Mohon tunggu...
Popi Fitriani
Popi Fitriani Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - XII MIPA 2 - SMAN 1 Padalarang

don't compare urself to other.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Menjadi yang Pertama

20 November 2021   23:59 Diperbarui: 21 November 2021   11:27 190
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Setelah menerbitkan artikel ini, aku semakin menggali tentang keahlian merias baju lebih dalam. Ilmu itu aku sebarkan kepada murid-muridku yang ada di KAS. Mereka dengan antusias mempelajari keterampilan ini. Aku sangat bangga melihat keantusiasan mereka. Bahkan karya-karya mereka berhasil terjual ke luar negeri.

Selain memasarkan hasil kerajinan para muridku, aku juga menjalin kerja sama dengan pemerintah Belanda karena aku sering memesan peralatan dan kebutuhan jahit-mejahit untuk kepentingan sekolah. Dan ini membuat sekolahku menjadi berbasis industri rumah tangga serta koperasi simpan pinjam dan jual beli yang dimana semua anggotanya perempuan.

KAS semakin maju dan maju. Tapi ternyata kejayaan bagi sekolahku tidak bertahan cukup lama. Pada tanggal 22 Oktober 1916, ada salah seorang muridku yang menuduhku atas penyelewengan penggunaan keuangan. Dengan kepintaran yang telah ia miliki, ia berusaha menjatuhkanku dari jabatan Direktris dan Peningmeester di sekolah Kerajinan Amai Setia. Tentu aku marah atas tuduhan yang tidak aku lakukan. Hal ini menjadi sangat serius hingga harus dibawa ke pangadilan. 

Hari ini, aku, ayah, dan Abdul mendiskusikan masalah ini di ruang tamu rumah kami. Aku duduk di salah satu kursi sambil memijat pelipisku.

"Ruhana, ayah picayo kau indak ka mungkin malakuan hal itu. Ayah tau bana sifat kau sedari kete'," ucap ayah membuka obrolan.

"Iya, Ruhana. Uda pun setuju dengan ayah. Kau tak perlu risau, kau tak bersalah," sambung Abdul.

"Tapi, Da. Ruhana tak punya kuasa hukum yang kuat. Ruhana masih tak percaya ia bisa tega menuduh Ruhana tanpa alasan. Padahal Ruhana sudah membagikan ilmu yang Ruhana untuknya, tapi ternyata itu malah menyerang diri Ruhana sendiri," ucapku.

"Kau indak buliah bapikiran macam itu. Karano hal iko, kau jangan jadi baputus aso untuak manyabakan ilmu yang kau punyo. Itu mimpi kau sejak lamo, kan?" tanya ayah.

"Iyo, Ayah. Ruhana indak ka mungkin baranti karano hal iko"

"Tenang saja, Ruhana. Uda akan carikan kuasa hukum terbaik untuk kau. Kau jangan risau, kita semua akan mendukung dan ikut ke pengadilan," ucap Abdul meyakinkanku.

Mendengar itu, aku berusaha meyakinkan diriku agar tetap tenang. Ucapan Abdul benar, aku tidak perlu khawatir karena aku tidak salah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun