"Ra, bukankah ini foto aku, Margy, kamu dan Pras?" Selly menarik napas. Lalu membuangnya dengan suara lirih," Hhh... bangku yang menyimpan sejuta kenangan. Ya! Di foto itu!"ucapnya.Â
Senyumnya dikulum. Matanya melintasi dinding. Â Pras pun meraihnya. Â Ia sedikit grogi memandangi dinding.Â
"Dan juga sejuta harapan, maaf, kamu juga menyimpan foto yang sama." Suara berat Pras mengiris hati Rara.Â
"Ra, ternyata kita sama-sama masih menyimpannya, kan? Selly sengaja datang untuk menjelaskan semua. Suaminya rela menemani aku, Selly dan Putri ke sini demi kita!" Pras meyakinkan Rara.Â
Rara diam. Direngkuhnya perempuan itu.
"Hmmm... kamu sengaja ya menyelipkan foto itu. Pake bawa-bawa album segala lagi. Pak dosen mau memberikan kuliah, ya?" kata Rara mencoba bercanda di sela rasa haru biru di dada.
"Bisa ya bisa tidak. Mmm... jaga-jaga di saat darurat. Aku khawatir kau tak mau menerimaku lagi, mungkin ini bisa menjadi benda keramat buat menghipnotis kekasihku yang pemarah ini!" kilah lelaki yang sedang kaku itu.Â
Ada gejolak rindu dan amarah bercampur menjadi satu. Rara memukul-mukul lengan lelaki itu. Pukulan sayang yang teraduk rindu. Â
Selly hanya mampu menatap kedua sejoli itu tak dapat membendung haru serta rasa bersalah yang dipendamnya bertahun-tahun.Â
Ia pun mendekat, memeluk kedua sahabatnya. Hasratnya tak sekadar mengeratkan tali cinta mereka, namun  ingin persahabatan yang dulu kental segera dikukuhkan lagi menjadi sebuah ikatan persaudaraan.
"Aku ingin kamu hadir di pesta perkawinanku, Sell...!" kata Rara melonggarkan pelukan.