"Hmm.. Iya.. Ya sudah jangan kebanyakan ngomong."
Begini jadinya kalau aku tidak membawa bekal makan siang dari rumah. Niat makan sendiri, sekarang malah harus menemani Henry. Aku tidak mungkin pergi begitu saja, sedangkan tadi dia datang kesini karena pasti telah melihatku sendirian disini. Jujur saja, aku tidak mau terlalu sering berlama-lama di dekatnya karena aku tidak mau perasaanku padanya semakin dalam. Sebisa mungkin aku selalu ingin menghindarinya, namun terkadang itu sangat sulit dilakukan. Henry begitu sering muncul tiba-tiba di hadapanku.
"Sudah makannya?" tanyaku padanya ketika melihat isi piring satenya telah tandas.
"Hmm.. Enak Mel.." Henry menyahut, hendak menenggak segelas es teh manisnya.
Aku memandangi wajahnya ketika dia sedang minum. Aku teringat kala dulu Faris pernah mengomentari wajahnya yang tampan. Namun aku menepis anggapan itu. Sekarang kedua mataku dapat dengan jelas melihat detil wajah itu. Mungkin aku telah terlalu lama terdiam menatapnya tanpa bersuara, hingga dia mengagetkanku.
"Mel ! Sudah.. Kok bengong?"
"Oh sudah habis ya minum kamu?" aku tersentak dan mengalihkan pandanganku ke arah gelas Henry.
"Balik sekarang? Aku traktir Mel.."
"Eh serius?"
"Iya, yuk.."
Aku hanya dapat mengucapkan terima kasih pada Henry. Setelahnya, Henry menemaniku berjalan menuju pintu samping kedai. Kami tidak banyak mengobrol lagi, kami hanya menikmati bersama tiupan angin yang lembut sepoi-sepoi menyibak rambut kami. Henry hanya mengantarku sampai di depan pintu samping kedai. Aku melihatnya berbalik badan dan melambaikan tangannya padaku. Entah sampai kapan aku bisa melihat senyum itu di wajahnya.