Mohon tunggu...
novilia permatasari
novilia permatasari Mohon Tunggu... Guru - Guru

Saya seorang guru swasta di sebuah Madrasah Aliyah di kota saya. Saya juga seorang Ibu yang memiliki hobi menulis, terutama novel fiksi dan juga cerpen

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Because You Are My Inspiration

5 Juni 2023   10:29 Diperbarui: 5 Juni 2023   10:51 281
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Pagi telah tiba, dengan malu-malu Sang Surya mulai menampakkan diri, seperti gadis cantik yang akan bertemu dengan Pujaan Hati. Burung-burung bernyanyi dengan merdu, bak playlist musik penyemangat pagi. Pagi yang cerah, pagi yang indah, seindah hati Dea yang selalu menunggu datangnya Sang Mentari.

Ya, dari kejauhan tampak Dea yang sudah siap dengan seragam putih abu-abunya menenteng tas hendak pergi ke sekolah. Gadis itu tampak sangat ceria. Dengan langkah gontai dia menggoes sepeda miliknya hingga sampai di sekolah yang masih tampak sangat sepi. Terang saja, jam kecil yang melingkar di tangannya masih menunjukkan pukul 06.15 yang berarti masih 30 menit lagi untuk mendengar bel masuk sekolah.

Gadis itu segera berlari menuju kelasnya, menaiki tangga hingga sampai di lantai teratas. Senyum Dea mengembang saat dari kejauhan tampak anak laki-laki dengan seragam yang sama dengannya masuk ke dalam gedung sekolah. Dari posisinya saat ini, gadis itu bisa melihat dengan jelas wajah tampan anak laki-laki tersebut. “Ahh, Kak Ibram.” Ucap Dea lirih sambil meletakkan tangan di dadanya.

Ya, Ibram adalah kakak kelas Dea yang juga merupakan cinta pertamanya. Sejak menjadi siswa baru di sekolah ini Dea sangat mengagumi Ibram. Bagaimana tidak, Ibram memiliki postur tubuh yang atletis, kulitnya putih, mata yang tajam, dengan proporsi wajah yang bisa dibilang sempurna. Belum lagi laki-laki itu selalu menjadi juara kelas. Tak salah jika Dea sangat mengaguminya. Bahkan semua keturunan Hawa di sekolah ini pasti mengidam-idamkan untuk menjadi kekasih Ibram.

“Kamu ngapain De?” Kata Lusi, salah satu sahabat Dea. Entah dari mana munculnya anak itu, awalnya Dea berpikir hanya dia seorang di tempat tersebut.

“Ah nggak kok, nggak apa-apa.”

“Ih, kamu merhatiin kak Ibram ya De.”

“Nggak..”

“Dea suka sama kak Ibram, Dea suka sama Kak Ibram..”, mulut Lusi sudah mulai di luar kendali, membuat Dea segera membungkam mulut tersebut dengan kedua tangannya.

“Diem..”

“Apa De, kamu suka sama Kak Ibram?” Loli, sahabat Dea yang lain datang untuk memperjelas pendengarannya.

“Nggak kok, itu Si Lusi bohong.” Dea berusaha menutupi. Sementara Lusi dan Loli tertawa.

“Kok kalian tertawa?”

“Tuh liat”, Loli menunjukkan Ibram yang saat ini tengah dikerumuni perempuan-perempuan cantik.

“Kalau cewek level kita kayaknya mundur saja deh De, daripada sakit hati, ya nggak?” Lusi menimpali.

Dea menghela napas panjang, gadis itu seperti mengiyakan apa yang sahabatnya katakan. “Ihh, lagi pula siapa juga yang suka sama Kak Ibram.” Kata Dea sambil meninggalkan teman-temannya.

Sampai di rumah Dea berdiri di depan cermin. “Bener juga sih, kalau dibandingin sama cewek-cewek itu aku nggak ada apa-apanya. Mereka putih, cantik.” Dea memperhatikan tangannya yang tampak hitam, wajahnya juga tampak sangat kusam, bibir keringnya sudah seperti tanah di musim kemarau. “Aku harus jadi seperti mereka.” Ucap Dea sambil tersenyum yakin.

Untuk pertama kalinya Dea mulai mengoleskan lulur di tubuh. Dan mulai menempelkan skincare di wajah polosnya. “Semoga jadi cantik, aamiin.” Ucapnya.

Dua minggu kemudian Dea tampak berbeda. Gadis kucel itu kini sudah tampak cantik. Pagi ini Dea tidak ingin lagi memperhatikan Ibram dari lantai atas, Dea ingin ikut gerombolan gadis-gadis cantik itu agar Ibram memperhatikannya.

“Auuu, auuuu”, rintih Dea saat dia berdesak-desakkan dengan gadis-gadis cantik yang tengah menunggu kedatangan Ibram. “Tahu begini mending lihat dari atas”, batin Dea.

Namun kekesalannya segera hilang saat dari jauh tampak Ibram dengan segala pesonanya datang memasuki halaman sekolah. Beberapa gadis ada yang berteriak memanggil-manggil namanya untuk mendapatkan perhatian dari laki-laki itu. Dea pun melakukan hal yang sama.

Namun Ibram sama sekali tidak memperhatikan itu semua. Dengan gerakan cepat, laki-laki itu segera berlari menghindari gerombolan para gadis tersebut.

“Oo jadi kamu sembunyi-sembunyi suka sama kak Ibram, sembunyi-sembunyi ingin dapat perhatian dia….” Ucap Lusi dan Loli, mereka tahu apa yang baru saja Dea lakukan.

“Maaf, bukan itu maksudku, aku hanya malu.”

“Nah ini masalah kamu. Malu. Kalau kamu ikut teriak-teriak kayak gitu, kak Ibram nggak bakal respect sama kamu. Yang ada malah illfeel.” Kata Loli.

“Terus bagaimana dong?”

“Kamu harus beda, kamu harus tunjukin sama kak Ibram kalau kamu pantas untuk diperhatikan.”

“Caranya?”

“Nih, ikut ekskul teater. kak Ibram kan juga ikut ekskul itu.”

“Hmm bener juga, oke deh aku ikut”, jawab Dea semangat.

Dea tersenyum senang saat dirinya memegang kartu anggota ekskul teater. “Dengan begini aku pasti bisa lebih dekat dengan kak Ibram.” Harap Dea. Tetapi salah, Dea tidak mendapatkan jadwal latihan yang sama dengan Ibram. Dari mana bisa dekat?

“Mungkin kamu harus jadi juara kelas De!” Seru Loli yang pastinya membuat Lusi dan Dea terbelalak. “Iya, juara kelas. Bukankah setiap semester kak Ibram selalu juara kelas. Setidaknya kalau semester ini kamu juara kelas, kamu bisa berdiri di dekat kak Ibram saat Kepala Sekolah mengumumkan juara kelas.”

“Kamu kalau ngomong dipikir dahulu napa sih Lol?” Lusi menyeringai.

“Loli benar, aku harus juara kelas semester ini.” Ucap Dea mulai yakin. Entah magnet bumi bagian mana yang membuat gadis itu percaya diri.

“Dari peringkat 20?” Ucap Lusi yang membuat Dea tertohok jleb.

“Aku akan berusaha.” Dea tetap yakin sambil mengepalkan tangannya seperti pejuang yang akan berperang, sementara Lusi dan Loli meletakkan tangan mereka di pundak Dea.

Masih ada beberapa bulan untuk sampai di ujian semester, dengan semangat 45 Dea belajar dengan sangat tekun. Pagi subuh, hingga menjelang tengah malam tidak ada waktu luang baginya selain menenteng buku. Ibu Dea sangat heran melihat perubahan pada diri anak gadisnya, tetapi Beliau juga sangat senang. Loli dan Lusi pun juga senang melihat perubahan Dea, setidaknya Dea tidak lagi merepotkan mereka saat ujian.

Hingga saat yang ditentukan, pengumuman juara kelas. Dea pun terpilih menjadi juara seperti yang diharapkannya. Dan impiannya untuk berdiri di dekat kak Ibram menjadi kenyataan. Dea memandang Ibram dengan senyum, Ibram pun membalasnya dengan senyum manis yang membuat Dea tampak tersipu. “Selamat Dea”, ucap Ibram tiba-tiba. Kalimat yang mampu membuat dunia Dea berhenti berputar. Satu harapan terwujud.

“Kamu harus jadi ketua ekskul teater.” Ucap salah seorang guru pembina ekskul teater beserta anak-anak yang lain.

“Ta, tapi, mengapa harus saya Bu?”

“Ya karena kamu pasti bisa, kamu pasti mampu Dea.”

“Tetapi Bu, saya…”

Belum selesai Dea mengucapkan kalimatnya, pandangannya teralihkan saat melihat Ibram datang. Laki-laki tampan itu terlihat lebih tampan dari biasanya. Entah dari mana dia datang, yang jelas saat ini Dea merasa jika Ibram memberinya semangat dan meminta dirinya untuk menerima tawaran tersebut.

“Baik Bu, saya bersedia.” Jawab Dea yakin.

Hari-hari berlalu, sebagai ketua ekskul Dea tampak sangat sibuk. Namun Lusi dan Loli selalu membantunya. Sehingga semua terasa mudah bagi Dea.

“Kamu sekarang jadi terkenal De.” Ucap Lusi sambil membawa beberapa cokelat di hari valentine yang bertuliskan ucapan untuk Dea. “Gila, ini cokelat-cokelatnya pasti enak.” Lusi berkata lagi.

“Makan saja! Dea masih menunggu cokelat dari ayang.” Ucap Loli yang membuat Lusi segera memasukkan potongan cokelat ke mulutnya.

“Kenapa sampai sekarang kak Ibram tidak pernah memperhatikanku? Padahal ini semua aku usahakan untuk dia. Jangankan memperhatikan, melihatku saja tidak pernah.” Ucap Dea dengan wajah sendu.

“Namanya juga laki-laki De, kayak kadal, susah dipegang.” Ucap Lusi sambil mengunyah.

“Ngunyah yang bener!” Loli menyeringai. “Ada satu lagi De, kamu harus jadi ketua OSIS.”

“Apaan sih Lol? Ide-ide kamu pasti nggak jelas deh.” Seringai Dea yang tidak menyangka sahabatnya akan mengatakan hal itu. lagi pula Dea juga tidak berpengalaman dalam hal tersebut.

“Kamu pasti bisa De. Bulan depan pemilihan ketua OSIS. Kita daftar sekarang.”

“Lol, apa kamu yakin? Udah sampe sini juga kak Ibram nggak perhatiin aku sama sekali.”

“Yakin banget. Kak Ibram pasti bakal dekat sama kamu. Kan Kak Ibram ketua OSIS tahun ini.”

Dea pun sepakat. Dengan bantuan dari kedua sahabatnya dan juga dukungan dari teman-teman yang lain terpilihlah Dea sebagai ketua OSIS di periode tahun ini.

Bukan perkara yang mudah tentunya menjadi ketua OSIS. Dea pun mengalami kesulitan yang besar di awal. Namun dengan tekadnya, Dea bisa mengatasi semua masalah-masalah yang datang. Hingga beragam pujian dari sekolah tak henti-hentinya dia terima.

Dan ternyata Loli benar, menjadi ketua OSIS menjadikan dirinya dan Kak Ibram menjadi dekat. Dea sangat senang akan hal ini.

“Jangan salah De, pertama kamu harus pastikan dahulu semua koordinator bidang telah menyelesaikan tugasnya dengan baik. Kamu pun juga harus turun tangan untuk melihat kesiapan mereka.” Ucap Kak Ibram memberi petunjuk.

“Iya Kak terima kasih.” Jawab Dea dengan wajah berseri. Baginya tidak ada kebahagiaan selain bisa merasakan moment seperti ini.

****

“Ini saatnya De.” Kata Loli dengan yakin saat ketiga sahabat itu sedang belajar bersama di rumah Dea.

“Apa?” Jawab Lusi sementara Dea masih asyik dengan buku di tangannya.

“De… dengerin!” Loli membentak membuat Dea terkejut dan mau tidak mau meletakkan bukunya kemudian mendengarkan Loli.

“Kamu harus nembak kak Ibram.”

“Hahhh…” Ucap Dea dan Lusi bersamaan.

“Iya De, sudah saatnya kamu harus mengakui perasaanmu kepada kak Ibram. Denger-denger kak Ibram akan melanjutkan kuliah di luar kota, kalau nggak salah di Medan. Jadi kalian nggak bisa bertemu lagi.”

“Apa kamu yakin Lol?” Tanya Dea ragu.

“Yakin, lagi pula sekarang kalian sering kerja bareng, sering ngobrol bareng. Masak ngomong begitu saja kamu nggak bisa.”

“Ya, tapi kan…”

“Daripada kak Ibram ditembak cewek-cewek kota Medan?” Lusi pun ikut menimpali.

“Tapi aku….”

“Dea… ayahmu telefon Nak.” Suara Ibu membuyarkan obrolan tak berujung itu. wajah Dea berbinar saat mendengar jika Sang Ayah yang saat ini bekerja di Singapura menelefon.

“Emang Dea harus nembak kak Ibram sekarang ya Lol?” Lusi melanjutkan obrolan yang tertunda.

“Iya lah, lagi pula kapan lagi Si Dea bakal ngungkapin perasaannya kalau nggak sekarang? Kamu lihat sendiri kan bagaimana perjuangan Dea dari yang awalnya gadis kucel peringkat 20, sekarang jadi gadis cantik ketua kelas, ketua teater, ketua OSIS. Itu semua kan dia lakukan untuk kak Ibram.”

“Iya sih.. Eh, De kok cepet kamu ngobrolnya sama ayah? Kamu kenapa De?” Dea datang dengan wajah sendu.

“Ayah memintaku untuk tinggal di Singapura. Melanjutkan 1 tahun sekolah dan nanti kuliah di sana juga.”

“Terus…”

“Aku nggak mau.” Jawab Dea tertawa lebar.

“Alhamdulillah…” ucap Lusi dan Loli bersamaan dengan senyum mengembang.

“Aku nggak mungkin lah ninggalin kalian. Aku ntar temenan sama siapa?” Mereka bertiga pun berpelukan seperti tidak ingin terpisahkan.

Dea telah meyakinkan diri untuk mengungkapkan isi hatinya. Semua telah dia siapkan dengan baik. Hari ini hari kelulusan kelas 12, semua kelas 12 merayakannya. Dea berharap kebehagiaan Ibram akan lebih sempurna jika hari ini dirinya juga menyatakan cinta untuk Ibram.

“Hai De..” sapa Ibram sedikit terkejut saat Dea mendekatinya. Dari gerak gerik Dea, Ibram tahu jika Dea ingin mengatakan sesuatu. Laki-laki itu pun mengajak Dea keluar dari keramaian.

“Ada apa?” Tanya Ibram.

“Kak Ibram, aku ingin mengatakan sesuatu. Boleh?”

Ibram tersenyum, “katakan!”

Dea menghela napas panjang, dari kejauhan tampak Lusi dan Loli mengintai keduanya.

“Sejak menjadi siswa baru di sekolah ini, aku mulai memperhatikan Kak Ibram. Setiap hari aku berangkat pagi dan menunggu kedatangan Kak Ibram dari lantai atas. Lusi dan Loli bilang kalau aku tidak mungkin bersaing dengan cewek-cewek cantik yang selalu memujamu itu. Aku berusaha untuk mendapatkan perhatian kakak. Aku mulai membeli skincare, bedak, dan lainnya. Aku juga ikut ekskul teater agar bisa bertemu Kak Ibram. Tetapi jadwal latihan kita tidak pernah bersama.” Dea tersenyum mengingat hal bodoh itu.

“Lalu Loli mendapatkan ide gila. Dia memintaku menjadi juara kelas dari peringkat ke 20. Agar aku bisa berdiri di sebelah Kak Ibram saat pengumuman juara kelas. Ide yang gila. tetapi itu semua berhasil. Begitu seterusnya hingga sekarang. Aku ingin mengatakan terima kasih untukmu Kak. Kakak telah memberiku inspirasi, memberiku semangat untuk mendapatkan sesuatu yang awalnya mustahil. Terima kasih.” Dea mulai meneteskan air mata.

Dea kembali menghembuskan napas dalam. “Pertama kali aku merasakan perasaan seperti ini. Perasaan untuk menginginkan diri ini menjadi bagian dari hidupmu. Perasaan yang menginginkan hati ini menjadi bagian dari hatimu. Ah mungkin ini gila. Tapi Loli bilang kalau aku tidak mengatakan semua ini sekarang, aku tidak mungkin mendapatkan kesempatan lagi.”

“Ibram.., Sayang.., kemarilah! Kita akan foto bersama.” Sebuah teriakan yang membuat Dea sangat terkejut. Begitu pula Loli dan Lusi yang juga mendengarnya.

Dea segera menoleh ke sumber suara. Tampak kak Sintia tengah melambaikan tangan kepada Ibram. Kak Sintia, gadis cantik teman sekelas Ibram. Dea pun mengenal gadis itu. kak Sintia adalah gadis yang sangat baik, gadis itu juga sering membantu Dea.

“Iya sebentar..”, jawab Ibram.

“Ahh Kak Ibram berpacaran dengan Kak Sintia?” Dea tidak menyangka jika Ibram telah memiliki seorang kekasih.

“Dea..”, Ibram berusaha menenangkan Dea karena badan gadis itu oleng.

“Tidak, tidak Kak. Aku tidak apa-apa. Maaf aku tidak tahu jika..” Dea tidak bisa melanjutkan kata-katanya. Gadis itu sibuk menahan air matanya agar tidak turun, meskipun tidak berhasil.

“Semoga Kak Ibram dan Kak Sintia selalu bahagia. Maafkan aku.” Ucap Dea kemudian berjalan menjauhi Ibram.

Lusi dan Loli segera mendekati Dea, rasa sakit yang Dea rasakan pasti mereka berdua juga merasakannya.

****

“Kamu yakin mau ninggalin kita De?” Ucap Lusi berlinang air mata.

“Aku nggak ninggalin kalian kok. Kita kan masih bisa berhubungan.”

“Tetapi kita pasti kesepian tanpa kamu De.” Imbuh Loli sambil menangis.

Dea pun memeluk kedua sahabatnya, ketiganya kini tenggelam dalam kesedihan. Ya, Dea telah memutuskan untuk menerima tawaran ayahnya. Gadis itu akan melanjutkan sekolah di Singapura sekaligus melanjutkan kuliah di sana.

Entahlah, mungkin rasa kecewa yang tengah dideranya membuat Dea tidak bisa jika harus tinggal di kota ini lagi. Bagi Dea jika dirinya masih di sini, kenangan akan Ibram masih akan terus melekat di matanya.

“Kalian berdua hati-hati, jaga diri baik-baik!” Ucap Dea kemudian masuk ke dalam mobil yang akan membawanya ke bandara.

****

8 tahun kemudian

Seorang gadis tampak berlari memasuki gedung rumah sakit. Dari raut wajahnya tampak sebuah kecemasan yang amat sangat.

“Lusi..”, teriak gadis itu setelah membuka pintu.

“Deaa….”

Ya, Dea telah pulang. Tepat di hari kelahiran putri pertama Lusi. Ini adalah pertama kalinya Dea kembali menginjakkan kaki di kota ini setelah dia pergi.

Ini semua demi keponakan barunya. Dea bisa saja tidak datang saat Lusi menikah. tetapi semalam, saat gadis itu mendengar teriakan Lusi yang kesakitan karena akan melahirkan, Dea tidak mampu lagi menahan kekhawatiran. Dan segera memesan tiket untuk pulang ke negaranya.

“Kamu kenapa enggak bilang kalau mau ke sini De?” Ucap Roni, suami Lusi.

“Aku cuma mau bertemu sama Lusi dan bayinya. Aku ingin pastiin kalau mereka baik-baik saja.” Ungkap Dea sambil mencium bayi mungil dalam gendongannya.

“Sudah jadi Bos sekarang Ron, dianya sibuk mulu. Jadi kamu cuma mau bertemu Lusi, aku nggak?” Seru Loli yang dari semalam juga ikut menunggu proses persalinan Lusi.

“Enggak..”, jawab Dea kemudian membuat ketiganya tertawa.

Ketiga sahabat itu memang jauh, tetapi hati mereka tetap satu. Mereka mampu membuktikan jika jarak tidak akan membuat persahabatan mereka putus, bahkan mereka merasa lebih dekat.

“Selamat pagi, dokter akan melakukan pemeriksaan.” Ucap seorang perawat yang baru saja masuk ke ruang perawatan Lusi. Diikuti dokter di belakangnya.

Betapa terkejutnya Dea saat tahu bahwa dokter tersebut adalah Ibram. Dea berusaha bersembunyi di belakang Loli agar Ibram tidak melihatnya. Meski tidak bisa dipungkiri jika Dea sangat bahagia. Rasa rindu yang selama ini dia pendam seorang diri, kini terbayar lunas. Wajah laki-laki itu masih sama seperti dahulu. Masih sangat tampan, bahkan semakin tampan.

Dea terus memperhatikan Ibram dari balik tubuh Loli. Gadis itu tidak menyangka akan bertemu Ibram di saat seperti ini. Ibram adalah dokternya Lusi. Mengapa Lusi tidak pernah bilang?

“Dea apa kabar?”

Degg, jantung Dea seperti berhenti berdetak saat Ibram menyapanya. “Beb, beb, baik Kak Ibram.” Jawabnya terbata. Ternyata Ibram tahu jika dirinya sembunyi di belakang Loli. Kedua sahabatnya itu bersama dengan Roni hanya bisa tertawa kecil menyaksikan kegugupan Dea.

“Ciee, yang keinget masa lalu.” Gurau Lusi bersama yang lain.

“Apaan sih”, balas Dea. “Guys, sore ini aku harus kembali ke Singapura.

“Apa?”

“Iya, aku ke sini hanya untuk bertemu baby dan kalian. Lagi pula akan buruk jika aku terlalu lama di sini.”

“Tanpa bertemu dengan kak Ibram?” Lusi menimpali.

“Untuk apa?”

“Untuk meminta kak Ibram menikah denganmu.” Jawaban Loli membuat Dea terbelalak.

“Iya De, ini semua sesuai dengan semua rencana kami.” Balas Roni.

“Maksud kamu?”

“Ibram itu sahabatnya Roni. Meskipun kamu enggak datang di hari bahagiaku, tetapi aku yakin kamu pasti datang saat aku kesakitan. Jadi kita atur deh acara semalam.” Lusi mulai berceloteh.

“Dan berhasil, kamu ternyata datang juga.” Loli menimpali.

“Ibram menyukaimu sejak dahulu De, jauh sebelum kamu menjadi cewek popular di sekolah.” Kenang Roni. “Ibram pun sangat bangga dengan perjuanganmu. Dia selalu berkata jika Dea adalah gadis yang beda. Aku menyukai Dea.” Imbuhnya.

“Dan ternyata kak Sintia itu bukan ceweknya kak Ibram. Kak Ibram cintanya sama kamu. Kamu saja yang salah sangka.” Lusi ikut menimpali.

“Saat itu keluarga Ibram dalam masalah. Ibram harus ikut budhenya untuk melanjutkan pendidikan. Dia juga sangat menyayangkan kepergianmu De. Hari saat kamu pergi adalah hari terberat baginya. Laki-laki payah itu ingin sekali mengutarakan isi hatinya sepertimu tetapi terlambat.” Roni kembali menceritakan masa lalu.

“Mengapa kalian tidak memberi tahu ini semua dari dulu?” Ucap Dea lirih.

“Karena kak Ibram sendiri yang melarang. kak Ibram terinspirasi darimu De. Karena cinta yang kamu miliki untuknya, kamu rela berjuang untuk mengubah dirimu. Kak Ibram ingin menemuimu saat dia juga merasa  pantas untuk memiliki cintamu.” Tutur Loli sambil mengusap air mata yang jatuh di pipi Dea.

Tanpa banyak bertanya lagi Dea segera berlari mencari laki-laki yang sangat dicintainya dahulu hingga kini. Dengan nafas terengah-engah langkahnya terhenti saat di depannya berdiri seorang laki-laki yang dicarinya.

“Dea..”, panggil Ibram sambil membantu Dea mengatur napas.

“Kak Ibram, maukah kamu menikah denganku?” Ucap Dea yang masih terengah-engah.

Kalimat to the point Dea membuat Ibram terkejut mendengarnya apalagi beberapa orang yang juga berada di tempat itu. Mereka hanya ternganga mendengar kalimat tersebut.

Tak lama Ibram tersenyum, memegang pipi Dea dengan kedua tangannya. “Gadis nakal, mengapa kamu mencuri kalimatku? Tidak bisakah menunggu sampai aku menyelesaikan pekerjaan?” Kata Ibram yang pastinya membuat Dea sangat senang. Keduanya pun berpelukan menikmati semua hasil dari perjuangan cinta mereka selama ini. Beberapa orang di tempat itu pun turut bertepuk tangan melihat mereka.

Cinta, sebuah perasaan yang sangat kuat. dimana kita sendirilah yang mampu mengartikannya. Dea dan Ibram telah mengartikan cintanya. Cinta tidak hanya masalah rasa bahagia, sedih, dan nafsu. Cinta adalah inspirasi. Saat kita jatuh cinta, di situlah sebuah inspirasi mampu membawa kita menjadi lebih baik.

Jangan takut untuk jatuh cinta dan bersiaplah menjadi lebih baik karena cinta!

TAMAT

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun