Mohon tunggu...
Ninik Karalo
Ninik Karalo Mohon Tunggu... Guru - Pendidik berhati mulia

Fashion Designer, penikmat pantai, penjelajah aksara-aksara diksi

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen: Foto Usang

4 Juni 2020   08:00 Diperbarui: 21 Agustus 2020   13:45 170
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Ingin rasanya ia mengumbar mimpinya di depan sahabatnya. Menguras semua dari dalam rasa yang membara. Menepis segala anggapan sebagian orang tentang tak bakal anak semisal Rara untuk melanjutkan studi. 

Jangankan kuliah, sekolah saja harus banting tulang sendiri. Rasa tahu diri itu selalu menggerogoti sukma. 

Ia sadar dirinya bukan apa-apa bila dibanding dengan sahabatnya Margy atau Selly yang memiliki keluarga yang hampir setiap keinginannya terpenuhi

"Ra, kuncinya?" Seorang perempuan paruh baya  membuyarkan lamunannya.

Gemerincing seikat kunci menggantung dalam jemarinya. Diulurkan tangannya ke arah perempuan yang disayanginya. 

Lalu langkahnya mengayun menuju ke arah bangku kosong. Dipandanginya sebelum meletakkan bokongnya di atas deretan kayu yang tertata rapi, walau sedikit usang. Seketika ia teringat masa sekolah. 

Dulu. Di bangku kosong inilah Rara acap kali menghabiskan waktumya bersama teman-temannya. 

Entah mengapa selalu saja ada kasak-kusuk agar bangku itu  tak akan  pernah lengang. Aksi bikin kolak kek, mau aksi bernyanyi ala vokal grup dengan gaya masing-masing kek, beradu argumen saat belajar kelompok atau sekadar kumpul-kumpul buat ngerumpi.  Waaauww...!

Sungguh masa-masa indah yang mustahil mudah terlupakan. Kocak, lucu, sedih membaur menjadi satu koleksi yang menggelikan. Terkadang mengiris perih. 

Terbayang gelagat  Selly si mata sipit berwajah oriental. Tak ada garis keturunan darah China secuil pun. Rada pendiam namun condong agak sedikit angkuh.

Masih terngiang kata-kata Margy, "Selly beruntung! Ada khabar suaminya dosen di salah satu perguruan ternama di kota tempat ia kuliah." Kalimat itu masih melekat di telinga Rara. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun