"Tolong angkat! Sekarang bapakmu masuk ICU. Kau tidak peduli kalau bapakmu sakit, hah!? Dasar anak yang tidak tahu diuntung!" Bentaknya, kesal.
Berakhir. Tidak ada lagi panggilan maupun pesan dari bibi.
Entah apa yang telah terjadi sekarang. Bertubi-tubi masalah datang. Air mataku pun berlinang pagi, deras mengalir.
Buk, anakmu rindu. Banyak sekali masalah yang menimpaku sekarang. Apa yang harus kulakukan, buk..
Tinjuku telak menghantam dinding berkali-kali. Memunculkan suara keras.
BRAK!
Demi mendengar suara pukulan, kakakku merangsek masuk.
"Kenapa..." Tanya kakak, menghampiri. "Hah!? Bapak sakit.." Kakak tersontak kaget, setelah "merampas" handphone dari genggamanku.
"Ayo sekarang ikut kakak ke Rumah Sakit sekarang juga. Bapak masuk ICU." Ujarnya panik. Wajahnya pucat pasi.
"Gak mau kak.. gak mau!" Aku terus memberontak ketika dia menyeretku pergi. Tapi dia meminta bantuan yang lain untuk membopongku. Menyeretkuku kedalam mobil menuju rumah sakit.
***
Adzan isya telah berkumandang. Lorong rumah sakit ramai oleh lalu-lalang perawat. Sesekali, ingatan wajah ibuk terngiang. Kakak terus menuntunku ke ICU. Rutenya masih dia hafal betul.