7. Reklamasi Pesisir
Reklamasi pesisir untuk tujuan pembangunan infrastruktur, seperti pembangunan pelabuhan, kawasan komersial, dan perumahan, telah menyebabkan kerusakan ekologis yang signifikan.
Reklamasi Teluk Jakarta, yang telah menjadi sorotan publik, misalnya, berpotensi mengubah ekosistem pesisir yang penting, merusak mangrove, dan menyebabkan sedimentasi yang mengancam kehidupan terumbu karang di sekitar pesisir.
Data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) 2022 mencatat bahwa sekitar 2.000 hektar lahan pesisir di Jakarta sudah mengalami reklamasi, sementara dampak ekologisnya, seperti hilangnya habitat mangrove dan penurunan kualitas air laut, sangat merugikan keberlanjutan ekosistem pesisir.
8. Perusakan Hutan Mangrove
Mangrove di Indonesia, yang memiliki peran penting dalam melindungi pesisir dari abrasi dan sebagai tempat berkembang biak bagi berbagai spesies laut, terus mengalami kerusakan.
Berdasarkan laporan WWF Indonesia 2023, sekitar 50.000 hektar mangrove hilang setiap tahunnya, terutama di Kalimantan dan Sumatra, akibat konversi lahan untuk tambak udang, perkebunan kelapa sawit, dan pembangunan infrastruktur.
Mangrove yang rusak menyebabkan hilangnya fungsi ekosistem penting yang menopang kehidupan pesisir dan meningkatkan kerentanan pesisir terhadap dampak perubahan iklim, seperti naiknya permukaan air laut.
9. Kekerasan Sosial dan Konflik Sumber Daya Alam
Konflik antara masyarakat lokal dan perusahaan yang mengeksploitasi sumber daya alam pesisir juga menjadi masalah yang semakin meningkat.
Di wilayah Sulawesi dan Papua, terdapat konflik antara masyarakat adat dan perusahaan tambak udang yang merusak lahan mereka, serta tidak memperhatikan hak-hak lokal atas sumber daya alam.