Mohon tunggu...
Nazwa Alifia putri
Nazwa Alifia putri Mohon Tunggu... Lainnya - Pelajar

Membaca novel

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Diamante Albaran

13 Desember 2022   14:03 Diperbarui: 13 Desember 2022   14:21 1162
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Nyatanya meskipun mereka kerap bertengkar, Gibran selalu menyayangi Baran seperti Adik nya sendiri begitupun dengan Baran yg mengayomi serta menghormati Gibran seperti ia menghormati Kakak nya sendiri.

"Ya, aku mengerti. Aku titip semua hal yg disini padamu, kalau begitu aku pamit,"


Kalimat itu entah mengapa terdengar tidak bersahabat bagi Gibran, hanya anggukan dengan senyum tipis yang bisa ia berikan untuk mengiyakannya. Gibran melihat dengan jelas kepergian Baran, Speedboat yang meluncur dengan cepat meninggalkan pos roket Cyber. Disaat itu ia tersadar bahwa Baran benar-benar telah pergi menuju Planet Alderan.

SIAPA?

8 Jam lamanya telah terlewati, sopir dari sebuah Speedboat yang terkenal cepat masih setia menegakkan punggungnya pada kursi yg ia tempati. Sejujurnya Baran sedikit ragu akan misinya kali ini, walaupun ia telah banyak melewati misi kelas A yang terkenal dengan misi kelas tinggi namun entah mengapa Planet Alderan menjadi salah satu misi yang dapat ia rasakan aura gelap nya meskipun ia belum sampai disana.


Terang, sebuah bintang yang tidak jauh dari nya mengeluarkan cahaya, itu dia. Tidak diragukan lagi, salah satu Planet yang terkenal terang benderang. Seperti sebuah Berlian yg berkilauan diantara tumpukan perak, Alderan.

Baran mulai menghentikan dan mengatur ke stabilan roket nya agar tetap diatas sana, ia membuka pintu dengan ragu dan saat pintu terbuka sempurna, ia disuguhi dengan kenampakan Alderan. Sungguh ini baru pertama kali nya ia melihat Alderan secara langsung bukan dari buah bibir ke telinga maupun dari sebuah buku tua.

Jika begini, aku jadi tidak yakin apakah benar ia memiliki julukan Sang Lembah Sakral?, batin Baran berkata.

Baran dengan hati-hati mulai menapakkan kedua kaki nya diatas tanah, sangat berbeda dibanding pemandangan yang ia lihat dari atas, saat ia turun ia hanya disuguhi dengan tanah gersang yang hanya memiliki tumbuhan berduri yang berukuran raksasa. Saat ini mungkin ia bisa menarik kembali kata-kata yang sempat diucapkan nya.

Ia mulai bergelut dengan serius, melawan apapun yang mencoba menghalangi jalannya.

Seakan hilang ingatan, ia tidak ingat mengenai nasihat yang telah dianjurkan Gibran, sampai tanpa ia sadari ia mengganggu kegiatan hibernasi seseorang.

HALAMAN :
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun