Jauh dilubuk hatiku, masih terpendam benciku kepada bapak. Rasa kecewa yang mendalam pun membekas dalam. Ingin sekali meneriaki wajahnya. Sembari berkata, "Apakah kau masih punya hati?".
***
Pelataran rumah nenek telah ramai.
Isak tangis penuh merobek sengkuap. Genap sudah para sanak berkumpul. Meratapi jasad Ibuk didalam kurung batang. Karena nenek meminta, di kampungnya lah jasad ibuk dikebumikan.
Mana bapak? Dia masih belum datang?
Baru saja dibicarakan, kepalanya pun muncul dari dalam mobil. Bersama bibi Yuyun, adik perempuannya yang sama-sama berego. Turun anggun layak orang tak bersalah. Terus menghampiri ibuk yang telah dibaput kafan. Air mata buayanya berlinang.
"Kenapa kau datang, hah!? Ibuk sudah tenang, tidak usah kau ganggu lagi. Keluar!" Seruku dengan nada tinggi, sambil tersedu-sedu menahan tangis.
Matanya menoleh kearahku memelas. Ingin berkata..
"Keluar!" Teriakku sekali lagi. Membuat seluruh pandangan melirikku seorang. Â
Dia menatapku kecewa, lalu pergi jauh dari jasad ibuk. Keluar.
Keluarga ibukku sangat mengerti sifat bapak. Makanya, mereka tak berbuat banyak saat aku mengusirnya. Mereka mendukungku, se-frekuensi.