Sampai di gang dekat rumah ternyata ada orang meninggal juga. Nah, jalan ke arah rumahku tertutup total. Daripada putar balik lewat jalan timur yang cukup jauh, aku menitipkan mobilku di garasi milik teman, selanjutnya sengaja pulang berjalan kaki saja. Tidak jauh, paling hanya sekitar 400 meter.
Seperti biasa, aku membawa kunci gerbang garasi dan kunci gerbang pintu kecil. Kami masing-masing membawa anak kunci sendiri. Aku pulang pun diam-diam. Sepeda motor Mas Aryo ada, berarti dia ada di rumah. Biasanya jam tengah hari seperti itu dia beristirahat atau tidur. Maka aku berjalan berjingkat supaya tidak bersuara dan tidak mengagetkannya.
Aku masuk perlahan lewat pintu belakang, masuk kamarku sendiri di bagian belakang dekat dapur, lalu mengganti kostum dengan baju rumah. Kamar Mas Aryo di bagian depan bersisian dengan ruang tamu. Pintu ke arah ruang tamu terbuka dan aku pun masuk tanpa suara.
Namun, tiba-tiba aku mendengar bisik-bisik dan gurau manja di kamar Mas Aryo. Pintu sedikit tertutup, tetapi masih ada celah untuk melihat ke dalam. Aku mencoba mengintip dan seketika tubuhku bergetar hebat, dadaku bergemuruh. Seluruh persendianku terasa lumpuh. Panas dingin merambati sekujur tubuh!
Aku menahan diri semampuku. Tidak mengusik mereka. Namun, aku tetap stay di ruang tamu menunggu sampai mereka keluar sendiri.
Ya, aku menyadari sepenuhnya. Aku  juga punya andil kesalahan besar di sini. Sejak Mas Aryo menderita prostat setahun lalu, kami memang tidak lagi melakukan kewajiban sebagai suami istri. Mengapa? Bukan aku yang tidak mau melayaninya. Bukan! Melainkan Mas Aryo sudah tidak mampu lagi melakukan sehingga memintaku memahami keadaan dirinya. Karena itu, aku pun menyibukkan diri dengan berbagai aktivitas pengganti yang positif agar tidak memikirkan hal itu lagi. Sayangnya, aku lupa kalau Mas Aryo memerlukan terapi untuk itu. Terapi pribadi setelah melewati pemulihan dari penyakitnya.
Di ruang tamu tempatku berada sejenak, aku mendengar jelas apa yang mereka perbincangkan. Salah satunya, yang sebenarnya menohokku dari belakang adalah: mereka memperoleh kesukacitaan luar biasa karena apa yang selama ini dianggap tidak mampu dilakukan, ternyata mampu dilakukan dengan baik. Bahkan mereka telah menyusun jadwal kapan akan melakukan ulang hal yang mereka sukai itu.
"Ya, Tuhanku ... apa yang harus aku lakukan?" pikirku.
Aku ingin meninggalkan ruang tamu agar tidak lagi mendengar tawa mereka, tetapi kakiku terasa lumpuh tak mampu berdiri. Gemetar sekujur badan ini. Sendi-sendi pun lemas! Apalagi, dengan jelas aku dengar senda gurau mereka.
"Papa segalanya buatku! Aku tak bisa berpisah sampai kapan pun!"
"Ya! Aku tahu cintamu luar biasa! Dan itulah yang menyembuhkan aku!"