“Karena mata gue bisa melihat kebenaran,” Laki-laki itu kembali meyakinkan. “Percaya sama gue, Arsya, itu bukan cinta.”
“Sebentar lagi dia akan datang,” Gadis itu tidak menghiraukan laki-laki itu. “Akan gue kenalkan dia pada lo.”
Laki-laki itu setengah terkejut. Ia menopang dagu, menunggu kemungkinan yang akan terjadi berikutnya. Ia lalu memutuskan untuk mulai melahap spaghetti yang mulai mendingin karena perbincangan mereka tadi. Gadis itu juga menyuapkan kentang goreng yang telah dicocol saus pada mulutnya, sementara matanya terus menerus memandangi cahaya lampu kota Semarang. Meskipun pandangannya kosong, laki-laki itu tahu bahwa gadis di hadapannya ini telah memiliki rencana yang baik untuk hari ini-dan hari esoknya kelak.
“Halo. Maaf lama menunggu,” Sesosok laki-laki lain datang menghampiri mereka. Ia menyalami gadis itu dengan wajar, dan duduk di sampingnya.
“Ini dia,” Gadis itu memulai acara perkenalan. “Laki-laki yang gue ceritakan pada lo. Namanya Gilang.”
“Gilang.”
“Dennis,” Laki-laki itu mengangguk singkat. Dalam sekejap terlihat perbedaan yang sangat kentara di antara mereka. Ya, inilah laki-laki yang dicari Arsya, gumam Dennis dalam hati. Mengenakan kemeja hitam bergaris-garis putih yang lengannya digulung hingga mencapai siku, bercelana panjang hitam yang terlihat lekukan bekas setrikaan, dan bersepatu pantovel hitam yang dilengkapi kaos kaki senada dengan warna sepatu dan celananya. Berbanding terbalik dengan pakaian Dennis malam itu; dengan kaos bergambar tokoh wayang yang tidak terlalu licin, celana jeans yang sedikit lusuh, dan dipadu dengan sandal gunung. Kedua laki-laki itu memiliki aura kedewasaan yang berbeda, meskipun secara usia, mereka hampir sama.
“Sudah lama?” tanya Gilang sedikit berbasa-basi.
Arsya menggeleng. “Belum. Kami baru mulai makan.”
“Gue sudah selesai,” Dennis meletakkan garpunya di atas piring. “Berarti kita sudah cukup lama di sini.”
Arsya melotot menatap Dennis. Yang ditatap lekat-lekat malah cuek saja. Sementara Gilang masih diam mematung melihat mereka. Ia lalu berinisiatif memanggil pelayan lalu memesan kopi panas dan roti bakar cokelat.