat bahwa dalam sistem totaliter, individu sering kali mengalami dehumanisasi, di mana mereka diperlakukan sebagai objek atau angka dalam sistem birokrasi. Hal ini mengakibatkan hilangnya identitas dan otonomi, membuat individu merasa terasing dari keputusan yang mempengaruhi hidup mereka.

Pemasungan Kebebasan Berpikir: Dalam pandangannya, birokrasi yang dikuasai oleh kekuasaan dapat membatasi kebebasan berpikir. Arendt menekankan bahwa kebebasan berpikir adalah hak asasi yang fundamental, dan ketika individu tidak dapat berpikir secara independen atau mempertanyakan otoritas, mereka kehilangan kapasitas untuk mengevaluasi tindakan mereka secara moral24. Ini menciptakan kondisi di mana kejahatan dapat terjadi tanpa refleksi kritis.

Kekuasaan Totalitarian dan Kontrol: Arendt menggambarkan totalitarianisme sebagai sistem di mana kekuasaan menembus setiap aspek kehidupan individu, baik di ruang publik maupun privat. Dalam konteks ini, kebebasan setiap warga negara direduksi, dan semua aspek kehidupan diatur oleh pemerintah tanpa ruang untuk perdebatan atau oposisi34. Ini menunjukkan bagaimana birokrasi dapat menjadi alat penindasan yang efektif.

Kekurangan Ruang untuk Partisipasi: Arendt berargumen bahwa tanpa partisipasi aktif dalam politik, individu akan kehilangan kebebasan mereka. Ruang publik harus dipelihara agar individu dapat berinteraksi dan berdebat tentang isu-isu penting. Ketika birokrasi mengontrol ruang ini, suara individu menjadi tidak terdengar.

Secara keseluruhan, Arendt memperingatkan bahwa birokrasi yang tidak terkendali dalam konteks kekuasaan dapat mengancam kebebasan individu dengan menciptakan struktur yang menekan pemikiran kritis dan partisipasi aktif dalam masyarakat.

Apa Saja Hannah Arendt Memberikan Analisis Totitarianisme 

Hannah Arendt memberikan analisis mendalam tentang hubungan antara totalitarianisme dan kehilangan kebebasan individu. Dalam karyanya, terutama "The Origins of Totalitarianism," Arendt menggambarkan totalitarianisme sebagai sistem pemerintahan yang tidak hanya menindas secara fisik tetapi juga menghilangkan esensi manusia itu sendiri, termasuk kebebasan berpikir dan bertindak.

Totalitarianisme dan Kehilangan Kebebasan

Pengendalian Total: Arendt menegaskan bahwa totalitarianisme berusaha mengendalikan semua aspek kehidupan individu, baik di ruang publik maupun privat. Dalam sistem ini, individu kehilangan otonomi dan kebebasan mereka, karena semua tindakan dan pemikiran mereka diatur oleh negara.

Penindasan Kebebasan Berpikir: Salah satu karakteristik utama dari rezim totaliter adalah penindasan terhadap kebebasan berpikir. Arendt mencatat bahwa individu dalam sistem ini tidak hanya ditekan secara fisik, tetapi juga kehilangan kemampuan untuk berpikir secara independen dan mempertanyakan otoritas12. Hal ini menciptakan kondisi di mana kejahatan dapat dilakukan tanpa refleksi moral, yang ia sebut sebagai banalitas kejahatan.

Alienasi dan Isolasi: Dalam konteks totalitarianisme, individu sering kali merasa terasing dan terisolasi. Arendt menunjukkan bahwa kesepian ini digunakan oleh rezim totaliter untuk mengontrol populasi, mengurangi kemungkinan perlawanan atau kritik terhadap kekuasaan4. Ketika individu merasa sendirian dan tidak memiliki jaringan sosial yang mendukung, mereka lebih mudah untuk dipengaruhi oleh ideologi yang mendominasi.

Kehilangan Ruang Publik: Arendt menekankan pentingnya ruang publik sebagai arena untuk partisipasi politik. Dalam sistem totaliter, ruang publik sering kali dimanipulasi atau dihilangkan, sehingga individu tidak memiliki kesempatan untuk berinteraksi secara bebas atau menyuarakan pendapat mereka35. Ini mengarah pada pengurangan pluralitas dan keberagaman dalam masyarakat.

Arendt berargumen bahwa totalitarianisme bukan hanya ancaman terhadap kebebasan politik tetapi juga terhadap esensi manusia itu sendiri. Dengan menghancurkan kebebasan berpikir dan bertindak, rezim totaliter menciptakan masyarakat di mana individu diperlakukan sebagai mesin yang tidak memiliki kapasitas moral untuk menilai tindakan mereka. Oleh karena itu, pemeliharaan kebebasan berpikir dan ruang publik sangat penting untuk melawan ancaman totalitarianisme dan mempertahankan kehidupan politik yang sehat.

Pajak internasional merujuk pada kesepakatan perpajakan yang dibuat antara negara-negara untuk mengatur pemajakan atas penghasilan yang diperoleh oleh subjek pajak dari luar negeri atau sebaliknya. Konsep ini sering dikaitkan dengan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B), yang bertujuan untuk mencegah terjadinya pajak berganda akibat perbedaan ketentuan perpajakan antar negara.

Definisi dan Tujuan Pajak Internasional

Pajak internasional didefinisikan sebagai kesepakatan antar negara yang diatur dalam kerangka hukum internasional, khususnya berdasarkan Konvensi Wina 1969. Kesepakatan ini mengatur dua hal utama:

Pemajakan subjek pajak domestik yang memperoleh penghasilan dari luar negeri.

Pemajakan subjek pajak asing yang mendapatkan penghasilan dari dalam negeri.

Tujuan utama dari pajak internasional adalah untuk:

Meningkatkan perekonomian dan perdagangan antara negara-negara yang terlibat.

Mengurangi hambatan investasi akibat perlakuan pajak yang tidak adil atau memberatkan bagi investor asing.

Struktur Hukum Pajak Internasional

Hukum pajak internasional mencakup beberapa elemen penting:

Hukum Pajak Nasional: Mengatur pemajakan yang berlaku di dalam suatu negara, termasuk ketentuan mengenai pemajakan luar negeri.

Hukum Pajak Luar Negeri: Berisi peraturan perpajakan dari negara lain.

Hukum Pajak Internasional: Merupakan kaidah yang disepakati secara internasional untuk mengatur interaksi perpajakan antarnegara.

Penerapan di Indonesia

Di Indonesia, pajak internasional diterapkan melalui perjanjian P3B dengan berbagai negara. Hal ini memungkinkan pengaturan pemajakan bagi individu atau entitas asing yang beroperasi di Indonesia, serta bagi warga negara Indonesia yang memperoleh penghasilan dari luar negeri. Indonesia juga terikat oleh kesepakatan internasional dan memiliki peraturan perpajakan nasional yang mendukung penerapan pajak internasional.

Secara keseluruhan, pajak internasional memainkan peran penting dalam memfasilitasi transaksi lintas batas dan memastikan keadilan dalam pemajakan bagi semua pihak yang terlibat.

Pentingnya Pajak International untuk perekonomian Dunia :

Pajak international penting untuk dunia karena beberapa alasan:

Mencegah Penghindaran Pajak: Sistem perpajakan internasional dirancang untuk mencegah praktek penghindaran pajak, seperti Base Erosion Profit Shifting (BEPS), yang dilakukan oleh perusahaan multinasional untuk mengurangi kewajiban pajak secara ilegal.

Meningkatkan Kesejahteraan Ekonomi Global: Melalui sistem perpajakan internasional, negara-negara dapat meningkatkan kesejahteraan ekonomi global dengan merangsang perdagangan internasional dan mengurangi hambatan-hambatan dalam investasi asing.

Kompleksitas Transaksi Bisnis Lintas Batas: Pajak internasional membantu mengatur aliran keuangan dan aktivitas bisnis lintas batas, yang makin kompleks seiring dengan globalisasi. Ini memastikan bahwa perusahaan multinasional dipajaki secara adil dan transparan.

Perjanjian Pajak Berganda (Double Tax Agreement): Pemahaman pajak internasional penting untuk menghindari pemajakan berganda, yang dapat terjadi ketika subjek pajak dipajaki oleh dua negara. Perjanjian penghindaran pajak berganda (P3B) digunakan untuk meminimalisir kasus ini.

Stabilitas dan Efektivitas Sistim Perpajakan: Implementasi standar internasional dalam perpajakan membantu menciptakan stabilitas dan efektivitas sistim perpajakan, sehingga aturan pajak yang diterapkan dapat dipahami dan diimplementasikan dengan tepat.

Penyelesaian Masalah BEPS: Pilar Dua dari solusi perpajakan internasional, yang mencakup Pajak Minimum Global dan Subject to Tax Rules (STTR), bertujuan untuk mengurangi persaingan tarif pajak yang tidak sehat dan mendorong sistem perpajakan yang lebih adil dan inklusif.

Dengan demikian, pajak internasional sangat penting untuk menjaga keadilan, efisiensi, dan integritas dalam sistem perpajakan global.

Pajak internasional melibatkan berbagai prinsip yang mengatur bagaimana pajak dikenakan pada penghasilan yang melintasi batas negara. Berikut adalah prinsip dasar dari pajak internasional:

Prinsip Dasar Pajak Internasional

Asas Domisili (Residence Principle):

Pajak dikenakan berdasarkan domisili subjek pajak. Negara di mana seseorang berdomisili berhak mengenakan pajak atas seluruh penghasilan yang diperoleh, baik dari dalam negeri maupun luar negeri (worldwide income). Negara-negara seperti Indonesia dan Yunani menganut asas ini.

Asas Sumber (Source Principle):

Pajak dikenakan berdasarkan tempat di mana penghasilan tersebut berasal. Hal ini berarti bahwa negara di mana penghasilan dihasilkan memiliki hak untuk memungut pajak atas penghasilan tersebut. Banyak negara, termasuk Australia dan Kanada, menggunakan asas ini.

Asas Kewarganegaraan (Citizenship Principle):

Pengenaan pajak didasarkan pada status kewarganegaraan individu. Negara asal seseorang berhak mengenakan pajak atas penghasilan yang diterima, meskipun individu tersebut tinggal di negara lain. Amerika Serikat adalah contoh negara yang menerapkan asas ini.

Asas Teritorial (Territorial Principle):

Pajak hanya dikenakan atas penghasilan yang diperoleh dari wilayah suatu negara. Negara-negara seperti Inggris dan Spanyol menerapkan prinsip ini, sehingga penghasilan dari luar negeri tidak dikenakan pajak.

Asas Campuran:

Beberapa negara menggabungkan berbagai asas di atas untuk menentukan kewajiban perpajakan mereka. Ini menciptakan sistem yang lebih kompleks dan fleksibel dalam pemajakan internasional12.

Tujuan dan Kebijakan Pajak Internasional

Penghindaran Pajak Berganda: Salah satu tujuan utama dari kebijakan perpajakan internasional adalah untuk mencegah pemajakan ganda yang dapat menghambat perdagangan dan investasi antar negara. Ini dilakukan melalui perjanjian bilateral atau multilateral untuk menghindari pajak berganda.

Netralitas Pasar: Prinsip netralitas pasar internasional memastikan bahwa beban pajak yang dibayar oleh investor adalah sama, terlepas dari asal investasi mereka. Ini bertujuan untuk menciptakan iklim investasi yang adil dan kompetitif.

Pertukaran Informasi: Perjanjian internasional juga mencakup kesepakatan untuk pertukaran informasi terkait perpajakan guna mencegah penghindaran pajak dan memastikan kepatuhan.

Dengan memahami prinsip-prinsip ini, negara-negara dapat merumuskan kebijakan perpajakan yang lebih efektif dan adil dalam konteks global

Permasalahan dalam pajak internasional mencakup berbagai isu yang kompleks dan dinamis, terutama dalam konteks globalisasi dan perkembangan teknologi. Berikut adalah beberapa permasalahan utama yang dihadapi dalam pajak internasional:

1. Pajak Berganda (Double Taxation)

Pajak berganda terjadi ketika penghasilan yang sama dikenakan pajak oleh lebih dari satu negara. Hal ini sering menghambat transaksi internasional dan investasi, karena perusahaan atau individu mungkin enggan melakukan bisnis lintas batas jika mereka harus membayar pajak di beberapa yurisdiksi36. Untuk mengatasi masalah ini, banyak negara menandatangani perjanjian penghindaran pajak berganda (P3B), namun implementasi dan pemahaman terhadap perjanjian ini seringkali tidak konsisten.

2. Penghindaran Pajak (Tax Avoidance)

Perusahaan multinasional sering memanfaatkan celah hukum untuk mengalihkan keuntungan ke negara dengan tarif pajak yang lebih rendah, suatu praktik yang dikenal sebagai penghindaran pajak. Hal ini menciptakan ketidakadilan dalam sistem perpajakan dan merugikan negara-negara dengan tarif pajak tinggi25. Kelemahan dalam koordinasi antara negara-negara juga berkontribusi pada masalah ini, di mana aturan perpajakan yang tidak sinkron memungkinkan perusahaan untuk menghindari kewajiban pajak mereka6.

3. Transfer Pricing

Transfer pricing adalah praktik di mana perusahaan multinasional menetapkan harga untuk transaksi antara entitas yang terhubung dalam grup mereka. Praktik ini sering digunakan untuk memindahkan keuntungan ke yurisdiksi dengan pajak rendah, sehingga mengurangi kewajiban pajak secara keseluruhan4. Meskipun ada regulasi untuk mengatur transfer pricing, penerapannya sering kali sulit dan dapat disalahgunakan oleh perusahaan-perusahaan besar.

4. Digitalisasi Ekonomi

Era digital telah memperkenalkan tantangan baru dalam perpajakan internasional. Banyak negara berjuang untuk menerapkan aturan pajak yang relevan untuk bisnis digital yang beroperasi lintas batas tanpa kehadiran fisik di negara tersebut. Isu seperti pajak atas layanan digital menjadi semakin penting dalam diskusi perpajakan internasional.

5. Kerjasama Internasional

Mengatasi permasalahan perpajakan internasional memerlukan kerjasama antarnegara. Upaya seperti renegosiasi P3B dan penerapan standar internasional seperti BEPS (Base Erosion and Profit Shifting) menjadi penting untuk menciptakan sistem perpajakan yang adil dan efisien25. Tanpa kolaborasi yang efektif, masalah penghindaran pajak dan ketidakadilan perpajakan akan terus berlanjut.

Permasalahan dalam pajak internasional sangat beragam dan memerlukan pendekatan yang komprehensif serta kerjasama global untuk menciptakan sistem yang lebih adil dan efisien. Negara-negara perlu meningkatkan kualitas regulasi domestik serta beradaptasi dengan perubahan ekonomi dan teknologi untuk menghadapi tantangan ini secara efektif

Permasalahan dalam pajak internasional mencakup berbagai tantangan yang dihadapi oleh negara-negara dalam mengelola dan mengatur perpajakan lintas batas. Beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi permasalahan ini meliputi pendekatan unilateral, bilateral, dan multilateral.

Upaya Unilateral

Upaya unilateral melibatkan peningkatan kualitas peraturan perpajakan domestik untuk mengurangi masalah pajak berganda dan penghindaran pajak. Contohnya adalah penerapan Kredit Pajak Luar Negeri (KPLN) dan Specific Anti Avoidance Rule (SAAR) provisions. Dengan meningkatkan regulasi domestik, negara dapat lebih efektif dalam menangani isu-isu perpajakan tanpa bergantung pada kerjasama internasional.

Upaya Bilateral

Pendekatan bilateral sering kali dilakukan melalui renegosiasi Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B). Indonesia, misalnya, telah melakukan renegosiasi P3B dengan negara-negara seperti Singapura dan Uni Emirat Arab untuk memperbarui ketentuan yang dianggap sudah ketinggalan zaman. Renegosiasi ini bertujuan untuk menyelaraskan perjanjian dengan praktik terbaik internasional dan mengadopsi standar baru seperti Multilateral Instrument (MLI)1. Perubahan yang dihasilkan dari renegosiasi ini mencakup penurunan tarif pajak dan penyesuaian definisi royalti serta hak atas kekayaan intelektual.

Upaya Multilateral

Pendekatan multilateral berfokus pada kerjasama global untuk menghadapi isu-isu perpajakan yang kompleks. Salah satu inisiatif penting adalah Solusi Dua Pilar yang diusulkan oleh OECD/G20. Pilar pertama mencakup alokasi hak pemajakan ke negara tempat produk dijual, sedangkan pilar kedua berfokus pada pengaturan pajak minimum untuk perusahaan multinasional. Pendekatan ini bertujuan untuk menciptakan sistem perpajakan yang lebih adil dan mencegah kompetisi pajak yang merugikan4.

Penyelesaian Sengketa Pajak Internasional

Penyelesaian sengketa pajak internasional juga menjadi bagian penting dalam mengatasi masalah perpajakan lintas batas. Di Indonesia, terdapat dua mekanisme utama untuk penyelesaian sengketa: domestic remedies dan Mutual Agreement Procedure (MAP). Domestic remedies melibatkan proses keberatan dan banding di pengadilan pajak, sedangkan MAP memungkinkan negosiasi antara otoritas pajak dari dua negara untuk mencapai kesepakatan mengenai sengketa yang timbul dari penerapan P3B.

Selain itu, arbitrase internasional juga menjadi pilihan yang semakin diminati sebagai alternatif penyelesaian sengketa, terutama dalam konteks yang semakin kompleks.

Dengan berbagai upaya tersebut, negara-negara diharapkan dapat mengatasi tantangan dalam pajak internasional secara lebih efektif dan efisien.

Teori Hannah Arendt dan Pajak Internasional

Kondisi Manusia

Arendt dalam karyanya "The Human Condition" menekankan bahwa tindakan manusia berlangsung dalam konteks ruang publik, di mana individu berinteraksi dan berkolaborasi untuk menciptakan kehidupan bersama yang bermakna. Pajak, dalam pandangan ini, bukan hanya kewajiban finansial, tetapi juga merupakan kontribusi aktif individu terhadap kesejahteraan kolektif dan pembangunan sosial.

Pajak sebagai Ruang Publik

Pajak seharusnya dilihat sebagai ekspresi dari partisipasi individu dalam masyarakat. Dalam konteks pajak internasional, Arendt menggarisbawahi pentingnya dialog dan komunikasi antara berbagai pemangku kepentingan---individu, pemerintah, dan organisasi internasional---agar setiap suara dapat didengar dan diakomodasi12. Hal ini penting untuk membangun solidaritas dan keadilan sosial.

Penghindaran Pajak dan Ketidakadilan Global

Arendt juga mengkritik praktik penghindaran pajak yang umum terjadi di negara-negara maju. Loopholes dalam peraturan perpajakan sering kali mengakibatkan transfer kekayaan dari negara berkembang ke negara kaya, menciptakan ketimpangan yang signifikan. Dalam hal ini, pajak seharusnya berfungsi sebagai alat untuk memperjuangkan keadilan ekonomi dan kesejahteraan sosial.

Partisipasi dan Akuntabilitas

Dalam pandangan Arendt, partisipasi yang luas dan akuntabilitas dalam pengelolaan pajak sangat penting. Kebijakan perpajakan yang tidak adil dapat memperburuk ketidaksetaraan dan menciptakan rasa ketidakpuasan di kalangan masyarakat. Oleh karena itu, keterlibatan aktif masyarakat dalam proses pembuatan kebijakan pajak menjadi krusial untuk memastikan bahwa pajak ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan global.

Pemikiran Hannah Arendt memberikan wawasan berharga dalam diskursus perpajakan internasional. Pajak seharusnya dipahami sebagai instrumen untuk membangun solidaritas, keadilan, dan partisipasi dalam masyarakat. Dengan menghadapi tantangan globalisasi dan penghindaran pajak, penting bagi setiap individu dan negara untuk berkomitmen pada prinsip-prinsip keadilan sosial dan transparansi. Pajak bukanlah beban semata, melainkan pilar dalam pembangunan masyarakat yang lebih adil dan sejahtera

Refrensi :

Yeyen, 2021, "Gender dan Hubungan International ", CV. Alliv Renteng Mandiri  Hamdan

Yahya Mof, 2021 "Kondisi Politik Manusiawi"

Siti Marwiyah, 2022 "Dinamika Politik Teori Kontemporer" Alisyia Putri & Faradhillah

Ahmad Rudy , 2011 , "Rekayasa Komsumis, Disferensi Sosial, dan Komunikasi" Jurnal Sosiologi, Vol. 14 No 1

Petrus Tan, 2023 "Totalitariansme, Banalitas Kejahatan dan Kebebasan Berpikir: Refelksi Bersama Hannah Arendt"  Jurnal Filisafat Indonesia, Vol 7 No 1

Maksimilianus Jemali, 2023 "Eskalasi Tindakan Politik Dalam Perspektik Filosofis Hannah Arendt"  

Alexander Parbu Dkk, 2023 "Kedaulatan Hukum Pajak di Indonesia"

Nataherwin, Dkk, 2023 "Pajak International" Galih, Widi, Uwais Inspirasi Indonesia ,

Novaria & Rohayati, 2024 ."Penerapan Pajak International Di Indonesia" Jurnal Administrasi Ngera Vol. 2 No. 2

Yosef Kaldu, 2023 "Hannah Arandt dan Konsep Politik sebagai Ruang 'Di-antara Manusia : Refleksi untuk Konteks Indonesia , Vol 14 No 2 DOI: https://doi.org/10.14710/politika.14.2.2023.235-252

https://kabarkampus.com/2018/09/gerakan-masyarakat-sipil-transnasional/

https://www.kompasiana.com/firdhaathifah5717/676432c2c925c4407e7044e2/diskursus-arendt-pada-fenomena-pajak-internasional-dan-kondisi-manusia-the-human-condition-kelompok-ganjil

https://pajak.go.id/index.php/en/node/69240

https://www.kompas.id/artikel/demokrasi-di-indonesia-dan-kejahatan-otoritatif

https://thecolumnist.id/artikel/hannah-arendt-kebebasan-berpolitik-dan-kekuasaan-2535

https://serang-cilacap.desa.id/hannah-arendt-dan-pemikiran-politik-kekuasaan-totalitarianisme-dan-tindakan-publik

https://www.kompasiana.com/olivionim55522120021/676661c2c925c405471888f2/cpmk15-diskursus-arendt-pada-fenomena-pajak-internasional-dan-kondisi-manusia-the-human-condition

https://www.pajak.com/pajak/mengenal-pajak-internasional-dan-penerapan-di-indonesia/

https://www.online-pajak.com/tentang-pajak/pajak-internasional

https://e-journal.uajy.ac.id/6769/3/EA218133.pdf

https://ideatax.id/id/articles/yuk-pahami-sistem-pajak-internasional-untuk-perusahaan-multinasional

https://fiskal.kemenkeu.go.id/baca/2024/09/24/4514-pemerintah-sempurnakan-kebijakan-perpajakan-dalam-menghadapi-dinamika-perekonomian-global-lewat-itf-kedua

https://news.ddtc.co.id/pentingnya-mendalami-pemahaman-pajak-internasional-termasuk-p3b-41181

https://ikpi.or.id/ikpi-tegaskan-pentingnya-pemahaman-pajak-internasional/

https://fiskal.kemenkeu.go.id/publikasi/siaran-pers-detil/308

https://www.pajak.go.id/index.php/id/artikel/g20-2022-kolaborasi-indonesia-dan-dunia-dalam-perpajakan-internasional

https://flazztax.com/2023/05/31/perencanaan-pajak-internasional-untuk-mengoptimalkan-manfaat-fiskal-dalam-bisnis-global/

https://www.pajak.com/pajak/pajak-internasional-mengapa-perlu-adanya-tax-treaty/

https://konsultanpajaksurabaya.com/transfer-pricing-dalam-ruang-lingkup-pajak-internasional

http://eprints.pknstan.ac.id/1426/5/06.%20Bab%20II_Nurul%20Putri%20Hariyono_2301190357.pdf

http://amirhidayatulloh.act.uad.ac.id/hukum-pajak-internasional/

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun