Mohon tunggu...
Popi Fitriani
Popi Fitriani Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - XII MIPA 2 - SMAN 1 Padalarang

don't compare urself to other.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Menjadi yang Pertama

20 November 2021   23:59 Diperbarui: 21 November 2021   11:27 190
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Iyo. Kau alah makan?" 

Aku menjawab pertanyaan ayah dengan anggukan."Buku dari ma iko, Yah?" aku menanyakan buku yang sedari tadi ayah pegang.

 "Dari kawan ayah. Jan lupo dibaco, kau pasti dapek ciek atau duo ilmu dari buku tu," ucap ayah.

"Iyo, Yah"

"Ayah yakin kau kan jadi wanita nan tangguah jo baguno di maso nan akan datang," ayah berkata sambil mengusap rambutku.

Mendengar itu, aku bertekad untuk tidak menyia-nyiakan seluruh usaha yang telah ayah berikan. Aku akan menjadi wanita yang tangguh dan berguna. Aku juga akan menggunakan seluruh ilmu yang kupunya untuk kebaikan.

 Setelah beberapa tahun berlalu aku pun tumbuh menjadi wanita dewasa. Aku kembali ke kampung halamanku yaitu Koto Gadang. Aku kembali kesana karena pada tahun 1897 ibuku meninggal. Disana aku menikah dengan Abdoel Koeddoes, seorang notaris yang selalu mendukungku seperti ayah. 

Setelah kepulanganku ke Koto Gadang, aku bisa melihat dengan jelas kondisi para perempuan di daerahku. Aku merasa prihatin melihat mereka yang tidak memiliki pendidikan yang layak untuk bisa hidup sejahtera dan mandiri. Budaya disini telah menetapkan perempuan dalam wilayah kerja yang sudah tentu, yakni sumur, kasur, dan dapur. Hal ini menyebabkan banyaknya perempuan yang tidak dibenarkan untuk mengecap pendidikan dengan layak.

Aku sangat tidak setuju dengan pola pikir seperti itu. Bagiku, para perempuan harus memasuki dunia pendidikan guna memberdayakan dan membentuk karakteristik perempuan yang mandiri. Karena itu, aku mulai mengadakan beberapa kelas kecil dengan perempuan-perempuan di desaku untuk memberikan pengetahuan mengenai keterampilan busana seperti menyulam dan menjahit.

Usahaku dalam meningkatkan pendidikan bagi kaum perempuan di desaku ternyata tidak mudah, banyak sekali rintangan yang harus ku hadapi. Mulai dari dana untuk membiayai kegiatan kelas, cemoohan, dan pandangan miring dari masyarakat. Pembaruan yang aku lakukan dalam menyekolahkan dan menghadirkan perempuan dalam area pendidikan formal ternyata belum bisa diterima oleh para warga disini.

Oleh sebab itu, aku sedikit tertekan dengan kondisi ini. Tetapi suamiku terus menyemangati dan mendukung upayaku dalam mendidik perempuan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun