Dalam suatu kesimpulan tentang sikap eksklusivistis, Pieris menyatakan bahwa setiap orang merasa agamanya sendiri memiliki realitas penyelamatan yang eksklusif. Orang Kristen merefleksikannya dalam adagium: "Extra ecclesiam nulla salus." Pieris melihat bahwa ajaran misi semacam ini sangat keras dan menyakitkan, karena "penaklukan dunia kafir" masih merupakan cara berpikir Kristiani.
 3.1.2. Pendekatan Pemenuhan
Pendekatan pemenuhan merupakan satu langkah lebih maju bila dibandingkan dengan pendekatan penaklukan. Dalam pendekatan pemenuhan, dipegang suatu aksioma bahwa Kristus berkarya dalam semua agama non-Kristen (di Asia). Kristus adalah pemenuhan terakhir kerinduan umat manusia akan keselamatan.[41]
 (Paragraf berikutnya berisi tentang kajian dasar biblisnya dan kaitannya dgn extra ecclesiam nulla salus. Yg ini kw lha yg atur, karna menurutku gk perlu).
Pieris menilai bahwa pendekatan pemenuhan telah menjadi boomerang bagi Gereja di Asia. Penegasan Gereja bahwa Yesus Kristus adalah Putera Allah, Kristus dan Tuhan di hadapan pendiri agama-agama lain, yang hanya dianggap sebagai pendahulu atau hanya seorang nabi, persis menjadi klaim saingan dari pernyataan agama-agama non-Kristiani yang juga beranggapan sama mengenai pendiri agama mereka masing-masing. Maka Pieris mengkritik bahwa teologi agama-agama yang mengaplikasikan pendekatan dengan suatu triumpalis sebenarnya telah gagal di Asia.[42]
 3.2. Pengaruh Inkulturasi Model Yunani-Romawi yang Tidak Sesuai dengan Konteks AsiaÂ
Model Yunani-Romawi telah mewariskan kepada Gereja suatu teori instrumental inkulturasi. Filsafat Yunani, dari konteks religiusnya, menjadi hamba teologi, yang dalam praktik Latin. Model ini sungguh tidak produktif di Asia. Tindakan ini bisa menimbulkan vandalism teologi.
Praksis model inkulturasi di atas, mengakibatkan Gereja gagal mengakarkan diri di tanah Asia. Orang-orang non-Kristen bahkan sering mencurigai bahwa semua praktik inkulturasi Gereja hanyalah taktik dari Gereja demi keuntungan dirinya. Akibat kecurigaan itu, maka tidak heran selama empat abad, kekristenan tumbuh bagaikan bonsai yang dikerdilkan, karena tidak seorang pun mampu memecahkan bejana Yuni-Romawi tersebut di Asia.[43]
 3.3. Pandangan tentang Kekristenan Anonim
Menurut Karl Rahner, orang Kristen anonim[44] adalah orang yang de facto di satu pihak secara bebas menerima tawaran keselamatan dari Allah dengan menghayati hidup dalam iman, harapan, dan cinta; tetapi di lain pihak, mereka sama sekali belum menjadi Kristen. Iman yang mereka miliki adalah iman implisit, yaitu tanpa ada hubungan yang sadar dan diungkapkan secara implisit.[45] Iman Kristen anonym atau iman implisit mau melukiskan pandangan Gereja bahwa semua orang yang tidak percaya dan tidak mengenal Kristus, tidak berarti tidak memiliki hubungan dengan Kristus, penyelamat semua manusia.[46]
Pieris dengan singkat mengutarakan bahwa inklusivistis hendak mengkonkretkan penyelamatan (seperti Kristus) dalam agama mereka sendiri dan agama-agama lain mengalami penyelamatan secara tidak langsung. Penganut agama lain diselamatkan sejauh mereka adalah Kristen secara potensial (menantikan pemenuhan dalam Kristus) atau Kristen anonim (membutuhkan pengeksplisitan identitas mereka yang sebenarnya dalam dan melalui kekristenan).[47]