Satu hari telah berlalu, ini adalah hari terakhirku sebelum kontes antar barista se-Jakarta Selatan dilaksanakan. Aku kebagian shift pagi hari Jumat ini. Sejak kemarin mama dan papa selalu menyemangatiku agar aku tidak hilang kepercayaan diri mendekati waktu kontes. Kata-kata penyemangat dan ekspresi wajah keduanya selalu terngiang dan terbayang olehku ketika rasa cemas tiba-tiba menyerangku. Di tengah lamunanku memikirkan hari esok, ponselku berdering dan bergetar. Namun aku hanya menyetelnya dengan volume kecil ketika sedang stand by di meja barista.
"Ada yang getar-getar nih..'' Mutia sedang berdiri di sampingku, tubuhnya sangat dekat dengan mejaku.
"Apaan yang getar? Gempa?" tanya Dion padanya sambil tertawa dari arah meja kasir.
"Mel, handphone kamu tuh getar." Mutia memberitahuku ketika menyadarinya. Sedang aku belum menyadarinya sejak tadi. Hmm.. Kenapa terkadang aku ini bodoh ya?! Padahal ponsel itu ku letakkan di atas lemari kecil yang berada di bawah meja kerjaku. Untung panggilan itu belum diakhiri, aku buru-buru menjawabnya. Oh, tumben sekali Mba Lidya menelponku ke ponsel.
"Halo Mba.. Maaf lama angkatnya."
"Iya Mel, lagi banyak customer ya?"
"Oh ngga juga Mba, ada apa?"
"Mel, kamu sudah siap kan buat besok? Maaf ya Saya ngga bisa dateng. Hari Minggu Saya mau pulang ke Pontianak. Jadi besok mau kumpul dulu di rumah."
Aku terkejut mendengarnya, aku pun bergerak ke dekat pintu masuk kedai, menjauh dari teman-teman yang lain.
"Pulang ke Pontianak Mba?"
"Iya Mel, pulang kampung. Nanti anak-anak Saya hubungin semua kok. Tapi kalau bisa kamu jangan bilang dulu ya sama yang lain."