"Tak perlu kau pikirkan omongan para tetangga. Fokus saja dalam meraih mimpimu untuk dapat menaikkan derajat para perempuan," ucap Abdul kepadaku.
"Iya, Uda. Ruhana juga berniat untuk membuat sekolah untuk para perempuan di desa kita"
"Apa yang ingin kau ajarkan disana?"
"Ruhana ingin mengajarkan berbagai jenis keterampilan, seperti baca-tulis, budi pekerti, mengelola keuangan, pendidikan bahasa Belanda, dan juga pendidikan agama" ucapku yakin.
"Itu adalah niat yang sangat baik. Uda akan mendukung kau dengan sepenuh hati"
Setelah itu, dengan dukungan suamiku dan keluarga, akhirnya aku berhasil mendirikan sekolah yang kuberi nama Kerajinan Amai Setia (KAS) di Koto Gadang. Di sekolah itu aku merekrut sekitar enam puluh siswa perempuan yang berasal dari desaku.
Walaupun sekolah ini sudah berdiri, ternyata cemoohan masyarakat tak kian berhenti. Masih banyak yang beranggapan bahwa perempuan tak perlu menandingi laki-laki dengan bersekolah. Tapi menurutku, perputaran zaman tidak akan pernah membuat perempuan menyamai laki-laki. Perempuan tetaplah perempuan dengan segala kemampuan dan kewajibannya. Yang harus berubah adalah perempuan harus mendapat pendidikan dan perlakuan yang lebih baik.
Maksudnya, aku ingin perempuan mendapatkan pendidikan yang layak. Karena untuk menjadi wanita sejati, kita butuh ilmu pengetahuan dan keterampilan.
Aku tidak ingin menghiraukan pandangan masyarakat lagi. Sekarang aku hanya fokus pada sekolah agar berjalan dengan lancar. Semakin hari, KAS mengalami perkembangan yang cukup baik, dan aku senang akan hal itu. Tapi aku masih ingin memperluas pendidikan ini kepada perempuan diluar sana, bukan hanya di daerahku. Akhirnya aku mendiskusikan masalah ini dengan Abdul.
"Hal apalagi yang menganggu pikiranmu, Ruhana?" tanya Abdul.
"Begini, Uda. Menurut Ruhana, kalaupun hanya mengajar, yang bertambah pintar hanya murid-murid saya saja. Ruhana ingin sekali berbagi ilmu pengetahuan dan pengalaman dengan kaum perempuan di daerah lain, sehingga bisa membantu lebih banyak" jawabku.