"CUT!" suara keras setengah membentak terdengar.
"Ini sinetron, Guys!" bentak sang sutradara berkepala botak. "Bukan ngobrol. Yang serius dong!"
"Ya, Pak," angguk Syamsul dan Arni berbarengan. Lesu.
"Ulang ya. Yang serius!" ancam Si Botak."Camera action!"
"TIDAK!" jerit Arni tambah keras.
"Hoi! Lu apain tuh anak gue!" Mendadak muncul babe Arni bersenjatakan golok. Golok made in Cibatu yang tajam berkilat diacung-acungkannya.
"Pak...Sabar!" Syamsul menahan.
"Name gue Mi'un. Bukan Sabar. Sok kenal lu!" Bang Mi'un mencengkeram kerah kaos Syamsul. "Dasar anak bejat!"
"Be, Arni kan lagi maen pelem!" Arni menangis meratap.
"Kagak pake. Pulang!" Bang Mi'un menyeret anak perawan semata wayangnya pulang. Tidak ada yang mencegatnya. Tongkrongan Bang Mi'un dengan gelang bahar hitam, gesper hijau besar dan celana pangsinya sungguh mengesankan sebagai seorang jawara tangguh.
Padahal, andai mereka tahu, Bang Mi'un hanyalah kuli penyadap tuak aren.Â