Reina masih saja menggoyangkan badan Bayu, namun Bayu tak kunjung bangun dari tidurnya. Karena ketakutan, kami pun meninggalkan Bayu sendirian di gubuk dan berlari menyusul Gilang.
Aku sekilas melihat ke atas gubuk. Sesosok perempuan berbaju putih yang dihiasi bercak darah di sekujur tubuhnya terlihat bergelantungan tanpa menyentuh apapun.
Baru kali ini aku percaya akan perkataan Reina yang mengatakan bahwa hantu itu ada.
Aku syok, memikirkan apa yang barusan terjadi.
Reina yang berada di depan tiba-tiba berhenti. Dimas yang sedang berlari dengan kencang menabrakku dari belakang.
"Ada apa Rei?" tanyaku.
"Entah ini peraaanku saja atau bagaimana, kalau tugu itu tadi sudah kita lewati sebelumnya," kata Reina sambil menunjuk ke arah sebuah tugu yang tak jauh dari tepi jalan.
"Iya yah," sambung Dimas.
Kami terdiam sejenak, dan tiba-tiba terdengar suara cekikikan, sebuah tawa khas dari kuntilanak, suaranya melengking, meskipun terdengar jauh,namun jelas sekali di telinga.
"Aaaaaargh," teriak Reina.
Sontak semuanya melihat ke arah yang di tunjuk oleh Reina. Sesosok kuntilanak begelantungan dengan posisi terbalik layaknya seekor kelelawar. Darahnya menetes ke bawah, seketika itu pula kepalanya terlepas dan mengejar kami.
Sekuat tenaga kami berlari, Reina berusaha menyamai langkah kami,namun dia tersandung akar pohon. Dia terjatuh dengan kepalanya membentur bebatuan, kepalanya mengeluarkan darah yang banyak sekali sampai menutupi wajahnya yang cantik.