Rasanya tidak menarik untuk dicaritakan bagaimana semua itu bisa terjadi. Yang jelas, ia percaya Arsya sudah berada di tangan lelaki yang baik. Persaingannya dengan Gilang sudah usai.
Setelah itu, ia pulang mengendarai mobilnya dan singgah di suatu waduk. Ia keluarkan sebuah botol kaca dari bagasi mobil dan memasukkannya ke dalam botol itu. Ia lalu memasukkan sebuah kertas yang ia lipat di dalam dompetnya ke dalam botol dan menghanyutkannya ke waduk itu.
Semarang, anggap saja ketika itu gue semester enam.
Saat gue tahu masalah Arsya, gue sudah menyiapkan diri untuk melepaskan dia. Tapi semua lagu yang gue nyanyikan, masih tentang dia. Gue memang gila. Tapi saat gue menenggelamkan kertas ini, berarti laut pun berhak tahu, bahwa sudah saatnya gue melihat hidup yang baru.
Sekian.
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H