Yang lain hanya mengiyakan dan membenarkan ucapan dari mulut Eka itu. Aku sampai tidak bisa mengatakan apa-apa lagi. Terserah mereka saja lah, aku hanya tidak ingin merepotkan mereka lagi. Aku sih senang-senang saja kalau mereka mau menemaniku disini hingga malam pengumuman nanti.
Seusai makan siang bersama, kami kembali ke dalam aula. Kami ikut masuk kembali ke dalam ruang kompetisi untuk menyaksikan sesi-sesi yang selanjutnya. Mungkin tidak semua peserta kontes pada sesi pertama ikut duduk di tribun penonton, karena masih cukup banyak kursi penonton yang tidak terisi.
Satu jam kemudian setelah sesi kedua berakhir, kami kompak memutuskan untuk tidak menyaksikan dua sesi berikutnya. Kami duduk santai di koridor samping aula. Terlihat banyak orang yang juga sedang duduk dan bercengkrama di sana. Ada yang duduk di atas kursi permanen, namun ada juga yang asyik duduk di lantai. Riuh suara orang mengobrol diselingi canda tawa membuat suasana koridor tampak hidup. Kami bercengkrama pula ditemani sepoi-sepoi angin sore yang membuat rambut kami tersibak.
Henry menelponku, katanya dia sudah tiba di area kontes dan sekarang sedang memarkirkan motornya tidak jauh dari gedung aula. Aku mengarahkan padanya agar dia menghampiri kami di koridor samping aula. Beberapa menit kemudian dia pun telah hadir di hadapan kami. Sontak teman-temanku langsung menggodai kami ketika Henry berancang-ancang untuk ikut duduk bersama kami.
"Situ tuh sama Amel, pangku. Hahaha.." Faris tetap jadi orang pertama yang selalu menggoda kami. Yang lainnya malah mendukung, "Ciye, ciye.." Aku jadi malu pada Henry, kenapa jadi terkesan aku yang kesenangan karena kehadirannya disini. Sudahlah.. Mulutku hanya diam, namun tubuhku bergeser ke kanan untuk memberi tempat duduk padanya.
Sekarang kami semua hampir membentuk lingkaran, kompak duduk di lantai. Aku, Henry dan Eka bersandar pada dinding koridor, sedang yang lainnya duduk dengan posisi semau mereka masing-masing.
Kami menghabiskan waktu bersama di koridor ini hingga langit perlahan menjadi gelap. Rena dan Mutia sempat keluar membeli jajanan untuk kami. Menunggu pengumuman selama itu, tidak asyik rasanya kalau tidak sambil ngemil dan minum.
Ternyata Mba Lidya juga telah mengabari satu per satu personil kedai kami tentang kepergiannya besok. Mereka membahasnya di depanku dan Henry. Namun aku hanya tersenyum mengangguk menandakan bahwa aku juga sudah mengetahuinya. Sedang Henry hanya diam, tidak berkomentar apapun. Menurut info yang mereka dapat, Mba Lidya akan berangkat dari rumahnya besok pukul sebelas siang.
Seharian tadi cuaca cukup bersahabat, tidak gerimis ataupun hujan. Matahari juga bersinar tidak terlalu menyengat kulit. Tanpa terasa, kini telah pukul setengah sembilan malam. Tim panitia kontes antar barista mengumumkan dengan pengeras suara agar seluruh peserta kontes dan pengunjung yang masih berada di area kontes segera berkumpul di lapangan utama gedung, dimana nama-nama para pemenangnya akan segera diumumkan.
Serempak rombongan kami bangkit dari koridor samping aula dan melangkah bersama menuju lapangan utama. Tampaknya para pendukung peserta kontes sudah cukup banyak yang pergi meninggalkan area sejak tadi. Meski orang-orang yang berkumpul sekarang di lapangan masih cukup banyak, namun siang tadi tampaknya pendukung yang hadir masih lebih banyak ketimbang sekarang.
Rombongan kami berhenti di baris ketiga dari depan. Tidak terlalu jauh untuk dapat melihat dengan jelas wajah perwakilan tim panitia serta tim dewan juri di atas panggung. Pengumuman dimulai dari juara harapan tiga, dua dan juara harapan satu. Namun namaku tidak disebutkan dari ketiga nama tersebut. Lalu masuk ke pengumuman juara ke tiga. Suasana tampak semakin menegangkan, semua penasaran berharap-harap cemas.