"Terus kedai gimana Mba? Memangnya Mba Lidya ngga balik lagi kesini?"
"Kedai nanti tetap Saya kontrol lewat kalian. Kira-kira seminggu dua kali mama Saya cek kesitu. Saya minta maaf ya Mel, kalau mungkin selama ini ada kata atau sikap Saya yang menyinggung kamu. Makasih banyak kamu mau kerja buat Saya."
"Ya ampun Mba, harusnya Saya yang berterima kasih banget sudah dikasih banyak kesempatan sama Mba Lidya."
"Iya Mel, sama-sama. Segini dulu ya, besok-besok kita sambung lagi. Oke Mel?"
Mba Lidya telah menutup telponnya. Kenapa mendadak hatiku diselimuti rasa hampa setelah mendengarnya mengucapkan salam perpisahan. Kenapa dia mengucapkan itu seolah tidak akan pernah bertemu lagi denganku? Berarti, dia akan pergi dengan membawa seluruh rasa sakit, penyesalan serta sisa cintanya pada Henry. Aku dapat merasakan getaran itu pada suaranya. Bahkan dia tidak menjawab ketika aku bertanya apa dia tidak akan kembali lagi kesini.
Aku terlalu lama berbicara dengan Mba Lidya di telpon. Aku bergegas kembali ke area kerjaku. Bagus lah, teman-teman tidak ada yang kepo menanyaiku. Mereka tidak ingin tahu apa urusanku tadi di telpon. Aku rasa mereka juga tidak tahu kalau itu adalah telpon dari Mba Lidya. Meski pikiranku sedang kacau, aku harus kembali membantu Dion menghandle pesanan pelanggan.
Pukul empat sore, aku berdiri di depan lokerku. Mengeluarkan tas dan jaket, bersiap untuk pulang. Tidak lupa, hari ini jadwal ku membawa pulang celemek hijau milikku untuk dicuci di rumah. Ponselku kembali berdering. Kali ini dari Henry.
"Mel, tungguin aku ya. Aku anter kamu pulang. Ngga sampe jam lima kok, aku susul kamu di kedai."
"Oh ya sudah. Aku tunggu di ruang belakang ya. Nanti kamu ke pintu samping kedai aja."
Aku menjatuhkan tubuh di lantai dekat pintu samping. Menyandarkan seluruh punggungku pada dinding. Aku menghela nafas, masih terngiang segala ucapan Mba Lidya di telpon tadi. Aku tidak tahu bagaimana caranya aku dapat kembali memfokuskan pikiranku pada kontes besok pagi.
"Mel, ayo..!!!" Henry datang dan melongo ke dalam ruangan tempatku duduk.