Apakah novel Ayat-ayat cinta karya Habiburhman El-Shirazy dan Surga Yang Tak Dirindukan dapat dijadikan bahan ajar Apresiasi Sastra ditinjau dari unsur intrinsik ?
 Tujuan PenulisanÂ
Untuk mengetahui persamaan dan perbedaan unsur intrinsik yang terdapat dalam novel Ayat-ayat Cinta karya Habiburahman El-Shirazy dan novel Surga Yang Tak Dirindukan karya Asma Nadia.
Untuk mengetahui pengaruh novel Ayat-ayat Cinta karya Habiburahman El-Shirazy dalam novel Surga Yang Tak Dirindukan karya Asma Nadia.
Untuk mengetahui novel Ayat-ayat cinta karya Habiburhman El-Shirazy dan Surga Yang Tak Dirindukan dapat dijadikan bahan ajar Apresiasi Sastra ditinjau dari unsur intrinsik.
KAJIAN TEORI
Kajian Intertekstual
Pada bagian ini akan diuraikan sejumlah  teori. Teori-teori tersebut meliputi (1) Pengertian Kajian Intertekstual (2) Tujuan Kajian Intertekstual (3) Konsep Penting Kajian Intertekstual. Â
Pengertian Intertekstual
Menurut Burhan Nurgiyantoro (2012:50) mengemukakan bahwa kajian intertekstual dimaksudkan sebagai kajian terhadap sejumlah teks (lengkapnya: teks kesastraan), yang diduga mempunyai bentuk-bentuk hubungan tertentu, misalnya untuk menemukan adanya hubungan unsur-unsur intrinsik seperti ide, gagasan, peristiwa, plot, penokohan,(gaya) bahasa, dan lain-lain, diantara teks-teks yang dikaji. Secara lebih khusus dapat diartikan bahwa kajian interteks berusaha menemukan aspek-aspek tertentu yang telah ada pada karya-karya sebelumnya pada karya yang muncul lebih kemudian. Dalam kaitan ini, Luxemburg dkk (dalam Burhan Nurdiyantoro, 2012:50), mengartikan intertekstualitas sebagai : kita menulis dan membaca dalam suatu interteks suatu tradisi budaya, sosial, dan sastra, yang tertuang dalam teks-teks. Setiap teks sebagian bertumpu pada konvensi sastra dan bahasa dan di pengaruhi oleh teks-teks sebelumnya.Â
Kajian intertekstual berangkat dari asumsi bahwa kapan pun karya ditulis, ia tidak mungkin lahir dari situasi kekosongan budaya. Unsur budaya, termasuk semua konvensi dan tradisi di masyarakat, dalam wujudnya yang khusus berupa teks-teks kesastraan yang ditulis sebelumnya. Dalam hal ini kita dapat mengambil contoh, misalnya sebelum para pengarang Balai Pustaka menulis novel, di masyarakat telah ada hikayat dan berbagai cerita lisan lainya seperti pelipur lara. Terlihat adanya kaitan mata rantai antara penulisan karya sastra (novel) dengan unsur kesejarahannya. Penulisan suatu karya tidak mungkin terlepas dari unsur kesejarahannya, dan pemahaman terhadapnya pun haruslah mempertimbangkan unsur kesejarahannya itu. Makna keseluruhan sebuah karya, biasanya secara penuh baru dapat di gali dan diungkap secara tuntas dalam kaitanya dengan unsur kesejarahan tersebut.Â