“Loli benar, aku harus juara kelas semester ini.” Ucap Dea mulai yakin. Entah magnet bumi bagian mana yang membuat gadis itu percaya diri.
“Dari peringkat 20?” Ucap Lusi yang membuat Dea tertohok jleb.
“Aku akan berusaha.” Dea tetap yakin sambil mengepalkan tangannya seperti pejuang yang akan berperang, sementara Lusi dan Loli meletakkan tangan mereka di pundak Dea.
Masih ada beberapa bulan untuk sampai di ujian semester, dengan semangat 45 Dea belajar dengan sangat tekun. Pagi subuh, hingga menjelang tengah malam tidak ada waktu luang baginya selain menenteng buku. Ibu Dea sangat heran melihat perubahan pada diri anak gadisnya, tetapi Beliau juga sangat senang. Loli dan Lusi pun juga senang melihat perubahan Dea, setidaknya Dea tidak lagi merepotkan mereka saat ujian.
Hingga saat yang ditentukan, pengumuman juara kelas. Dea pun terpilih menjadi juara seperti yang diharapkannya. Dan impiannya untuk berdiri di dekat kak Ibram menjadi kenyataan. Dea memandang Ibram dengan senyum, Ibram pun membalasnya dengan senyum manis yang membuat Dea tampak tersipu. “Selamat Dea”, ucap Ibram tiba-tiba. Kalimat yang mampu membuat dunia Dea berhenti berputar. Satu harapan terwujud.
“Kamu harus jadi ketua ekskul teater.” Ucap salah seorang guru pembina ekskul teater beserta anak-anak yang lain.
“Ta, tapi, mengapa harus saya Bu?”
“Ya karena kamu pasti bisa, kamu pasti mampu Dea.”
“Tetapi Bu, saya…”
Belum selesai Dea mengucapkan kalimatnya, pandangannya teralihkan saat melihat Ibram datang. Laki-laki tampan itu terlihat lebih tampan dari biasanya. Entah dari mana dia datang, yang jelas saat ini Dea merasa jika Ibram memberinya semangat dan meminta dirinya untuk menerima tawaran tersebut.
“Baik Bu, saya bersedia.” Jawab Dea yakin.