Dina: Iya, iya. Tenang aja, Rara. Kita pasti bisa. Kamu kan pintar, aku kan cantik. Kita kombinasi sempurna. (tersenyum lagi)
Rara: (menggelengkan kepala lagi) Kamu itu, Dina. Selalu saja bercanda. (berdiri dan berjalan ke rak buku lagi).
Rara mulai mengetik makalahnya di laptop, sementara Dina duduk di sofa dan memainkan ponselnya. Rara sesekali menoleh ke arah Dina dan menunjukkan ekspresi kesal. Dina tidak menyadari hal itu dan terus asyik dengan ponselnya.
Setelah beberapa jam, Rara akhirnya menyelesaikan makalahnya. Dia mencetaknya dan memberikannya kepada Dina untuk dibaca dan dikoreksi.
Rara: Dina, tolong baca dan koreksi makalah ini. Aku sudah capek banget. Kamu bisa bantu aku sedikit, kan?
Dina: (menatap makalah itu dengan malas) Eh, udah selesai? Wah, kamu hebat, Rara. Aku bangga punya sahabat seperti kamu. (mengambil makalah itu dan membacanya sekilas)
Rara: (mengerutkan dahi) Dina, jangan cuma puji-puji doang. Baca yang bener, dong. Ini kan tugas kita berdua. Kamu juga harus ikut bertanggung jawab.
Dina: (mengangkat bahu) Ya udah, ya udah. Aku baca kok. (membaca makalah itu dengan cepat dan sembarangan)
Dina tidak benar-benar membaca makalah itu. Dia hanya melihat judul, subjudul, dan kesimpulan. Dia tidak memperhatikan isi, struktur, dan bahasa makalah itu. Dia menganggap bahwa makalah itu sudah sempurna, karena dibuat oleh Rara.
Dina: (menyerahkan kembali makalah itu kepada Rara) Nah, udah selesai. Makalahnya bagus banget, Rara. Aku yakin kita bakal dapet nilai A. Kamu memang jenius. (tersenyum lebar)
Rara: (mengambil makalah itu dan melihatnya dengan curiga) Kamu yakin udah baca semua? Kamu nggak nemuin ada yang salah atau kurang?