Tiba-tiba air mataku membanjir tak terbendung.
Saat jam tidur siang tiba, kantuk menyerangku dengan hebatnya. Kukira itu pengaruh obat yang sudah diberikan padaku lewat infus.Â
Tiba-tiba kulihat Bagus datang mengunjungiku dengan membawakan sebuket bunga.
"Ohhh ... siapa yang memberitahumu bahwa aku di sini?" Â tanyaku. Bagus hanya tersenyum sambil menunjuk-nunjuk ke atas. Kulihat seberkas sorot duka di matanya.
"Nah, kamu yakin 'kan kalau mamamu itu sangat menyayangimu?" tanyanya pelan. Aku hanya mengangguk. Butiran air bening pun kembali menyeruak membasahi pipiku. Bagus memelukku dengan erat.
"Terima kasih, ya ... kamu telah menyadarkanku betapa mama sangat menyayangiku!" Â isakku.
Bagus cuma mengangguk perlahan sambil berbisik, "Kamu cepat sembuh, ya! Aku sayang kamu!" katanya sambil merenggangkan pelukannya. "Tetapi ... sekarang aku harus segera pergi!"
"Loh ... kok! Kenapa tidak menemaniku di sini sebentar saja?"
Bagus menggeleng.
"Sebenarnya ...," katanya terbata-bata, "dua hari lalu aku mengalami kecelakaan. Sepeda motorku rusak parah!"
"Loohh ... trus?" kejarku penasaran. Sambil melotot kutanya serius ....