Hari yang ditunggu pun tiba. Hari dimana aku menjalani serangkaian persidangan. Persidangan dihadiri Abdoel, kuasa hukumku, dan keluargaku. Sejauh ini, semuanya lancar. Ayah dan suamiku tak henti-hentinya memberikan semangat. Aku terus berdoa agar keadilan berpihak kepadaku.
Setelah melewati ketegangan di beberapa persidangan, akhirnya hasilnya pun keluar. Aku dinyatakan tidak bersalah, aku sangat bersyukur atas hal ini. Keluargaku pun turut senang dengan keputusan yang ada.
"Alhamdulillah. Kau bebas juga dari semua fitnah ini," ucap Abdul.
"Iya, Uda. Terimakasih atas doa dan dukungan uda"
"Apa yang akan kau lakukan sekarang? Kau akan kembali mengurus sekolahmu?"
"Tidak, Uda"
"Mengapa? Jabatanmu di KAS itu sudah balik. Kenapa kau tidak melanjutkan mengurus KAS?"
Aku menggeleng. "Ruhana berniat untuk pindah ke Bukittingi. Ruhana ingin mendirikan sekolah baru disana," jawabku.
Bukannya aku tak mau lagi mengurus sekolah Kerajinan Amai Setia. Tapi aku memang berniat membuat sekolah baru di Bukittinggi. Aku sudah memikirkan hal ini matang-matang. Disana aku mendirikan sekolah dengan nama "Roehanna School". Aku mengelola sekolah ini seorang diri tanpa meminta bantuan orang lain. Aku melakukan itu agar masalah kemarin tidak terulang lagi.
Roehanna Shcool cukup terkenal. Aku menerima banyak murid dari Bukittinggi hingga daerah lain. Dan di Bukittingi aku tidak hanya mendirikan sekolah, tapi aku juga memperkaya keterampilanku dengan belajar membordir pada orang Cina. Aku belajar membordir menggunakan mesin jahit singer yang hanya dikuasi oleh orang Tiongha.
Aku tak ingin pandai sendiri, aku membagikan lagi ilmu ini kepada para muridku di sekolah. Karena hal itu, aku menerima banyak pesanan mesin jahit. Dan itu menjadikanku perempuan pertama yang menjadi agen mesin jahit di Bukittinggi. Selain mengajar, aku bisa memanfaatkan posisiku untuk berbisnis.