"Kenapa kalian baru datang sekarang?"
Tanya bibi menggertak, sambil menghampiri.
Tanpa kami sadari, telapak kanannya telak menyambar pipi.
Plak! Keras sekali.
"Apa yang bibi lakukan, hah!?" Teriak kakak, berusaha melerai.
Tangannya mengacung, menunjuk ke ruang ICU. "Kemana saja kamu!? Lihat bapakmu didalam... Lihat!"
Semua mata langsung tertuju kepada kami. Kakak langsung menyeretku masuk tidak menggubrisnya. Tapi, tiba-tiba langkah kami terhenti. Kerumunan dokter ramai berkumpul. Terlihat tubuh bapak terkulai di ranjang. Mulutnya pucat menganga. Matanya sudah tertutup. Aku menatapnya termangu. Tapi, salah satu dari mereka menghampiri kakak.
"Apakah yang bersangkutan dari keluarga pasien?" Tanya dokter itu.
Kakak mengangguk.
"Maafkan kami. Sungguh, kami sudah berusaha se-maksimal mungkin. Dia terkena vertigo sentral akut. Dan nyawanya tak terselamatkan lagi."
Demi mendengar kalimat itu, tubuhku berderak jatuh. Tak sadarkan diri.
***
Cahaya lampu masih terlihat buram. Mataku menyipit lemah.