"Iya gue tau. Terus?" Jawabku
"Gue mau, lo kaya planet venus, bisa terus memancarkan sinar yang paling terang diantara semua planet. Gue mau, Lo orang yang paling terang memancarkan kebahagiaan. Gue tau, lo itu orangnya ceria dan bawa keceriaan buat orang lain. Tapi kalau lo berbadai kaya gini, semesta terasa seperti kehilangan sinarnya yang paling terang", kata Jery sambil menatapku dengan senyumnya yang begitu manis.
Aku hanya bisa menatap Jery dengan tatapan yang sangat dalam. Mataku mulai berkaca. Tapi tanganku, sesegera mungkin menyapu air mata yang mau turun.
"Semua orang didunia ini pasti punya masalah Ven. Allah kasih kita ujian pun Dia pasti udah tau takarannya, udah tau kita kuat apa engga. Gue yakin lo pasti kuat", kata Jery melanjutkan ucapannya.
"Hidup itu emang keras dan penuh kenegatifan, Ven. Itulah mengapa kita selalu berusaha untuk menjadi Proton. Iya Proton, partikel subatomik yang bermuatan positif. Padahal disekelilingnya adalah awan elektron yang bermuatan negatif yang selalu mengelilinginya", Sambung Jery.
"Bagi beberapa orang, rumah bukan jadi tempat untuk pulang. Persis banget sama kayak kata boy Candra,
'Ketika rumah tak lagi tempat yang nyaman untuk pulang. Kau sedang berada jauh dari dirimu yang biasanya. Kau butuh seseorang untuk menemanimu menemukan segelas minuman menghangatkan.
Lo cuman butuh seseorang yang ngertiin Lo. Dan gue-- Gue siap untuk jadi seseorang itu", sambung Jery kedua kalinya sambil lagi-lagi tersenyum dengan begitu lebar.
Aku memeluknya sangat erat. Mulai menangis, dan tangisan itu meringankanku dari segala beban yang aku punya. Aku kembali kerumah dengan rasa takut yang teramat. Ternyata mamaku telah menunggu ku tepat di depan pintu. Ku tundukkan kepalaku karna aku merasa bersalah sekali. Mamaku memelukku, dan mengajak aku dan Jery masuk kedalam rumah. Sungguh terkejut aku ketika melihat papa yang masih dirumah. Ia duduk, dan sepertinya ingin berbicara padaku.
"Venus, anak papa. Papa sekarang ngerti. Papa gamau lagi nyuruh kamu untuk ngelakuin hal yang papa mau. Papa udah percaya bahwa kamu udah dewasa dan papa udah serahkan seluruh kepercayaan papa ke kamu. Kamu sekarang bebas pilih semua tujuan hidupmu. Maafin papa karena keegoisan papa kemarin. Semua itu juga punya alasan yang selama ini kamu ga tau Ven"
Aku sedikit terkejut dengan kata-kata papa. Aku mulai mendongakkan kepala, dan menatap mata papa.