Mohon tunggu...
Noer Fadlilah Wening
Noer Fadlilah Wening Mohon Tunggu... Wiraswasta - https://ninin-dahlan-marchant.blogspot.com/

An ordinary wife who try to learn everything as much as possible.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

On The Bank of Kingston Upon Thames

18 Juni 2017   00:26 Diperbarui: 18 Juni 2017   01:17 542
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Kamu harus realistis, ini Inggris, berat hidup di sini, tidak seperti di film-film yang semua serba tersedia dan mudah untuk mendapatkannya," katanya datar tapi terdengar bersungguh-sungguh.

Aku terus mendengarkan suamiku berbicara, meski aku tidak mengerti apa maksudnya. Aku berangggapan, suamiku berpikir bahwa aku perempuan materealis, mengukur semuanya dari uang. Ingin hidup bersenang-senang selama di negaranya dan menghambur-hamburkan uang seperti wanita-wanita di film-film itu. Tentu saja tidak. Aku menikahinya bukan karena dia bule, bukan karena dia tinggal di Inggris, bukan karena dia memiliki jabatan yang bagus jika diukur dengan kacamata Indonesia. Aku menikahinya karena aku mencintainya, karena dia mau menikahiku, karena hanya dia yang berani menikahiku, dan karena Tuhan mengirimkannya untukku.

"Aku tidak tahu bagaimana menjadi istri, karena aku belum pernah menikah," kataku, "aku tidak tahu bagaimana caranya menjadi kekasih, karena aku tidak pacaran, jadi kamu harus mengajariku semuanya," ucapku padanya sambil tersenyum menatapnya, tapi aku bersungguh-sungguh.

Dia menatapku, tersenyum tipis dan mengulurkan tangganya ke pangguanku dengan lembut. Dia letakkan tangannya di salah satu pahaku yang dekat sisinya. Sedikit agak lama dan dia tidak menyahut apapun.

"Janji ya, kamu harus mengajariku bagaimana menjadi istri yang baik, bagaimana cara bercinta, bagaimana aku harus menyayangmu, bagaimana aku harus berbuat untukmu agar kamu bahagia," kataku menerocos bahagia.

Dan dia hanya tersenyum dalam diam, sambil matanya terus menatap ke depan. Aku yakin hatinya berbunga-bunga. Aku yakin matanya berbinar-binar. Aku yakin raut mukanya lebih memerah dibanding pipi kirinya yang nampak olehku berwarna kemerahan. Aku sentuh punggung tangannya dengan lembut, aku letakkan telapak tanganku di atas tangannya. Tiba-tiba, dia berusaha menarik tangannya.

"Ayo lepaskan, ini berbahaya, Sabila," katanya sambil melayangkan tangannya kembali ke kemudi, "kita hampir sampai."

Aku menatap jajaran rumah-rumah yang berderet rapi. Kebanyakan darinya sudah mati lampu. Lingkungan ini sungguh rapi dan indah. Aku menyukai suasana di sini. Begitu hening. Mungkin karena sudah larut malam. Sebelah kiri jalan adalah rumah-rumah detached house dua lantai, sedangkan sebelah kanan jalan adalah rumah-rumah bungalow yang rapi dan indah. Jalannya juga lebar dan halus. Struktur tanah nampaknya naik turun seperti di Tawangmangu, meski tidak setajam di  Tawangmangu, tapi indah bergelombang. Nampak dari halaman-halaman depan mereka yang naik turun, rata-rata ditanami rumput dan bunga-bunga, hanya beberapa yang halamannya dikelilingi batu putih atau pasir putih dan bunga-bunga dalam pot, tidak berpagar. Indah. Suamiku membelokkan mobilnya, berjalan lebih pelan.

"Itu rumah kita," katanya

"Mana?" tanyaku menyahut cepat.

"Sebentar lagi kita akan masuk untuk parkir," ucapnya menjawabku.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
  16. 16
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun