Daun yang selalu siap menjadi penonton gelagat mereka. Bangku yang selalu menjadi kenangan mereka.
Dering telepon genggam berbunyi menepis lamunan Rara.
"Ra, ini aku... " Rara terdiam.Â
Tubuhnya sedikit beringsut. Keningnya mengerut. Masalahnya... suara di seberang sana sangat  tak asing di gendang kupingnya. Begitu dekat.Â
Namun semakin ia merasa dekat semakin sulit baginya untuk mengingat siapa sebetulnya yang empunya suara itu.
"I..y..ya..aku di sini," ucapnya seraya menggagap.
Ya ampun! Itu kan suara Pras.Ya, Prasman. Dari mana dia tahu nomor teleponku? Sewaktu Rara masih di SMA kelas satu, mereka sudah menjalin cinta monyet.Â
Hingga ia kelas tiga Prasman sudah jadi anak kuliahan di Fakultas Pertanian. Rara mencoba meningat-ingat lagi. Sekarang ia betul-betul yakin. Ini pasti Pras!
"Ada  apa lagi, Pras? Basa-basi apa lagi yang akan kau ciptakan? Aku capek!"
"Ra, jangan ditutup...please, Ra..kumohon! Aku sekarang ada di kota ini! Kita bicara baik-baik," suara Pras memohon.Â
Dari mana juga Pras tahu kalau aku sedang pulang.