Selain dari itu semua, aku juga memfokuskan menulis tentang kegundahanku terhadap realita dunia sekarang. Terutama realita yang berkaitan dengan nasib kaum perempuan, yang masih terpenjara dalam pemikiran-pemikiran sempit. Aku ingin mendobrak pemikirin masyarakat disini agar lebih maju.
Adanya Soenting Melajoe membuatku menjadi lebih sibuk. Aku tetap mengajar di KAS selama 2 jam, lalu mengurus perkumpulan perempuan, dan malamnya aku fokus mengurus Soenting Melajoe. Tapi aku sangat menikmati kegiatanku sekarang.
Banyak yang bertanya mengapa aku harus bekerja sekeras ini. Jawabannya hanya satu. Aku ingin berbuat lebih banyak lagi untuk menolong kaum perempuan. Oleh sebab itu aku memilih menyebarkan pendidikan perempuan di surat kabar agar pergerakan yang aku lakukan tidak hanya bersifat lokal, tetapi bisa disuarakan dengan lantang melalui media masa dan bisa dibaca oleh lebih banyak orang.
Seperti biasa, aku dan Ratna menulis artikel. Hari ini aku menerbitkan artikel yang berjudul "Perhiasan Pakaian". Artikel itu memuat tentang keterampilan perempuan Minangkabau dalam menjahit dan merangkai manik-manik pada pakaian.
"Mengapa hari ini kau membahas tentang perhiasan pakaian dalam artikelmu?" tanya salah satu kawanku.
"Bukankah bagus jika kita memiliki keahlian itu? Kita bisa mendapat keuntungan darinya," jawabku.
"Keuntungan seperti apa?"
"Uang. Kita bisa berniaga lewat keterampilan menghias baju. Seperti bangsa lain"
"Apa betul dengan modal keterampilan ini kita bisa menghasilkan uang?" tanya ia sekali lagi.
"Bangsa lain pun bisa, mengapa pula kita tidak bisa?" jawabku menutup obrolan saat itu.
Mungkin masih banyak orang yang mempertanyakan tujuan mempelajari keahlian merias baju. Tapi menurutku keahlian ini sangat penting untuk dimiliki dan ditekuni. Apalagi jika kita bisa menurunkan keahlian ini kepada anak cucu kita, maka itu akan lebih baik. Apabila kepandaian kita itu terus dimajukan, aku yakin karya yang dibuat bisa sampai menjadi barang perniagaan seperti di bangsa lain.