Mohon tunggu...
NESTI DE AMELIA
NESTI DE AMELIA Mohon Tunggu... Lainnya - MAHASISWA

UNIVERSITAS JAMBI

Selanjutnya

Tutup

Money

Pengetahuan dan Berorientasi pada Pembelajaran, Itqan dan Fokus Kualitas, Strategis dan Bijaksana

4 April 2020   14:00 Diperbarui: 4 April 2020   22:41 323
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Nabi Muhammad SAW juga mengajarkan pentingnya kualitas. Beliau menginginkan semua amalan adalah yang berkualitas. Kalau kita cermati semua amal ibadah yang diteladankan beliau selalu berkualitas. Ibadah yang berkualitas adalah ibadah yang paling khusyuk, paling ikhlas, paling sering dilakukan, dan sifat-sifat terbaik lainnya.

Allah SWT menciptakan segala sesuatu dengan berkualitas  "(dialah) yang mepermudah segala sesuatu yang Dia ciptakan dan yang memulai penciptaan manusia dari tanah." (QS. As-Sajadah [32] : 7)

Teladan yang terbaik dalam kualitas adalah Allah SWT. Dia lah yang menciptakan segala sesuatu dengan kualitas sempurna. Allah SWT menciptakan manusia membaguskan rupanya dan dilengkapi dengan berbagai macam indera dan anggota tubuh. Untuk menopang kehidupan manusia, Allah SWT menciptakan dunia beserta segala isinya. Di samping itu, Allah SWT juga menciptakan langit dan benda-benda angkasa agar kehidupan di bumi tetap terjaga, semuanya Allah SWT ciptakan dengan sempurna pula.

Yang telah menciptakan tujuh langit berlapis-lapis, engkau tidak melihat pada ciptaan ar-Rahman sedikitpun ketidakseimbangan. Maka ulangi pandangan itu adakah engkau melihat sedikit pun keretakan? Kemudian ulangilah pandengan itu dua kali niscaya akan kembali kepadamu pandangan itu kecewa, dan ia menjadi lelah." (QS. Al-Mulk [67] : 4)

Ayat di atas menyatakan: Yang telah menciptakan tujuh langit berlapis-lapis, serasi dan Sangat harmonis; Engkau siapa pun engkau ini dan masa datang tidak melihat pada ciptaan ar-Rahmn mencakup seluruh wujud - baik pada ciptaan-Nya yang kecil maupun yang besar - sedikitpun ketidakseimbangan. Maka ulangilah pandangan itu yakni lihatlah sekali lagi dan berulang-ulang kali disertai dengan upaya berpikir, adakah engkau nelihat atau menemukan padanya jangankan besar atau banyak - sedikitpun keretakan sehingga menjadikannya tidak seimbang dan rusak? Kemudian setelah sekian lama engkau terus-nmenerus memandang dan memandang mencari keretakan dan ketidakseimbangan, tulangilah lagi pandangan-mu itu dalam keadaan kecewa, terdiam, dan hina karena tidak menemukan sesuatu cacat yang engkau upayakan menemukannya dan ia yakin pandanganmu itu menjadi lelah, tumpul kehilangan daya setelah berulang-ulang kali membuka mata selebar-lebarnya dan dengan menggunakan seluruh kemampuannya.

Kata tafawut dalam teks ayat di atas pada mulanya berarti kejauhan. Dua hal yang berjauhan mengesankan ketidakserasian. Dari sini kata tersebut diartikan tidak serasi atau tidak seimbang. Bahwa Allah menciptakan langit bahkan seluruh makhluk dalam keadaan seimbang sebagai rahmat, karena seandainya ciptaan-Nya tidak seimbang, maka tentulah akan terjadi kekacauan antara yang satu dengan yang lain, dan ini pada gilirannya mengganggu kenyamanan hidup manusia di bumi ini. Anda dapat bayangkan apa yang terjadi bagi penduduk satu planet jika sekali-sekali jangankan berkali-kali terjadi tabrakan antar planet.

Thabahabai memahami ketiadaan tafwut itu dalam arti adanya hubungan satu dengan yang lain dari sisi tujuan dan mantaat yang diperoleh dari hubungan antara satu dengan yang lain. Ini serupa dengan dua sisi timbangan dan pertarungannya dalam hal berat atau ringan juga tinggi dan rendahnya salah satu sisi timbangan. Kedua sisi tersebut berbeda dengan keduanya membantu siapa yang menggunakannya untuk mengetahui kadar timbangan barang yang ditimbang. Demikian Allah SWT mengatur rincian ciptaan-ciptaan Nya sehingga masing-masing menuju kepada tujuannya tanpa adanya satu bagian pun membatalkan tujuan bagian yang lain atau menjadikan sebagian yang lain tidak memperoleh sifatnya yang mesti dia sandang guna mencapai tujuannya."

2.2.1 Rasulullah SAW Mengelola Kualitas Sahabat

Perjanjian Hudaybiyah adalah perjanjian antara Muhammad SAW sebagai pemimpin kaum Muslim dengan para petinggi musryik Mekkah. Beberapa dictum perjanjian itu terkesan berpihak pada musuh. Di antaranya bahwa jika seseorang dari Quraisy bergabung dengan Muhammad tanpa izin pengawas atau pemimpinnya, dia akan dikembalikan kepada Quraisy. Jika siapa pun dari kelompok Muhammad bergabung dengan Quraisy, mereka tidak wajib dikembalikan kepadanya.

Umar bin Khattab  tidak dapat menyembunyikan kegeraman hatinya, tapi Abu Bakar berusaha meredakan kegusaran Umar tersebut. Abu Bakar yakin bahwa Rasulullah SAW mempunyai alasan yang tepat dan atas perintah Allah SWT baik dalam mengadakan perjanjian dengan kaum Quraisy maupun dari isi dari perjanjian tersebut. Ketika dari kaum Quraisy datang ke Madinah namun ditolak Nabi Muhammad SAW karena konsisten menjalankan perjanjian orang-orang tersebut tidak kembali ke Mekkah, melainkan menetap disuatu tempat yang biasa dilalui oleh kafilah dagang Quraisy. Semakin lam jumlah mereka semakin banyak. Mereka mulai mengganggu kafilah dagang Quraisy ysng pemiliknya telah menyiksa dan merampas harta mereka, serta mengusir mereka dari Mekkah. Hal ini tentu berakibat pada kelancaran perekonomian Mekkah.

Ketentuan bahwa kaum Quraisy tidak akan mengembalikan pengikut Muhammad yang lari ke Mekkah mempunyai hikmah tersendiri. Tidak mungkin seorang sahabat Rasulullah SAW kembali ke Mekkah kecuali mereka murtad.

HALAMAN :
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun