"Berangkat, Mak..." pamit Varro sembari mencuim punggung kerut tangan Emak yang setengah renta. Percikan  harapan pada seorang bocah untuk menggapai impian.
" Pulang senja lagi, Varro, sebenarnya apa yang kamu kerjakan, tugas sekolah kok setiap hari?" pandangan Emak sayu. Ada keraguan jelas terlintas di sudut matanya.
" Iya, Mak paling dua hari lagi sudah selesai". Jawab Varro seakan bisa menakar pundi-pundi recehan di lampu merah. seakan bisa tahu kapan ia akan mengakhiri tugas badutnya.
Sekali lagi Varro memandang wajah tua milik emak. Daster biru usang kesayangan Emak tak luput dari pandangan Varro. Wanita yang memiliki warna pada telapak tangan perasa. Yang selalu menunggu cahaya senja di akhir pandang langit.
"Maafkan Varro, Mak...." Ucap bocah berkulit sawo matang itu dalaam hati. Lalu melajukan sepeda menuju gerbang jelajah pundi-pundi receh.
Raga yang dibasahi peluh tak Lelah memberikan senyum dan tarian hangat di persimpangan dan terik surya.
BRAAAKKK
" Varro......Varro....." teriak Halle sambil terpontang panting memaki jalanan yang bergerumun manusia.
"Varoo .....banguun Varro...." Halle mendekap tubuh Varro yang tergenang aliran darah dari kepalanya.
Halle mendongakkan kepalanya memandang orang-orang yang melihatnya, matanya penuh harapan untuk mengetahui siapa yang menabrak sahabat kecilnya itu. Tapi ingatannya terang akan lelaki tua yang menobos keluar dari kerumunan dan meninggalkannya dengan mengendarai motor. Yang terlihat jelas adalah jalannya lelaki tua itu persis dengan bapak badut di lampu merah.
Perlahaan rinai mengguyur jalanan menuju senja. Dengan kemajemukan manusia berlalu mencari teduh. Halle masih memangku tubuh Varro yang lemas.